Soroti Polemik Pergantian Wakil Ketua MPR: Ngapain Menunggu Proses Hukum yang Inkracht

Pakar hukum tata negara Refly Harun menyatakan, penundaan Tamsil Linrung sebagai Wakil Ketua MPR dari unsur DPD karena harus menunggu proses hukum yang dilakukan Fadel Muhammad, adalah hal yang tidak tepat.

oleh Yusron Fahmi diperbarui 17 Mar 2023, 15:57 WIB
Diterbitkan 17 Mar 2023, 15:34 WIB
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun (Liputan6.com/Miftahul Hayat)
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun (Liputan6.com/Miftahul Hayat)

Liputan6.com, Jakarta - Pakar hukum tata negara Refly Harun menyatakan, penundaan Tamsil Linrung sebagai Wakil Ketua MPR dari unsur DPD karena harus menunggu proses hukum yang dilakukan Fadel Muhammad, adalah hal yang tidak tepat.

“Ngapain menunggu proses hukum yang inkracht. Kalau begitu caranya, setiap pergantian apapun, gugat saja di pengadilan. Tidak akan pernah selesai selesai. Itu cara berpikirnya orang yang tidak paham hukum” kritik Refly, dalam siaran pers, Jumat (17/3/2023).

Refly menyayangkan pelantikan yang tertunda berlarit-larut ini. Padahal, menurutnya, penundaan pelantikan ini tidak berdasar.

Pimpinan MPR tidak berhak menilai proses politik yang terjadi di DPD. Dinamika di lembaga para senator itu, hanya bisa dibatalkan oleh anggota DPD. Pembatalan itu pun mesti melalui paripurna.

Proses politik pemberhentian Fadel dan terpilihnya Tamsil Linrung, tidak boleh dibatalkan atau ditunda hanya karena adanya gugatan kepada Ketua DPD RI.

“Itu adalah keputusan politik. Keputusan politik itu, tidak bisa di PTUN kan. Adapun Surat Keputusan (SK) pimpinan, itu akibat dari keputusan politik. Sama seperti misalnya, tidak bisa kita membatalkan hasil Pemilu dengan menggugat SK Presiden” papar Refly.

Sementara Wakil Ketua MPR Tamsil Linrung membeberkan, telah hadir memenuhi surat panggilan PTUN Jakarta untuk memberikan keterangan.

Menunggu Respons Pimpinan MPR

Gedung DPR
Gedung DPR/MPR di Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta. (Liputan6.com/Devira Prastiwi)

“Saya telah memberikan keterangan kepada PTUN. Menjelaskan secara komperhensif disertai dokumen tertulis setebal 149 halaman. Dokumen tersebut juga dalam proses dikirim kepada Ketua MPR dan para Wakil Ketua MPR, serta ditembuskan ke fraksi masing-masing,” ungkap Tamsil.

Menurut senator asal Sulawesi Selatan ini, ia menunggu respons dari pimpinan MPR. Tamsil juga mempertimbangkan untuk mengambil langkah-langkah hukum yang diperlukan. Tamsil menilai sikap pimpinan MPR membahayakan lembaga tinggi negara tersebut, karena menimbulkan preseden ketidakpatuhan pada sistem ketatanegaraan.

Infografis Pidana Pengkritik DPR
Infografis Pidana Pengkritik DPR
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya