Kata Kriminolog soal Kasus Pencabulan Anak oleh Pembina Pramuka di Surabaya

Kasus pelecehan dan pemerkosaan anak kembali lagi terjadi di Surabaya pada Juli 2019.

oleh Liputan6.com diperbarui 04 Agu 2019, 20:00 WIB
Diterbitkan 04 Agu 2019, 20:00 WIB
Penangkapan Ditangkap Penahanan Ditahan
Ilustrasi Foto Penangkapan (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Kasus pelecehan dan pemerkosaan anak kembali lagi terjadi di Surabaya pada Juli 2019. 15 anak menjadi korban pencabulan yang dilakukan seorang pembina pramuka berinisial RSS (30). Ia mengaku pertama kali melakukan perbuatan cabul tersebut sejak pertengahan tahun 2016.

Saat melakukan perbuatannya, tersangka merayu korban untuk mengikuti grup pramuka inti.  Aksinya tersebut dilakukan di rumah tersangka di Kupang Segunting, Tegalsari, Surabaya.

Menurut pengakuannya, hal ini ia lakukan sebagai wujud balas dendam karena sewaktu kecil ia juga pernah menjadi korban.

Atas perbuatannya tersebut, tersangka dijerat pasal 80 dan atau pasal 82 UU RI No. 17 tahun 2016 tentang perubahan UU RI Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Menurut kriminolog Universitas Indonesia (UI), Vinita Susanti, alasan tersangka masih harus dibuktikan lebih lanjut setelah pemeriksaan oleh ahli.

"Benar atau tidaknya alasan tersangka masih harus dibuktikan oleh pemeriksaan lebih lanjut untuk mencari tahu apakah betul tersangka memang pernah menjadi korban dan kemudian melakukan tindakan tersebut sebagai balas dendam," tuturnya ketika dihubungi Liputan6.com, ditulis Minggu (4/8/2019).

Pemeriksaan lebih lanjut tersebut juga dilakukan untuk memutuskan apakah tersangka pencabulan belasan anak di Surabaya membutuhkan penanganan psikologis karena tersangka juga merupakan korban saat kanak-kanak.

"Jika memang benar maka harus diberikan penanganan psikologis terlebih dahulu" tambahnya.

Menurut Vinita, kejadian tersebut mengindikasikan ada kelalaian untuk mengontrol anak-anaknya. Berkaca dari hal tersebut, orangtua dituntut untuk melakukan pengawasan ekstra agar anak-anaknya tidak mengalami hal yang serupa.

"Anak harus dibekali pengetahuan dari orangtua agar ia tahu mana bagian badan yang boleh disentuh oleh orang lain, lalu agar anak tidak mudah terkena bujukan orang lain. Orangtua yang ideal harus memiliki kedekatan baik secara psikis maupun fisik kepada anak. Kedekatan ini nantinya akan mempengaruhi pengawasan yang dilakukan orangtua," pungkasnya.

(Tito Gildas, mahasiswa Kriminologi Universitas Indonesia)

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Polda Jatim Tangkap Oknum Pembina Pramuka yang Cabuli 15 Siswa

(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Polda Jatim menangkap pria berinisial (RSS), pembina pramuka asal Surabaya, yang melakukan pencabulan terhadap anak di bawah umur. (Foto:Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Sebelumnya, Anggota unit I Renakta (Remaja, Anak dan Wanita) Subdit IV Direktorat Reserse Kriminal Umum ( Direskrimum) Polda Jatim menangkap pria berinisial (RSS), pembina pramuka asal Surabaya, yang telah melakukan pencabulan terhadap 15 anak di bawah umur.

"Tersangka melakukan tindakan pencabulan sejak pertengahan tahun 2016 sampai dengan 13 Juli 2019," tutur Kabid Hmas Polda Jatim Kombes Pol F. Barung Mangera didampingi Kasubdit IV Ditkrimum Polda Jatim, AKBP Festo Ari Permana, Selasa, 23 Juli 2019.

RSS mengatakan pertama kali melakukan perbuatan cabul kepada anggota pramuka binaannya pada 2016. Korbannya siswa kelas 2 SMP. Saat melakukan perbuatannya, tersangka merayu korban untuk mengikuti grup pramuka inti.  Aksinya tersebut dilakukan di rumah tersangka di Kupang Segunting, Tegalsari, Surabaya.

"Tersangka melakukan tindakan tersebut di rumahnya, di daerah Kupang Segunting, Kecamatan Tegalsari Kota Surabaya," ujar dia.

Atas perbuatan biadab tersebut, tersangka dijerat pasal 80 dan atau pasal 82 UU RI No. 17 tahun 2016 tentang perubahan UU RI Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya