6 Klaim Hadi Pranoto Soal Covid-19 dalam Wawancara Bersama Anji yang Jadi Kontroversi

Seperti apa klaim yang diucapkan oleh Hadi Pranoto dalam wawancara bersama Anji? Berikut enam di antaranya.

oleh Ratnaning Asih diperbarui 03 Agu 2020, 12:01 WIB
Diterbitkan 03 Agu 2020, 12:00 WIB
Anji dan Hadi Pranoto (Instagram/ duniamanji)
Seperti apa klaim yang diucapkan oleh Hadi Pranoto dalam wawancara bersama Anji? Berikut enam di antaranya. (Instagram/ duniamanji)

Liputan6.com, Jakarta Wawancara Anji dengan Hadi Pranoto, seseorang yang ia sebut sebagai profesor dan pakar mikrobiologi, berbuntut panjang. Banyak warganet yang meragukan sejumlah pernyataan dan klaim dalam video ini.

Bahkan kredibilitas Hadi Pranoto sebagai narasumber pun menjadi tanda tanya banyak warganet. Terutama, karena tak banyak informasi yang bisa dikumpulkan dari sosoknya. Bahkan warganet kesulitan menemukan jurnal dan tulisan ilmiah pria ini.

Tak hanya masyarakat awam, sejumlah pakar pun angkat suara soal ini. Salah satunya, pejabat Humas Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Abdul Halik Malik, yang dihubungi Tim Cek Fakta Liputan6.com. Selain meminta Hadi Pranoto membuka fakta tentang produknya, ia juga tak mengenal sosok yang disebut sebagai pakar mikrobiologi ini.

Dipertanyakan

Hadi Pranoto
Dalam video yang bertempat di Pulau Tegal Mas, Lampung, sosok Hadi Pranoto mengenalkan diri kepada publik sebagai Kepala Tim Riset Formula Antibodi Covid-19 dengan gelar pakar Mikrobiologi. (Tangkapan layar dari Youtube Anji)

Apalagi, status profesor tidak bersifat independen dan ada lembaga yang menaunginya.

"Kalau sudah profesor, para ahli di bidang tersebut pasti mengenal beliau. Kita bisa mencarinya di database riset lembaga penelitian atau riset, ini tidak ditemukan. Setidaknya ada tulisan koran atau dikutip," ujarnya pada Minggu (2/8/2020).

Kepala Lembaga Biomolekuler Eijkman Institute, Profesor Amin Soebandrio, juga bersuara.

"Oh itu (klaim Hadi Pranoto), banyak statement yang tidak tepat. Saya tidak mau komentar tentang produknya, karena belum lihat. Namun lihat dari tayangannya saja banyak statement yang tidak sesuai," paparnya.

Seperti apa klaim yang diucapkan Hadi Pranoto dalam wawancara bersama Anji? Berikut enam di antaranya.

1. Mencegah Sekaligus Mengobati Covid-19

Hadi Pranoto
Dalam video yang bertempat di Pulau Tegal Mas, Lampung, sosok Hadi Pranoto mengenalkan diri kepada publik sebagai Kepala Tim Riset Formula Antibodi Covid-19 dengan gelar pakar Mikrobiologi. (Tangkapan layar dari Youtube Anji)

Hadi Pranoto mengklaim bahwa yang ia temukan berkhasiat sebagai obat maupun untuk mencegah Covid-19.

"Profesor adalah yang menciptakan...apa nih Prof, nyebutnya? Serum?" tanya Anji.

"Antibodi Covid-19, " jawab Hadi Pranoto. Ia menegaskan bahwa ramuannya berkhasiat ganda. "Ya, obat untuk Covid-19," kata dia, lalu menambahkan, "Bisa untuk menyembuhkan dan juga bisa untuk mencegah."

Hadi Pranoto juga mengklaim, ia telah melakukan penelitian sejak dua dekade lalu. 

