Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak Tolak Hukuman Kebiri Kimia

Pelaku pencabutan terhadap anak Muhammad Aris di Mojokerto menolak hukuman kebiri kimia.

diperbarui 26 Agu 2019, 20:00 WIB
Diterbitkan 26 Agu 2019, 20:00 WIB
Penangkapan Ditangkap Penahanan Ditahan
Ilustrasi Foto Penangkapan (iStockphoto)

Surabaya - Pelaku kekerasan seksual terhadap sembilan anak, Muhammad Aris di Mojokerto memilih hukuman mati ketimbang jalani hukuman kebiri kimia.

"Saya menyesal atas perbuatan saya, tapi saya menolak jika di hukum kebiri, walaupun dipaksa saya tetap menolak, lebih baik dihukum mati. Dikebiri menderitanya seumur hidu. Atau hanya 20 tahun (penjara-red), itu juga sudah setimpal atas perbuatannya saya,” ujar dia kepada Fuad Maja FM, di Lapas Kelas II B Mojokerto, seperti melansir suarasurabaya.net, Senin (26/8/2019).

Ia juga menampik, jika telah melakukan pemerkosaan terhadap anak sebanyak sembilan kali. "Seingat saya, hanya dua kali saya melakukan perbuatan itu. Dulu saya mengaku sebanyak sembilan kali di hadapan penyidik Polres Kota itu saya hanya mengingat-ingat dan masih bingung,” tutur dia.

Ia juga mengaku melakukan kekerasan seksual terhadap anak hanya kebetulan saja tidak sengaja. Dia melakukan aksinya dengan mengiming-imingi korban makanan ringan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Permintaan Kuasa Hukum

Sebelumnya, Handoyo, Kuasa Hukum Muhmmad Aris, pelaku pencabulan anak di Mojokerto meminta kajian lebih mendalam pada fisik dan psikologi klien sebelum hukuman kebiri kimia dijalankan.

Hal ini karena menurut Handoyo, kondisi pelaku kurang stabil. "Dia melakukannya di dalam kamar Masjid, kalau orang waras tidak mungkin melakukan itu,” ujar dia kepada Fuad, reporter Maja FM, melansir suarasurabaya.net, Senin, 26 Agustus 2019.

Sebelumnya, memang penyidik telah melakukan tes kejiwaan, tapi dia rasa masih kurang mendalam. Ia menambahkan, selama mendampingi terhadap Aris, pihaknya merasa kesulitan untuk berkomunikasi, karena pelaku cenderung diam dan tak banyak kata-kata.

Handoyo menuturkan, seharusnya pelaku kebiri kimia mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. “Harus dicari alasannya kenapa sampai melakukan hal itu,” tutur dia.

Selain itu, karena kasus ini sudah inkrah, pihaknya berharap keluarga bisa terbuka dalam kasus ini.

"Mau saya tanyakan kepada pelaku, apakah mengajukan PK atau tidak,” tutur dia saat dikonfirmasi di Lapas Kelas IIB, Mojokerto, Senin, 26 Agustus 2019.

Sebelumnya, Hakim Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto menyatakan Muhammad Aris asal Dusun Mengelo, Desa Sooko, Mojokerto bersalah. Aris terbukti melakukan kekerasan seksual terhadap sembilan anak sejak 2015.

Aris didakwa melanggar Pasal 76D juncto Pasal 81 ayat (2) UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak.

Dia divonis 12 tahun penjara, dan denda Rp 100 juta subside 6 bulan kurungan. Majelis Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa kebiri kimia kepada Aris. Vonis itu tertuang dalam Putusan PN Mojokerto Nomor 69/Pid.sus/2019/PN.Mjk pada 2 Mei 2019.

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Timur juga menolak menjadi eksekutor untuk kebiri kimia terpidana Muhammad Aris. Hal ini dinilai melanggar kode etik.

"Payung hukum belum ada, putusan ini juga belum jelas bagaimana eksekusinya, suntikan apa dan siapa yang melakukan. Karena IDI juga sudah menolak,” tutur Ketua IDI Jatim, dr Poernomo Budi Setiawan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya