Liputan6.com, Jakarta - Setiap 29 September ternyata tidak hanya memperingati Hari Jantung Sedunia. Di Indonesia, pada 29 September juga diperingati Hari Sarjana Nasional.
Akan tetapi, memang masih banyak yang belum mengetahui tentang ditetapkannya 29 September sebagagi Hari Sarjana Nasional. Lantaran belum pernah ada perayaan atau peringatan khusus yang ditetapkan negara untuk memperingati Hari Sarjana Nasional.
Bahkan masih belum ada jurnal dan riset tentang latar belakang atau sejarah ditetapkannya 29 September sebagai Hari Sarjana Nasional. Demikian mengutip berbagai sumber, ditulis Selasa, (29/9/2020).
Advertisement
Baca Juga
Meski demikian, Hari Sarjana Nasional bertujuan untuk mengapresiasi para sarjana yang telah berhasil mencapai gelarnya. Hal ini mengingat ke depan, para sarjana ini yang akan menahkodai bangsa Indonesia.
Sejak dahulu para pelajar menjadi andalan demi mewujudukan cita-cita bangsa. Contohnya selama era penjajahan, banyak kaum terpelajar yang menjadi sosok pemikir dan pemimpin untuk memerdekakan Indonesia.
Bicara soal Hari Sarjana Nasional, Liputan6.com merangkum sejumlah serba serbi terkait Hari Sarjana Nasional. Hal itu mulai dari sosok tokoh yang meraih gelar sarjana pertama di Indonesia dan kondisi pendidikan di Jawa Timur, seperti dirangkum dari berbagai sumber.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Sarjana Pertama di Indonesia
Mengutip Brilio.net, Raden Mas Panji Sosrokartono, yang merupakan kakak kandung Kartini adalah sosok pribumi pertama yang bergelar sarjana. Sosok Kartono memang tidak setenar Kartini. Meski demikian, Kartono juga sosok yang peduli terhadap pendidikan di Indonesia.
Kartono mendapatkan dukungan dari ayahnya, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat untuk sekolah tinggi hingga ke Belanda. Kartono berhasil menamatkan belajarnya di Leiden University, Belanda, Jurusan Bahasa dan Kesusastraan Timur. Demikian mengutip dari buku Bunga Rampai Sikap Hidup Drs RMP Sosrokartono sebagai Pedoman bagi Generasi Penerus" tulisan Moesseno Kartono.
Kartono juga menguasai 24 bahasa asing dan 10 bahasa suku Nusantara, yang membuatnya dijuluki "si Jenius" oleh teman-temannya. Pria kelahiran 10 April 1877 ini tercatat sebagai sosok pribumi pertama yang meraih gelar sarjana.
Tak hanya itu, ia juga orang Indonesia pertama yang pandai mengusai banyak bahasa (Polyglot). Kelebihan itu membuat Kartono sempat menjadi wartawan di salah satu surat kabar ternama di Amerika Serikat, New York Herald Tribune.
Kartono dipuji mantan Wakil Presiden RI pertama, Mohammad Hatta, sebagai salah satu manusia cerdas dari Indonesia.
Kartono meneruskan perjuangan adiknya dengan cara yang berbeda. Jiwa sosial yang dia miliki memaksanya untuk mendirikan sekolah dan perpustakaan di Bandung. Kartono dengan tulus hati mengabdi untuk dunia pendidikan Indonesia.
Advertisement
Jenjang Pendidikan Pemuda di Jawa Timur
Bicara soal pendidikan di Jawa Timur, pada 2019, sebesar 37,05 persen pemuda di Jawa Timur telah menempuh pendidikan dasar sembilan tahun atau memiliki ijazah SMP atau sederajat.
Pemuda yang telah menuntaskan wajib belajar 12 tahun atau memiliki ijazah SMA/sederajat sebesar 37,99 persen. Hanya sekitar 9,6 persen pemuda Jawa Timur yang telah menuntaskan pendidikannya pada perguruan tinggi.
Dengan memperhatikan angka rata-rata lama sekolah (10,74 tahun) dan persentase pemuda Jawa Timur yang berijazah Perguruan Tinggi, menunjukkan masih banyak pemuda Jawa Timur yang tidak melanjutkan/tidak menyelesaikan pendidikannya sampai perguruan tinggi. Demikian mengutip dari publikasi statistik pemuda Jawa Timur 2019 yang dikeluarkan oleh BPS Jawa Timur.
Padahal pendidikan tinggi memiliki fungsi yang sangat penting, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk lingkungan sekitar, serta membangun Jawa Timur lebih maju.
Dari semua jenjang pendidikan, pendidikan pemuda di Jawa Timur didominasi oleh pemuda yang memiliki ijazah SMA/sederajat, kemudian diikuti pemuda berijazah SMP/sederajat. Sementara itu masih terdapat 2,83 persen pemuda Jawa Timur tidak memiliki ijazah SD (tidak pernah sekolah atau tidak tamat SD/sederajat).
Berdasarkan tipe daerah, terlihat bahwa pemuda di perkotaan yang menamatkan jenjang pendidikan SMA ke atas persentasenya lebih besar dibandingkan dengan pemuda di perdesaan (54,15 persen berbanding 39,44 persen).
Sementara itu persentase pemuda yang menamatkan jenjang pendidikan SMP ke bawah lebih banyak di daerah perdesaan daripada di perkotaan.
Berdasarkan jenis kelamin, persentase pendidikan yang tamatkan oleh pemuda lakilaki maupun perempuan terbanyak pada jenjang SMP dan SMA. Sementara itu pada jenjang Perguruan Tinggi, tampak bahwa persentase pemuda laki-laki lebih kecil dibandingkan pemuda perempuan (8,41 persen berbanding 10,81 persen).
Sedangkan angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) lulusan sarjana di Jawa Timur pada Februari 2020 masih cukup tinggi. Dari 0,82 juta penduduk Jawa Timur yang menganggur, 4,45 persen adalah lulusan sarjana universitas. Tertinggi ketiga penyumbang jumlah pengangguran setelah lulusan SMK dan SMA.
(Ihsan Risniawan- FIS UNY)