Liputan6.com, Surabaya - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Jatim memasang sejumlah alat pemantau gempa di seluruh kabupaten/kota. Termasuk di Surabaya sebagai salah satu kota yang berpotensi gempa karena sesar Kendeng aktif.
Advertisement
Koordinator Bidang observasi dan informasi, BMKG Stasiun Geofisika Pasuruan Suwarto mengatakan, ada beberapa peralatan perekam gempa terpasang di Jatim. Antara lain accelerograph untuk merekam percepatan gerakan tanah, seismograph yang berguna merekam data ketika terjadi getaran gempa bumi kemudian diolah guna memperoleh parameter episentrum gempa.
Saat ini accelerograph telah terpasang di 48 titik. Mulai dari Banyuwangi, Pacitan, Tuban hingga Madura. Pemasangan merata di seluruh kabupaten/kota di Jatim. Sedangkan seismograf telah terpasang di 50 titik.
"Seluruh Jatim terpasang merata," kata Suwarto, Kamis (27/5/2021) seperti dilansir dari TimesIndonesia.
Alat pendeteksi gempa sendiri berbagai macam. Misal untuk penyebaran, menggunakan Warning Receiver System (WRS) New Generation terpasang di 31 lokasi dan WRS Digital Video Broadcast (DVB) di 18 titik lokasi.
"Jadi mulai dari pengumpulan data, sampai penyebaran informasi gempa itu kita fasilitasi atau kita pasang di seluruh Jatim," tandasnya.
BMKG tahun ini juga akan menambah pemasangan 1 unit seismograf di Kepulauan Kangean, Madura. Kemudian tambahan desiminasi atau pengiriman informasi gempa bumi berupa WRS di 5-6 lokasi di Jatim.
"Jadi ketika ada gempa itu kita kirim ke situ. Jadi itu salah satu mode info BMKG," ujar Suwarto.
Dia menjelaskan, semua peralatan terpasang ini berfungsi setelah terjadi gempa. Alat-alat tersebut mendeteksi gempa, merekam getaran dan kemudian menganalisa.
"Baru alat ini merekam, jadi bukan sebelum gempa. Nanti gempanya terjadi di mana, kemudian untuk menganalisa lagi, kita memasang alat yang lain intensity meter namanya. Merekam intensitas getaran di lokasi itu berapa MMI," ungkapnya.
Khusus Surabaya, BMKG memasang intensity meter di 15 lokasi. Surabaya memang mendapat unit terbanyak dibandingkan kota lain.
Alat ini digunakan untuk mengetahui intensitas guncangan gempa bumi dan untuk mengukur tingkat kerusakan, akibat gempa bumi dalam satuan Modified Mercalli Intensity (MMI). Dari I MMI hingga XII MMI.
Saat gempa terjadi, intensity meter langsung terkoneksi secara langsung dan akan terlihat di alat digitizer pada intensity meter yang sebelumnya telah terpadang di daerah-daerah. Ada alasan mengapa Surabaya menerima porsi pemasangan terbanyak.
"Karena memang kemarin ada program dari BMKG Pusat, kita pasang untuk lokasi atau kota-kota besar semacam pilot project. Kemarin kan sempat jadi perhatian sesar Kendeng itu yang di Surabaya. Nah, itu yang coba kita pasang di situ. Ketika nanti ada aktivitas nanti bisa tercatat di situ," kata Suwarto.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Sesar Kendeng
Sebab dari hasil penelitian dan kajian, sesar Kendeng termasuk sesar aktif dan terus mengalami pergerakan meskipun tidak signifikan. Berdasarkan peta sumber gempa atau Pusat Studi Gempa Nasional (Pusgen), Surabaya terdapat sesar Waru dan sesar Surabaya.
"Jadi memang termasuk aktif, tetapi memang pergerakannya tidak kelihatan. Satu tahun itu mungkin hanya sekitar 2 cm. Jadi tidak signifikan, tapi memang ada pergerakan," imbuhnya.
Namun Suwarto juga mengingatkan, bahwa gempa tektonik yang belakangan terjadi seperti di Malang dan Blitar tidak memiliki korelasi dengan pergerakan sesar Kendeng.
"Beda sumbernya, jadi kalau gempa kemarin yang di Malang dan Blitar itu akibat subduksi atau pertemuan dua lempeng tektonik yang di Indo Australia dengan Euro Asia. Nah, kalau yang di Surabaya itu kan sesar. Artinya patahan yang ada di daratan," beber Suwarto.
Sehingga kejadian gempa Malang dan Blitar tidak berpengaruh langsung terhadap sesar atau patahan yang ada di Surabaya.
"Beda sumber, beda segmen kemudian jaraknya juga jauh. Jadi tidak berdampak ke Surabaya," tandas Koordinator Bidang observasi dan informasi, BMKG Stasiun Geofisika Pasuruan, Suwarto.
Advertisement