Liputan6.com, Jakarta - Dear pembaca Showbiz Liputan6.com, kami ucapkan selamat Hari Musik Nasional. Hari Musik Nasional diperingati setiap 9 Maret, bertepatan dengan lahirnya komponis lagu kebangsaan "Indonesia Raya" W.R. Supratman. Seperti diketahui, 10 tahun terakhir wajah industri musik Indonesia berubah. Penjualan kaset dan CD lesu.
Industri musik memasuki era unduh. Standar platinum yang semula untuk penjualan 150 ribu kopi diturunkan. Fenomena lain, makin maraknya lagu kover atau lagu lawas yang dinyanyikan kembali dengan aransemen musik serta vokal baru. Ada yang sukses, menyamai, bahkan melampaui versi aslinya. Banyak pula yang melempem.
Advertisement
Baca Juga
Menyanyikan kembali lagu lawas sebenarnya bukan fenomena baru. Sudah ada sejak dekade 1990-an. Merayakan Hari Musik Nasional, kami hadirkan 10 kover lagu Indonesia terbaik dalam sejarah. Pemilihan berdasarkan meledak tidaknya lagu kover ini di pasar, dampaknya terhadap karier sang penyanyi, dan tentu saja kualitasnya tak kalah ciamik dari versi asli. Sekali lagi, Selamat Hari Musik Nasional.
1. “Dia” (Reza Artamevia, 1997)
Versi asli: Vina Panduwinata (album Citra Ceria, 1984)
“Dia” salah satu materi emas dari album Keajaiban yang dirilis Reza Artamevia di bawah payung Aquarius Musikindo. Dilapisi aransemen format dansa plus vokal Reza dengan pendekatan musik hitam, “Dia” menjadi nomor berhawa seksi yang mampu berdiri sendiri.
Makin cling berkat videoklip bernuansa kuning oranye dengan konsep peragaan busana. Publik tak kan lupa adegan Reza melenggang di catwalk bersama anjing dalmatian yang ikonis.
Terbuai dengan corak vokal Reza yang sensual, sejenak kita lupa bahwa “Dia” nomor lawas milik Si Burung Camar, Vina Panduwinata. “Dia” bersama “Pertama” dan “Satu Yang Tak Bisa Lepas” adalah trisula yang mengantar Reza meraih platinum pertama. Keajaiban menetapkan standar baru bagaimana album debut semestinya dibuat.
Advertisement
2. “Andaikan Kau Datang” (Erwin Gutawa feat. Ruth Sahanaya, 2004)
Versi asli: Koes Plus (album Volume 9, 1973)
Karya Koes Plus itu abadi. Siapa pun yang menyanyikannya kembali kesulitan untuk menyaingi gaya sederhana Koes Plus yang melegenda. Menyadari hal ini, Erwin Gutawa mengambil pendekatan berbeda saat mengaransemen sejumlah hit Koes Plus maupun Koes Bersaudara.
Contoh terbaiknya ada di nomor “Andaikan Kau Datang.” Di pertengahan lagu, sang maestro menyisipkan ilustrasi tembang “Tangis Di Hatiku” tanpa merusak keutuhan lagu utama. Kerasa, enggak?
Album Salute to Koes Plus/ Koes Bersaudara yang dirilis Sony Music terjual lebih dari 200 ribu kopi. Erwin Gutawa meraih platinum pertama dan hingga kini masih satu-satunya. “Andaikan Kau Datang” menandai kembalinya Ruth Sahanaya di puncak popularitas setelah “Keliru” dan “Ingin Kumiliki”(1999).
3. “Aku Bukan Pilihan” (Iwan Fals, 2003)
Versi asli: Edwin Manangsang (album Jalani Waktu, 2001)
Salah besar jika Anda mengira ini lagu baru yang diciptakan Pongky Barata untuk Iwan Fals. Dua tahun sebelumnya, “Aku Bukan Pilihan” direkam Edwin Manansang, personel Trio Libels, yang mencoba bersolo karier lewat album Jalani Waktu. Tembang ini tak dijadikan lagu unggulan. Album Jalani Waktu kurang disambut.
