Kapasitas Pengujian Labkesda Surabaya Bakal Capai 4.000 Spesimen Terkait COVID-19

Kepala Pusat Diagnostik dan Riset Penyakit Infeksi Fakultas Kedokteran Unand Dr dr Andani menyatakan siap membantu Pemkot Surabaya dalam meningkatkan kapasitas pengujian spesimen.

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Jul 2020, 14:31 WIB
Diterbitkan 20 Jul 2020, 14:31 WIB
Suasana rapid test massal di Surabaya
Suasana rapid test massal di Surabaya Kamis(11/6) (sumber: Dinas Kesehatan Kota Surabaya/@sehatsurabayaku)

Liputan6.com, Jakarta - Kapasitas pengujian spesimen di Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Surabaya bakal ditingkatkan. Bahkan, pada akhir Agustus 2020, kapasitas pengujian lab ditargetkan mencapai 4.000 sampel.

Hal ini bertujuan untuk mempercepat proses penanganan dan memutus mata rantai penyebaran COVID-19 di Surabaya.

Pernyataan ini disampaikan langsung Kepala Pusat Diagnostik dan Riset Penyakit Infeksi Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas (Unand), Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar), Dr dr Andani Eka Putra di sela kunjungannya ke Kota Surabaya, Minggu (19/7/2020).

"Di Surabaya tracing banyak, tapi tracing tidak bisa dilanjutkan dengan PCR karena keterbatasan kapasitas. Makanya saya usahakan dalam minggu pertama Agustus, lab itu bisa beroperasional. Kemudian minggu terakhir Agustus atau minggu pertama September, target saya sudah masuk ke 4000,” kata Dr dr Andani sapaan lekatnya.

Dr dr Andani sendiri diutus langsung oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) ke Jawa Timur untuk berbagi pengalamannya dengan para dokter atau tim medis terkait upaya percepatan penanganan COVID-19. Hal itu berkaca dari kesuksesannya dalam menangani kasus COVID-19 di Sumatera Barat.

Sebelumnya, pada Sabtu, 18 Juli 2020, Dr dr Andani juga sempat berdiskusi langsung dengan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma), terkait bagaimana upaya penanganan Covid-19 di Surabaya.

Khususnya kapasitas pengujian spesimen di laboratorium milik Pemkot Surabaya itu. Bahkan, ia juga sempat meninjau langsung tempat pengujian COVID-19 di Labkesda Surabaya.

Dari hasil tinjauannya itu, Dr dr Andani menyatakan siap membantu Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dalam meningkatkan kapasitas pengujian spesimen di Labkesda Surabaya.

Dia menuturkan, tracing yang dilakukan Pemkot Surabaya begitu masif. Namun, hal ini tentunya juga harus diimbangi dengan kapasitas pengujian sampel.

"Oleh sebab itu BNPB harus suplai semua kebutuhannya. Hari ini saya inventarisir semua kebutuhannya (Labkesda), akan saya kirim ke Surabaya. Nah, akan saya atur supaya bisa cepat diadakan, target kita itu,” ungkap dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Dukung SDM

Suasana rapid test massal di Surabaya
Suasana rapid test massal di Surabaya Kamis(11/6) (sumber: Dinas Kesehatan Kota Surabaya/@sehatsurabayaku)

Di samping membantu terkait kebutuhan alat di Labkesda Surabaya, pihaknya juga menyatakan siap mendukung untuk tenaga SDM (Sumber Daya Manusia).

"Jadi kita akan tambah SDM (labkesda) nanti pelan-pelan sampai 60 orang, kita latih dia. Kita libatkan teman-teman juga dari FK Unair," papar dia.

Tak hanya itu, Dr dr Andani menyebut, sembari menunggu Labkesda Surabaya ini beroperasi maksimal, untuk sementara waktu sampel hasil tracing akan dikirim ke lab di Unand Kota Padang. Di laboratorium Unand Padang, pengujian spesimen bisa mencapai 3000 per hari.

"Kita kirim langsung (sampel dari Surabaya) ke lab di Unand Padang, Insya Allah saya bisa bantu," terangnya.

Dr dr Andani mengatakan, tingginya jumlah kasus karena banyaknya pemeriksaan yang dilakukan itu belum tentu jelek. Sebab, jumlah kasus itu tidak sama dengan jumlah kasus positif. Jika di Kota Surabaya semakin banyak jumlah kasus yang diperiksa, maka positivity rate cenderung akan turun.

"Karena kita berhasil memotong penularan. Biasanya makin banyak testing, positivity rate makin turun. Sepanjang positivity rate tidak naik itu baik," ujar dia.

Kenapa demikian? Dr dr Andani menjelaskan, prinsip utama dalam pemeriksaan COVID-19 adalah bagaimana memutus mata rantai penularan.

Jika yang ditemukan oleh Pemkot Surabaya itu adalah orang-orang tanpa gejala atau gejala ringan, maka itu justru hal yang baik. "Sebab orang-orang itu yang justru berpotensi sebagai penular," pungkasnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya