Eri Cahyadi Beber Filosofi di Balik Kemeriahan Festival Rujak Uleg Surabaya 2024

Festival Rujak Uleg 2024 yang digelar di Balai Kota berlangsung meriah. Antusiasme masyarakat dari berbagai daerah tidak pernah surut setiap kali Pemkot Surabaya menggelar festival tahunan ini.

oleh Tim Regional diperbarui 20 Mei 2024, 13:03 WIB
Diterbitkan 20 Mei 2024, 13:03 WIB
Festival Rujak Uleq  digelar di Balai Kota Surabaya. (Istimewa)
Festival Rujak Uleq digelar di Balai Kota Surabaya. (Istimewa)

Liputan6.com, Surabaya - Festival Rujak Uleg 2024 yang digelar di Balai Kota berlangsung meriah. Antusiasme masyarakat dari berbagai daerah tidak pernah surut setiap kali Pemkot Surabaya menggelar festival tahunan ini. 

Festival Rujak Uleg 2024 yang mengusung tema ‘The History of Rujak Cingur’.

Menariknya, dalam Festival Rujak Uleg hari ini, ada penampilan teatrikal bertema Pasar Suroboyo hingga fashion show busana ‘Akulturasi Budaya Surabaya’.  

Dalam fashion show busana itu, ada sekitar 128 peserta yang diikuti oleh jajaran organisasi perangkat daerah (OPD) Pemkot Surabaya. Masing-masing peserta fashion show itu, memperagakan busana Surabaya European Style, Surabaya Oriental Looks, Surabaya Ampel's Fusion, dan Surabaya Local Pride.

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengungkapkan alasan dipilihnya tema ‘The History of Rujak Cingur’ dalam Festival Rujak Uleg 2024. Menurutnya, rujak uleg adalah simbol dari rasa kebersamaan, toleransi, persatuan, kesatuan, dan gotong royong warga Surabaya.   

“Tadi kan disampaikan bagaimana cerita teatrikal sedikit, Surabaya diduduki Belanda. Ketika itu, Belanda meminta agar warga pindah dari Kota Surabaya untuk dikuasai. Tetapi, bagaimana warga Surabaya menjadi satu kesatuan mengusir Belanda, dan itu dituangkan di dalam rujak uleg,” ungkap Eri Cahyadi, Senin (20/5/2024).  

Eri Cahyadi menjelaskan, rujak uleg diibaratkan sebagai Kota Surabaya, yang didalam terdapat berbagai suku, agama, serta lapisan masyarakat menjadi satu bagian.

“Seperti rujak uleg, tanpa ada cingur, maka tidak akan terasa. Tanpa ada petis juga akan hambar. Maka dari itu, Surabaya tanpa ada agama Kristen maka terasa hambar, tanpa ada agama Islam juga tidak akan terasa, tanpa ada agama Buddha juga tidak akan terasa. Begitu pula tanpa ada suku, Tionghoa, Jawa, Madura, semuanya tidak akan terasa, maka itulah Surabaya dibangun atas nama kebersamaan seperti rujak uleg,” jelas Wali Kota Eri. 

 

Jaga Rasa Kebersamaan dan Kekeluarga

Wali kota Surabaya Eri Cahyadi. (Dian Kurniawan/Liputan6.com)
Wali kota Surabaya Eri Cahyadi. (Dian Kurniawan/Liputan6.com)

Eri berharap, warga Surabaya tetap menjaga rasa kebersamaan dan kekeluarga yang telah dibangun saat ini. Ia menilai, Surabaya saat ini masih belum merdeka dari kemiskinan, stunting, hingga putus sekolah.

“Maka dari itu kita membutuhkan kekuatan kebersamaan seperti filosofi Rujak Uleg, menjadi satu bagian besar dan membentuk Kampung Madani, kampung yang beradab untuk mewujudkan kesejahteraan warga Surabaya,” harapnya. 

Ia menerangkan, tema Festival Rujak Uleg akan berbeda di setiap tahunnya. Perbedaan tema itu tidak hanya untuk menarik minat masyarakat, akan tetapi juga dilihat dari segi venue yang digunakan. 

Menurutnya, kapasitas di masing-masing tempat itu berbeda. Kalau di balai kota, bisa menampung sekitar 8.000 lebih pengunjung.

“Kalau kita mengenang Kota Lama, maka akan kembali ke Kota Lama, akan tetapi jikalau nanti itu terkait tema berbeda itu bisa di Balai Kota. Sehingga tema akan mempengaruhi tempat. Nah, kalau di Kya-Kya kelihatannya penuh tapi (kapasitasnya) tidak sepenuh di Balai Kota,” terangnya. 

Infografis 6 Hewan Peliharaan Populer
Infografis 6 Hewan Peliharaan Populer (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya