Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa kasus pembunuhan berencana Ferdy Sambo bakal menjalani sidang putusan kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin 13 Februari besok.
Sidang putusan digelar setelah melalui rentetan panjang persidangan yang dimulai dengan sidang dakwaan pada 17 Oktober tahun lalu. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam dakwaannya mendakwa mantan Kadiv Propam tersebut dengan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Brigadir J dengan pasal 340 KUHP subsider pasal 338 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam proses persidangan, Sambo juga melakukan pembelaan dengan menyampaikan sejumlah poin yang diharapkan bisa meringankan putusah hakim terhadap kasusnya.
Advertisement
Berikut 10 poin penting pleidoi Ferdy Sambo yang disampaikan pada sidang pembelaan 24 Januari 2024:
Pertama, bahwa sejak awal saya tidak merencanakan pembunuhan terhadap korban Yosua karena peristiwa tersebut terjadi begitu singkat dan diliputi emosi mengingat hancurnya martabat saya juga istri saya yang telah menjadi korban perkosaan.
Kedua, dalam pemeriksaan saya telah berupaya untuk menyajikan semua fakta yang saya ketahui, termasuk mendorong saksi atau terdakwa lain sebagaimana dalam keterangan Kuat Ma'ruf untuk mengungkap skenario tidak benar pada saat pemeriksaan oleh Patsus di tingkat penyidikan.
Ketiga, Saya telah mengakui cerita tidak benar mengenai tembak-menembak di rumah Duren Tiga 46.
Keempat, saya telah menyesali perbuatan saya, meminta maaf dan siap bertanggungjawab sesuai perbuatan dan kesalahan saya.
Kelima, saya telah berupaya untuk bersikap kooperatif selama menjalani persidangan, menyampaikan semua keterangan yang memang saya ketahui.
Dianugerahi Bintang Bhayangkara Pratama
Keenam, saya telah mendapatkan hukuman dari masyarakat (social punishment) yang begitu berat tidak saja terhadap diri saya, namun juga terhadap istri, keluarga, bahkan anak-anak kami.
Ketujuh, baik saya maupun istri saya telah didudukkan sebagai terdakwa dalam persidangan ini dan berada di dalam tahanan, sementara empat orang anak-anak kami terkhusus yang masih balita juga punya hak dan masih membutuhkan perawatan juga perhatian dari kedua orang tuanya.
Kedelapan, sebelumnya saya tidak pernah melakukan tindak pidana di masyarakat, melakukan pelanggaran etik maupun disiplin di Kepolisian.
Kesembilan, saya telah 28 tahun mengabdikan diri kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepada nusa dan bangsa, sehingga atas kesetiaan dan dharma bakti tersebut saya telah dianugerahi Bintang Bhayangkara Pratama yang diberikan oleh Bapak Presiden Republik Indonesia. Saya juga telah mendapatkan penghargaan tertinggi dari Polri berupa 6 PIN Emas Kapolri atas pengungkapan berbagai kasus penting di Kepolisian, antara lain: pengungkapan kasus narkoba jaringan internasional dengan penyitaan barang bukti 4 ton 212 kilogram (kg) sabu. Pengungkapan kasus Djoko Chandra, pengungkapan kasus tindak pidana perdagangan orang yang menyelematkan pekerja migran Indonesia di luar negeri, dan banyak pengungkapan kasus besar lainnya.
Kesepuluh, atas perkara ini saya telah dijatuhi hukuman administratif dari POLRI berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) sebagai anggota POLRI, akibatnya saya telah kehilangan pekerjaan, dan tidak lagi mendapatkan hak-hak apapun termasuk uang pensiun, sehingga saya telah kehilangan sumber penghidupan bagi saya dan keluarga."
Advertisement