“Aku Bukan Pilihan” justru meledak saat dinyanyikan Iwan Fals di album In Collaboration With.... Meski berkisah tentang pengkhianatan dan patah hati, suara Iwan Fals terdengar berkharisma. Tanpa kesan menye-menye. Suara Iwan di lagu ini merupakan pernyataan sikap seorang laki-laki atas cinta yang berakhir tragis.
“Aku Bukan Pilihan” mengantar album bersampul hitam rilisan Musica Studios ini ke level penjualan 300 ribu kopi lebih. Uniknya, “Senandung Lirih” yang dijadikan single kedua tidak sekuat “Aku Bukan Pilihan.”
Advertisement
4. “Hasrat Cinta” (Yana Julio, 1994)
Versi asli: Asti Asmodiwati (album Karena Cinta, 1991)
Apa? “Hasrat Cinta” milik Yana Julio ternyata lagu daur ulang? Ya, silakan terkejut. Lagu ini sebenarnya nomor lawas milik Asti Asmodiwati dari album Karena Cinta. Ditempatkan di sisi B urutan terakhir.
Siapa sangka lagu yang sempat disangka menjiplak notasi “Piece of My Wish” meroket di tangan Yana Julio. Bahkan, karya Dorie Kalmas ini menjadi salah satu hit besar Yana Julio di samping “Selamanya Cinta” dan “Satu Keinginan.”
Pada akhirnya, “Hasrat Cinta” disebut nomor ikonis yang mengantar solis kelahiran Bogor, 8 April 1960 ini menjadi Pangeran Pop dekade 1990-an.
5. “Rindu” (Agnes Monica, 2011)
Versi asli: Fryda (album Nuansa Cinta, 1995)
Fryda Luciana melantun “Rindu” dengan pendekatan layaknya lagu tema film. Terdengar khusyuk, manis, sekaligus puitis. Di tangan Agnes Monica, lagu ini “diacak-acak” menjadi sarat jeritan.
Penyanyi kelahiran Jakarta, 1 Juli 1986, ini bahkan menghilangkan satu kalimat dalam lirik yang menjadi judul lagu ini, yakni: rindu ini telah sekian lama terpendam.
Ajaibnya, meski kalimat itu lenyap, pendengar tetap bisa merasakan sensasi rindu yang menyiksa lewat intepretasi maupun teknik vokal sang diva. Walhasil, “Rindu” terdengar semenyakitkan “Cinta Di Ujung Jalan,” “Tanpa Kekasihku,” dan “Sebuah Rasa.”
Advertisement
6. “Tentang Rasa” (Astrid, 2008)
Versi Asli: Olif (album kompilasi Dreamband, 2004)
Konon, album kedua Astrid, yakni Lihat Aku Sekarang mengendap hampir 3 tahun di studio rekaman. Karenanya, Astrid tak memasang target tinggi buat album ini. Dirilis saja sudah bagus.
Last minutes, produser Jan Djuhana, yang masih belum sreg dengan materi album Astrid, beride mengemas ulang lagu “Tentang Rasa” milik grup musik Olif yang gagal jadi hit pada 2005.
Tak disangka, “Tentang Rasa” yang direkam di menit-menit akhir justru menjadi lagu wajib putar di radio. Nomor ini melampaui pencapaian hit Astrid sebelumnya, “Jadikan Aku Yang Kedua.” Hingga artikel ini disusun, belum ada lagi hit Astrid yang dampaknya sedahsyat “Tentang Rasa.”
