Antisipasi Gempa Besar di Lebak Banten, BMKG Gelar Sekolah Lapangan Kegempaan

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati menjelaskan bahwa gempa bumi di wilayah Banten terjadi karena aktivitas subduksi megathrust di Selatan Banten yang berpotensi tsunami.

oleh Yopi Makdori diperbarui 27 Mei 2021, 10:05 WIB
Diterbitkan 27 Mei 2021, 10:05 WIB
Gempa Bumi
Ilustrasi Gempa Bumi (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menggelar Sekolah Lapangan Kegempaan di Kabupaten Lebak, Banten. Kabupaten Lebak disebut menjadi salah satu fokus karena daerah itu dianggap memiliki tingkat kerawanan yang tinggi terhadap gempa bumi dan tsunami.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati menjelaskan, bahwa gempa bumi di wilayah Banten terjadi karena aktivitas subduksi megathrust di Selatan Banten yang berpotensi mengakibatkan gempa kuat yang dapat disertai tsunami

Sebagai contoh gempa bumi Pangandaran 17 Juli 2006. Merupakan salah satu contoh peristiwa gempa megathrust yang membangkitkan tsunami hingga menimbulkan kerusakan infrastruktur pantai dan menelan korban jiwa cukup besar.

Dwikorita menerangkan kejadian bencana sebelumnya adalah jejak-jejak sejarah yang harus dibaca dan dianalisis dengan cermat untuk menguatkan langkah nyata dalam mitigasi dan kesiapan penyelamatan masyarakat di daerah rawan. 

Dengan dukungan data kegempaan yang ada, BMKG berupaya untuk menganalisis dan mensimulasikan secara matematis, agar dapat memperhitungkan potensi kejadian terburuk yang harus dimitigasi. Termasuk potensi gempa di wilayah Lebak.

"Mengetahui potensi  dengan skenario terburuk tersebut, kita harus selalu berlatih untuk mengantisipasi kemungkinan dampak terburuk akibat gempa bumi yang dapat disertai tsunami di pesisir Pantai Lebak, Provinsi Banten", ucap Dwikorita dalam keterangan tulis, Kamis (27/5/2021).

Menurutnya dengan melakukan latihan rutin menggunakan skenario atau kemungkinan terburuk, masyarakat akan menjadi mahir dalam merespons lanjut Peringatan Dini tsunami BMKG yang disampaikan melalui BPBD/PUSDALOPS setempat.

"Kita tidak pernah tahu kapan bencana itu terjadi, sehingga kita perlu melakukan langkah antisipasi dan mitigasi yang tepat sejak dini," ucap Dwikorita.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Bentuk Usaha Demi Keselamatan

Dwikorita menyebut, selain untuk mengantisipasi, Sekolah Lapang Gempa Bumi adalah bentuk ikhtiar untuk keselamatan bersama. 

"Yang tidak kalah penting adalah juga selalu berdoa sambil berikhtiar agar terhindar dari bencana," katanya.

Deputi bidang Geofisika BMKG, M. Sadly mengatakan Sekolah Lapang Gempa Bumi berupaya memperkuat dan meningkatkan kapasitas daerah untuk lebih tanggap dan tangguh terhadap gempabumi dan tsunami, terutama  bagi masyarakat dan sekolah. 

"Tingkat risiko tsunami tersebut dapat kita kurangi dengan meningkatkan kapasitas, kesiapsiagaan Pemerintah Daerah dan masyarakat sekitar dalam menghadapi bencana tersebut," kata Sadly.

Sekolah Lapang Gempa Bumi ini juga menjadi bentuk upaya untuk mewujudkan Masyarakat Siaga Tsunami yang ditetapkan Unesco-IOC. Untuk mewujudkan Masyarakat Siaga Tsunami, maka komunitas harus memiliki 12 indikator yang telah ditetapkan, diantaranya ialah membuat Peta Rawan Bahaya dan Peta Evakuasi Tsunami.  

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya