Liputan6.com, Surabaya - Petugas jaga PT Classic Prima Karpet mulai Sabtu 28 September kemarin, pukul 15.00 WIB hingga Minggu pagi 29 September 2019, pukul 07.00 WIB, kembali mengevakuasi 16 drum lumpur dari dalam rumah yang dihuni oleh pasangan Lisawati dan Setiawan di Jalan Kutisari Indah Utara III/19 Surabaya, Jawa Timur.
"Update sumber lumpur minyak di Kutisari sampai pukul 07.00 WIB, dari petugas jaga kami terkumpul 16 drum besar, masih di TKP," tutur HRD PT Classic Prima Karpet, Waskito kepada Liputan6.com, Minggu (29/9/2019).
Waskito menuturkan, luapan lumpur yang sudah tujuh hari ini belum pernah berhenti, saat ini sudah dalam kategori mencair.
Advertisement
"Keluar dari sumbernya sudah dominan air, hanya kandungan minyak dan gasnya menunggu petugas dari PGN saja," ujar Waskito.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Kadar Minyak Menurun
Sebelumnya, semburan lumpur yang mengandung minyak dan gas di pekarangan rumah Liswati, warga Perumahan Kutisari Indah Utara III/19, Kecamatan Tenggilis Mejoyo, Surabaya, Jawa Timur, pada Senin 23 September 2019 dan Kamis, 26 September 2019 mulai menurun kadar minyaknya.
"Sudah cair banget yang keluar. Kalau kemarin-kemarin kental. Mayoritas air, tapi sepertinya masih ada kandungan minyak mentahnya," kata salah seorang warga setempat yang juga Ketua Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPRD Surabaya, William Wirakusuma di Surabaya, Jumat 27 September 2019.
Selain itu, lanjut dia, bau gas methana juga mulai berkurang tidak seperti pada saat semburan lumpur pertama kali keluar pada Senin, 23 September 2019. Hingga saat ini masih ada dua titik semburan minyak bercampur air yang debitnya mulai berkurang, dilansir dari Antara.
Menurut dia, lumpur bercampur air dan minyak tersebut ditampung dalam sebuah drum. Hingga saat ini sudah terkumpul sekitar tujuh drum.
Advertisement
Pantau Perkembangan Semburan Lumpur Selama Sepekan
Wakil Wali Kota Surabaya, Whisnu Sakti Buana mengatakan,Pemerintah Kota Surabaya melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) akan memantau perkembangan semburan lumpur tersebut selama sepekan.
"Debitnya mulai berkurang terus. Dalam satu minggu ini kalau bisa tutup ya ditutup," ujar dia.
Soal drum berisi lumpur bercampur minyak dan air, Whisnu mengatakan pihaknya menyerahkan ke pihak terkait dalam hal ini Pertamina. "Kalau itu dibuang nanti jadi polusi. Soalnya itu minyak mentah," katanya.
Sejauh ini, lanjut dia, pihaknya menduga memang Surabaya khususnya di kawasan Kutisar dahulunya merupakan bekas tambang minyak, sehingga bisa jadi adanya semburan lumpur tersebut muncul karena itu.
"Tapi sekarang tidak ada tambang minyak lagi di Surabaya. Itu muncul mungkin karena kondidsi panas, kemarau dan sebagainya," katanya.
Saat ditanya apakah dalam sepekan perlu relokasi warga, Whisnu mengatakan tidak perlu warga direlokasi. "Tidak sampai relokasi, itu jelas jelas minyak," ujar dia.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya Eko Agus Supiadi sebelumnya mengatakan petugas DLH telah mengecek semburan lumpur di Perumahan Kutisari Indah Utara III Nomor 19 itu, yang kemudian dinilai bisa masuk dalam kategori berbahaya karena kualitas udara di sekitar lokasi kejadian ada peningkatan, atau tepatnya ada peningkatan suhu udara.
"SO2 (Sulfur Dioksida)-nya di atas rata-rata, melebihi batas mutu," ujarnya.
Eko pun menyebut, batas normal SO2 adalah 900 mikrogram per meter kubik. Sementara, dari pengukuran yang dilakukan di lokasi semburan dengan alat gas monitoring kit, kadar SO2-nya mencapai 1.396,36. Hasil pengecekan sementara juga mengandung belerang.
Selain SO2, DLH juga mengukur Nitrogen Oksida (NO), ozon permukaan (O3), dan Karbon Monoksida (CO). Hasilnya, NO hasilnya 0,0 mikrogram per meter kubik, O3 hasilnya 67,86, serta CO-nya 2.165,1. Sementara temperatur tercatat 27,9 derajat.
Mengenai tindakan selanjutnya, Eko mengatakan DLH Surabaya akan terus berkomunikasi dengan tim dari Energi Sumber Daya Manusia (ESDM) Provinsi Jatim.