7. “Pergi Untuk Kembali” Ello (2005)
Versi asli: Melky Goeslaw (album Pergi Untuk Kembali, 1975)
Muda, ganteng, dan gondrong. Itulah daya tarik Ello ketika kali pertama muncul pada 2005. Selain fisik kinclong, yang bikin pencinta musik Indonesia jatuh hati, kecerdasan Ello memoles ulang hit lawas karya ayahnya, Minggus Tahitoe.
Lagu yang dirilis di era Generasi Bunga itu disulap menjadi sangat groovy dan kekinian. “Pergi Untuk Kembali” mengantar Ello meraih piala AMI Award kategori Pendatang Baru Terbaik.
Setelah itu, Ello merilis 4 album lain, yakni Realistis/Idealis, Taub Mumu, Jalur Alternatif, dan Antistatis. Tetap saja, publik kembali terlena dengan debut Ello via “Pergi Untuk Kembali.”
Advertisement
8. “Tak Kan Ada Cinta Yang Lain” (Titi DJ, 1999)
Versi asli: Dewa 19 (album Format Masa Depan, 1994)
Lewat album Bahasa Kalbu, Titi DJ memanen sukses. Album berisi 8 lagu ini memfiturkan nomor lawas Dewa 19, “Tak Kan Ada Cinta Yang Lain.” Lagu ini membuka jalan Titi DJ meraih gelar diva.
Album Bahasa Kalbu rilisan Aquarius Musikindo diganjar 5 piala AMI Award kategori bergengsi, yakni Penyanyi Pop Wanita, Album Pop, Penyanyi Rekaman, Lagu, serta Album Rekaman Terbaik.
Ledakan “Tak Kan Ada Cinta Yang Lain” membuat sejumlah penyanyi lain berlomba mengkover lagu-lagu Dewa 19. Setahun kemudian, Reza merilis ulang “Cinta Kan Membawamu Kembali.” Denada dan mendiang Chrisye merekam “Kangen.” Shanty mengemas ulang “Aku Di Sini Untukmu.” Dan masih banyak lagi.
9. “Tak Kan Terganti” (Marcell, 2011)
Versi asli: Dea Mirela (album Satu, 2001)
Dea Mirela membawakan “Tak Kan Terganti” dengan penjiwaan apik. Di pertengahan lagu, suaranya terdengar histeris. Karena strategi promosi kurang ciamik, tembang syahdu ini flop di pasar.
Dua tahun kemudian, Kahitna menyanyikan “Tak Kan Terganti” untuk memperkuat album Cinta Sudah Lewat. Versi Kahitna yang hanya berbalut piano ini juga gagal menjadi hit.
Barulah di tangan Marcell, aura “Tak Kan Terganti” memancar. Tidak banyak lengkingan, tapi rasa sakit yang tersimpan dalam lirik mendarat dengan sempurna di hati pendengar. Suara Marcell terdengar empuk. Nyanyiannya terasa tulus. “Tak Kan Terganti” membuat kariernya kembali gemilang setelah beberapa album terakhirnya tidak sedahsyat debut.
Advertisement
10. “Nuansa Bening” (Vidi Aldiano featuring J-Flow, 2008)
Versi asli: Keenan Nasution (album Di Batas Angan-angan, 1978)
“Nuansa Bening” salah satu lagu Indonesia terbaik sepanjang masa. Tiga dekade setelah versi aslinya mengguncang pasar, pendatang baru Vidi Aldiano merilis versi kekinian “Nuansa Bening” berkolaborasi dengan penyanyi rap J-Flow.
Harus diakui, versi Vidi Aldiano dan J-Flow terdengar fresh sekaligus atraktif. “Nuansa Bening” plus sejumlah materi yahud dari album Pelangi Di Malam Hari mengantar Vidi Aldiano ke puncak popularitas.
Ia dan Afgan menandai lahirnya era baru solis pria Tanah Air setelah generasi Glenn Fredly, Marcell Siahaan, serta Rio Febrian. Single dan album Vidi Aldiano setelahnya belum bisa melampaui “Nuansa Bening.”