"Kami melakukan penelitian ini sejak tahun 2000, kita sudah cukup lama sekali mempelajari tentang virus ini," kata dia. 

Ia menambahkan, "Alhamdulillah, waktu Covid-19 ini meletus di Wuhan, di awal tahun 2019, kita bisa mengidentifikasi jenis dan juga genetik Covid-19 tersebut. Sehingga kita cocokkan dengan herbal yang kita punya, kemudian kita urai bahan untuk melawan Covid-19 ini, ternyata itu sangat efektif." Hadi juga menyebut semua bahan baku ramuannya berasal dari Indonesia. 

2. Vaksin, Disuntik atau Diminum?

Kasus Virus Corona Bertambah, Bio Farma Kebut Penemuan Vaksin Anti Covid-19
Ilustrasi Foto Vaksin (iStockphoto)

Anji lantas mengejar kembali, apakah obat tersebut merupakan vaksin. Namun kata Hadi Pranoto, yang ia kembangkan bukanlah vaksin.

"Bukan, berbeda. Jadi kalau vaksin itu disuntikkan, kalau ini kan diminum," jawabnya.

Berdasarkan modul Dasar-Dasar Keamanan Vaksin dari WHO yang dimuat dalam situs vaccine-safety-training.org, ada beberapa cara pemberian vaksin. Selain disuntikkan, ada pemberian vaksin secara oral.

Dua vaksin yang bisa diberikan dengan cara oral adalah vaksin polio atau OPV, dan Rotavirus.

3. Hanya 2-3 Hari

FOTO: Antisipasi Penyebaran COVID-19, RSUI Gelar Swab Test Massal
Petugas medis mengenakan alat pelindung diri (APD) saat swab test massal di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI), Depok, Jawa Barat, Selasa (2/6/2020). Swab test massal untuk mengantisipasi penyebaran virus corona COVID-19 ini dapat memeriksa 180 orang per hari. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Hadi Pranoto menyebut bahwa ramuannya ini berbentuk cairan, tapi tak disebut secara pasti apa zat yang terkandung di dalamnya.

"Ini berupa cairan tapi dalam cairan itu terkandung beberapa kandungan yang bisa membunuh Covid-19," Hadi menerangkan.

Ia juga mengungkap klaim bahwa sudah ada ribuan orang yang menunjukkan hasil positif setelah meminum racikannya. "Sudah ribuan orang yang sudah kita sembuhkan, yang sudah terinfeksi maupun masih gejala dan juga penyembuhan. Yang sudah kita berikan herbal antibodi Covid-19 ini alhamdulillah semua sembuh dan sehat," tuturnya.

Hadi bahkan berani mengklaim, tak butuh waktu lama untuk sembuh dari Covid-19. "Dengan antibodi Covid-19 yang kita punya, kita hanya memerlukan waktu dua sampai tiga hari," ia menambahkan.

4. Dosis Virus

Ilustrasi Virus Corona 2019-nCoV (Public Domain/Centers for Disease Control and Prevention's Public Health Image)
Ilustrasi Virus Corona 2019-nCoV (Public Domain/Centers for Disease Control and Prevention's Public Health Image)

Hadi Pranoto menyebut asal muasal Corona Covid-19 ini sebenarnya berakar dari virus penyebab SARS dan MERS, yang terus berkembang.

"Itu sebenarnya tidak ada perbedaan. Cuma dosisnya saja yang berbeda, dari tahapan satu dua dan tiga itu. Kebeneran saat ini Covid-19 dosisnya sudah begitu tinggi sehingga tidak mungkin untuk dibuatkan vaksin. Karena kalau dibuatkan vaksin, dengan zat adiktif, mustahil," bebernya.

Dilansir dari situs WHO, virus Corona sebenarnya adalah nama umum bagi sejumlah keluarga virus yang berciri memiliki "mahkota" berduri di permukaannya. Pada manusia umumnya menyerang sistem pernapasan.

