Liputan6.com, Jakarta Penyanyi Bjork (biasa ditulis Björk) kembali memberikan pandangannya tentang dunia streaming dan menyebut bahwa platform musik digital seperti Spotify merupakan hal terburuk yang pernah terjadi pada para musisi.
Komentar tersebut disampaikan Bjork dalam wawancara terbaru dengan media Swedia, Dagens Nyheter, saat ia mempromosikan tayangan langsung film konser barunya, Cornucopia, yang debut di platform digital pada 24 Januari 2025.
Advertisement
Dalam diskusi tersebut, Bjork membahas pendekatannya terhadap proses menciptakan musik baru serta mengungkapkan bahwa ia merasa beruntung karena tidak pernah merasa tertekan untuk mengadakan tur hanya demi menciptakan penghasilan semata.
Advertisement
“Musik baru hanya bisa ditanam dalam kegelapan. Agar benih tumbuh menjadi tanaman yang sehat dan kuat, kamu memerlukan privasi. Kamu membutuhkan beberapa tahun di mana tidak ada yang tahu apa yang kamu kerjakan, bahkan dirimu sendiri,” ungkap Bjork saat membahas proses kreatifnya, mengutip NME.
Fokus pada Musik Baru
Bjork juga menanggapi isu adanya jadwal tur baru. Ia menegaskan bahwa saat ini dirinya lebih fokus pada penciptaan musik baru. “Sekarang, saya lebih sibuk menyalurkan semua ide yang ada di dalam diri saya," terangnya.
"Saya merasa jauh dari selesai, sementara waktu terus berjalan. Bagaimana jika saya perlu membuat 20 album lagi? Dengan kecepatan saya, mungkin saya hanya sempat membuat lima album sebelum saya meninggal,” jelasnya menambahkan.
Bjork juga menambahkan, bahwa meskipun tampil langsung di hadapan penggemar merupakan bagian besar dari kariernya, ia bersyukur tidak lagi harus mengandalkan tur untuk menghasilkan uang, seperti yang sering dialami para musisi muda.
“Dalam hal ini, Spotify mungkin adalah hal terburuk yang pernah terjadi pada musisi. Budaya streaming telah mengubah seluruh masyarakat dan generasi artis secara keseluruhan,” katanya.
Advertisement
Kritik Terhadap Spotify dan Budaya Streaming
Ini bukan pertama kalinya Björk menyuarakan pandangannya tentang Spotify. Pada 2015, ia memutuskan untuk tidak merilis album Vulnicura di Spotify karena alasan prinsip.
“Rasanya gila. Bekerja pada sesuatu selama dua atau tiga tahun, lalu hanya berkata, ‘Oh, ini gratis.’ Ini bukan tentang uang; ini tentang rasa hormat. Rasa hormat pada kerajinan dan jumlah kerja yang kau curahkan ke dalamnya,” katanya kala itu.
Sejalan dengan Personel Band Metal Anthrax
Pernyataan Bjork ini sejalan dengan pandangan Charlie Benante, drummer band metal Anthrax. Pada November 2024 lalu, ia menggambarkan streaming musik sebagai tempat “di mana musik mati”.
“Bisa jadi ini alasan bawah sadar mengapa kami tidak membuat album setiap tiga tahun atau semacamnya, karena saya tidak ingin memberikannya secara gratis,” kata Benante.
“Itu pada dasarnya mencuri – mencuri dari artis, oleh orang-orang yang menjalankan situs streaming musik seperti Spotify. Saya tidak berlangganan Spotify. Saya pikir itu adalah tempat di mana musik mati,” ungkapnya menambahkan.
Kontroversi mengenai platform streaming dan dampaknya pada industri musik memang terus menjadi sorotan. Tahun lalu, misalnya, CEO Spotify, Daniel Ek, mendapat kecaman setelah komentarnya tentang biaya “menciptakan konten” dianggap tidak peka oleh banyak pengguna dan musisi.
Advertisement