Corona yang menyerang manusia, pertama kali diidentifikasi pada tahun 1960-an. Sementara yang menyebabkan Covid-19, adalah strain baru yang pertama kali diidentifikasi pada 2019.

Hadi Pranoto juga mengklaim calon vaksin dari sejumlah negara belum diteliti secara mendalam. "Vaksin yang diperbincangkan oleh masyarakat Indonesia dan dunia saat ini, itu kan belum diuji coba secara mendetail, keampuhan dan keakuratan vaksin itu untuk membunuh Covid-19. Nah, makanya dalam proses ini para ilmuwan belum berani memutuskan dan menetapkan bahwa ini vaksin Covid-19," ia menjabarkan.

Diwartakan Guardian dan New York Times, ada 140 kandidat vaksin yang tercatat oleh WHO. Beberapa kandidat di antaranya telah masuk dalam fase ketiga, yakni uji coba kepada ribuan relawan untuk memastikan efeknya aman bagi manusia.

5. Baja Meleleh, Corona Tertawa

Ilustrasi Covid-19, virus corona
Ilustrasi Covid-19, virus corona. Kredit: Gerd Altmann via Pixabay

Salah satu klaim Hadi, adalah Covid-19 sangat kuat menghadapi suhu panas.

"Panas sinar matahari memang bisa membunuh virus secara keseluruhan, tapi jarak Matahari dan Bumi kan jauh sekali. Tidak mungkin virus yang begitu kuat dosisnya bisa terbunuh dengan sirkulasi udara yang ada di Indonesia. Walaupun kita memang mengenal bahwa Indonesia adalah negara agraris, ada panas, ada hujan dan sebagainya," tutur Hadi Pranoto.

Sekadar informasi, negara agraris merujuk bahwa sebagian besar penduduknya bekerja di bidang pertanian atau bercocok tanam. 

Hal lain yang ia ungkapkan, untuk membunuh virus Corona dibutuhkan suhu di atas 350 derajat Celcius. Saat Anji menimpali bahwa baja meleleh di suhu ini, Hadi Pranoto menjawab, "Melebihi kekuatan baja. Kalau kita bakar baja meleleh, kalau Covid-19 masih ketawa."

Sebagai informasi tambahan, berdasarkan uraian dari onlinemetals.com dan situs lembaga riset Jefferson Lab di Amerika Serikat, baja baru meleleh di suhu 1300 derajat Celcius, tergantung dengan campuran elemen yang digunakan.

Pernyataan ini juga dibantah Profesor Amin Soebandrio, Kepala Lembaga Biomolekuler Eijkman Institute.

"Itu merupakan salah satu statement yang tidak benar. Virus Corona sudah mati di suhu 56 derajat, kena air mendidih juga mati," kata Profesor Amin Soebandrio.

6. Tes Corona Digital

Selain soal obat Corona, hal lain yang dibicarakan Hadi Pranoto adalah perkara rapid dan swab test. Ia mengklaim ada cara yang bisa lebih murah dari tes yang diterapkan sekarang

"Sebenarnya ada satu technology yang lebih murah dan lebih efektif untuk mengetahui apa orang itu positif atau negatif terkait Covid-19. Dan itu lebih murah dari PCR yang dilakukan temen-temen di kedokteran, di dunia medis saat ini," kata dia.

Caranya pun disebut lebih gampang. "Jadi tidak harus dengan mencolokkan ke hidung mengambil lendir dari dalam hidung karena apa yang ada di dalam tubuh kita bila kita sudah terinfeksi, semuanya gampang untuk di-detect. Melalui keringat juga bisa, melalui air liur bisa," ia menukas.

Tes yang dilakukan secara digital pun ia sebut bisa dilakukan dengan sangat murah. "Ada swab yang memang lebih baik dan lebih efektif dengan digital technology, itu mungkin bisa Rp 10 ribu - 20 ribu," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya