Christian Danneman Eriksen merupakan pemain sepak bola profesional asal Denmark. Eriksen lahir di Kota Middelfart pada 14 Januari 1992 dari pasangan Thomas Eriksen dan Dorthe Eriksen.
Eriksen memiliki darah pesepakbola yang diturunkan langsung dari Sang Ayah. Dimana, Thomas Eriksen merupakan eks pemain sepak bola lokal yang ada di Denmark dan beralih profesi sebagai pelatih kala sudah tak aktif bermain di atas lapangan hijau.
Alhasil, Eriksen kecil sudah diperkenalkan dengan si kulit bundar oleh Sang Ayah. Bahkan Eriksen tercatat sudah menimba ilmu di akademi sepak bola lokal sejak berusia 3 tahun.
Ia mulai mempelajari teknik dasar sepak bola di Akademi Middelfart. Kebetulan, Sang Ayah memang menjadi salah satu pelatih di akademi tersebut. sehingga, sangat wajar Eriksen sudah diajak untuk mengolah bola sejak dini.
Usai lima tahun menimba ilmu di Akademi Middelfart, Eriksen memutuskan untuk pindah ke Akademi Odense Boldklub. Alasan kepindahan Eriksen ke akademi ini adalah karena dirinya mencoba mengincar kesempatan bermain di kompetisi antar remaja di Denmark.
Betul saja, kepindahan Eriksen tampaknya menjadi langkah yang tepat. Bakat alamiahnya semakin terlihat kala diberikan kesempatan bermain di kompetisi antar remaja di Denmark.
Ia bahkan diberikan pujian oleh Tonny Hermansen, pelatih Akademi Odense Boldklub karena memiliki kemampuan di atas rata-rata. Bahkan, menurut Tonny, Eriksen memiliki dribbling serta teknik tendangan bebas yang apik.
Tak hanya dipuji, Eriksen juga sukses membawa akademinya meraih gelar juara di kejuaraan remaja di Denmark. Hal ini dilakukan Eriksen setahun pasca membela Akademi Odense Boldklub atau tepatnya pada tahun 1996.
Awal Karier Profesional
Penampilan gemilang Eriksen bersama Akademi Odense Boldklub membuatnya dilirik sejumlah klub besar Eropa. Klub-klub sebesar Barcelona, Manchester United, Chelsea, Real Madrid, dan AC Milan meminati jasa Eriksen.
Alhasil, Eriksen akhirnya mencoba menjalani trial bersama beberapa klub yang meminati dirinya pada akhir tahun 2008. Namun, usai menjalani beberapa hari uji coba, Eriksen ternyata tak memilih berbagai klub besar yang meminati jasanya tersebut. Eriksen nyatanya lebih memilih untuk bergabung ke Ajax Amsterdam.
Ia pun menandatangi kontrak profesional perdananya pada 17 Oktober 2008 dengan durasi kontrak selama 2,5 tahun. Ia ditebus dengan mahar 1 juta Euro dari Akademi Odense Boldklub dan uang mahar tersebut dibagi dengan akademi nya saat belia, Akademi Middelfart sebesar 35.000 Euro.
Saat itu, Eriksen langsung bergabung ke Ajax U-19 dan memperkuat tim tersebut selama dua musim. Permainan Eriksen pun dipuji tim kepelatihan Ajax U-19 selama periode tersebut dan membuat Eriksen diorbitkan ke tim utama.
Akhirnya, pada Januari 2010, Eriksen dipromosikan ke tim utama Ajax. Ia pun langsung melakukan debut perdananya di Eredivisie kala Ajax ditahan imbang 1-1 oleh NAC Breda.
Kemudian, gol pertama yang dicetak Eriksen bersama Ajax terjadi pada bulan Maret 2010. Eriksen mencetak gol pertamanya di ajang Piala Liga Belanda kala Ajax melibas Go Ahead Eagles 6-0 tanpa balas.
Pasca mencetak gol perdana, performa Eriksen kian konsisten di setiap laga. Bahkan, Martin Jol, Pelatih Ajax waktu itu mengungkap bahwa Eriksen merupakan salah satu pemain nomor 10 potensial yang memiliki prospek cerah. Ia juga mengatakan kemampuan Eriksen muda setara dengan Wesley Sneijder dan Rafael van der Vaart.
Puncak Karier
Usai membantu Ajax menjuarai Eredivisie selama tiga musim berturut-turut (2010/11, 2011/12, dan 2012/13), Eriksen merasa tertantang untuk mencari peluang baru. Apalagi, kontraknya di Ajax hanya menyisakan waktu satu musim. Alhasil, Eriksen mencoba mencari beberapa opsi klub sebagai pelabuhan anyarnya.
Tak butuh waktu lama, Eriksen telah menemukan markas anyarnya di luar Belanda. Adalah Tottenham Hotspur berhasil mendapat tanda tangan pemain yang saat itu masih berusia 20 tahun ini.
Ia ditebus dengan mahar 11 miliar Poundsterling dan resmi pindah ke Kota London pada 30 Agustus 2013. Ia didatangkan bersama dua kandidat lainnya seperti Erick Lamela dan Vlad Chiriches.
Debut pertamanya di Liga Inggris terjadi pada 14 November 2022 ketika Tottenham Hotspur menjamu Norwich City. Eriksen pun langsung moncer bersama tim barunya dengan memberikan satu assist di laga pertamanya tersebut dan membantu The Lily Whites menang 2-0 tanpa balas.
Bahkan, pelatih Tottenham Hotspur saat itu, Andre Villas Boas mengungkap hal serupa seperti yang dikatakan pelatih Ajax pada 2010. Boas mengatakan Eriksen adalah seorang pemain nomor 10 murni yang dilengkapi dengan kemampuan individu tingkat tinggi dan lihai dalam membangun kreativitas serangan.
Pasca debutnya yang berkesan, permainan Eriksen bersama Tottenham Hotspur pun cenderung stabil. Ketika Boas dipecat dan digantikan manajer anyar Mauricio Pochettino, Eriksen tetap menjadi sosok pemain nomor 10 yang penting di tubuh tim.
Kemampuan serta peran pentingnya di musim-musim awal bersama Tottenham Hotspur juga membawa Eriksen memperoleh gelar bergengsi di negaranya. Ia mendapat penghargaan Danish Footbaler of the Year atau pesepakbola Denmark terbaik selama tiga musim berturut-turut (2013, 2014, dan 2015).
Meski selalu bermain apik, dalam lima musimnya membela The Lily Whites, tak banyak prestasi yang diraih Eriksen bersama tim. Tercatat, Eriksen hanya sukses membantu Tottenham Hotspur menjuarai Piala Carabao 2014/15 dan mengantarkan klubnya ke partai final Liga Champions 2018/19 walau harus pupus meraih gelar juara usai ditaklukkan Liverpool 0-2 tanpa balas.
Tantangan Baru
Bermain di 226 laga dan sukses mencetak 51 gol bersama Tottenham Hotspur tampak tak membuat Eriksen begitu gembira. Lagi-lagi hasrat untuk mencari tantangan baru menggelora dari tubuhnya.
Terlebih, pasca gagal menjuarai Liga Champions, perasaan itu begitu menggelora. Ditambah dengan kontrak Eriksen yang berakhir pada akhir musim 2020, hal ini menjadi kesempatan emas bagi dirinya memulai tantangan baru.
Benar saja, pada awal tahun 2020, Eriksen memutuskan hengkang dan menandatangani kontrak selama 4,5 tahun bersama Inter Milan. Namun, kepindahannya ini tampaknya tak sesuai dengan ekspektasinya di awal.
Eriksen merasa kurang mendapat kesempatan bermain dari Antonio Conte, pelatih Inter Milan saat itu. Ia kerap duduk dibangku cadangan dan menjadi pemain pengganti pada setiap laga yang dilakoni Nerazzurri.
"Saya tidak ingin duduk di bangku cadangan [Inter] sepanjang musim. Saya harap ini bukan niat pelatih atau klub. Ini akan menjadi musim yang sibuk, banyak pertandingan dalam program ini, saya berharap untuk bermain," ujar Eriksen.
"Tidak pernah menyenangkan duduk di bangku cadangan dan seseorang cenderung kurang sabar seiring bertambahnya pengalamannya. Ada banyak ekspektasi pada saya, orang mengira saya akan melakukan perbedaan di setiap pertandingan, tetapi itu tidak terjadi."
Eriksen sendiri kalah bersaing dengan pemain baru Arturo Vidal maupun Radja Nainggolan. Conte selama ini memang dikenal lebih suka memakai gelandang pengangkut air seperti Vidal dan Nainggolan ketimbang pemain pengatur serangan macam Eriksen.
"Itulah mengapa mereka memandang saya dengan mata berbeda. Saya mengalami pasang surut setelah lockdown. Saya memiliki awal yang baik bersama Inter setelah saya tiba dan sekarang saya hidup dalam situasi baru," tegas Eriksen.
Walau kerap menjadi pelapis tim utama, tetapi Eriksen nyatanya tetap berhasil mengemas 17 penampilan pada musim perdananya di Serie A Italia. Meski tak diikuti dengan raihan gol yang seperti musim sebelumnya bersama Tottenham Hotspur, tetapi Eriksen selalu mencoba meyakini dirinya bahwa kepindahan ke Serie A akan menjadi langkah tepat.
Kolaps di Lapangan
Meski penampilannya kurang maksimal di Inter Milan, tetapi Eriksen saat itu tetap dipanggil oleh Timnas Denmark untuk menjadi salah satu pilar di ajang Euro 2020. Kompetisi bergengsi yang diselenggarakan di berbagai kota yang terletak di Eropa ini tentunya dapat menjadi ajang Eriksen unjuk gigi usai mandek di Inter Milan.
Namun, siapa sangka, ajang Euro 2020 justru menjadi ajang yang ‘mengerikan’ bagi Eriksen. Pada laga perdananya di Grup B Euro 2020 kontra Finlandia, Eriksen mengalami hal buruk yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Ketika babak pertama masih bergulir, tepatnya kala pertandingan memasuki menit ke-42, Eriksen tiba-tiba terjatuh di tengah lapangan. Ia tersungkur tak berdaya ketika ingin menyambut lemparan ke dalam dari rekan satu timnya.
Padahal, saat itu, dirinya tidak mendapatkan kontak fisik dari satu pun pemain Finlandia. Alhasil, kejadian ini membuat seluruh pemain, penonton, dan perangkat pertandingan yang hadir di Parken Stadium berharap-harap cemas.
Anthony Taylor, pengadil lapangan yang bertugas saat itu langsung mengambil keputusan taktis dengan menghentikan pertandingan utnuk sementara. Taylor memprioritaskan keselamatan Eriksen yang tergeletak tak berdaya.
Tim medis pun bergerak cepat memberikan pertolongan pertama usai kapten Timnas Denmark, Simon Kjaer, merasa ada yang janggal dengan pernafasannya. Pertolongan pertama dengan teknik CPR pun dipilih dengan harapan mampu mengembalikan kemampuan bernafas dan sirkulasi tubuh Eriksen.
Seluruh pemain yang ada di lapangan, baik Timnas Denmark maupun Timnas Finlandia mencoba membantu tim medis dengan mengelilingi tubuh Eriksen agar tidak terkena sorot kamera. Wajah cemas, panik, hingga kesedihan terpancar nyata ketika tim medis berusaha menyelamatkan nyawa Eriksen.
Untungnya, tim medis yang berjaga di perhelatan Euro 2020 sudah dibekali bekal yang begitu matang. Tim medis sukses memberikan pertolongan pertama kepada Eriksen dan akhirnya merujuk gelandang Timnas Denmark ini ke rumah sakit terdekat.
Disisi lain, usai siuman, fakta mencengangkan diungkap Martin Boasen, kepala tim dokter yang menangani Eriksen ketika kolaps. Martin bercerita, Eriksen mengalami gagal jantung yang membuat dirinya kehilangan nyawa sesaat dan dinyatakan meninggal secara medis.
"Ketika saya menjangkaunya, dia masih bernapas dan masih ada denyut nadi. Namun, tiba-tiba semua berubah drastis dan kami segera melakukan CPR," kata Boasen.
"Dia meninggal. Kami melakukan resusitasi jantung, itu adalah serangan jantung. Seberapa dekat kami untuk kehilangan dia? Saya tidak tahu," beber Boasen menambahkan.
"Namun, kami berhasil mendapatkannya lagi setelah satu defib (cara mengembalikan fungsi jantung). Itu cara tepat."
Pakai Alat Pacu Jantung
Usai kejadian mengerikan yang menimpa Eriksen, keadaannya saat ini tidak bisa kembali seperti sedia kala. Ia harus memakai alat pacu jantung bila ingin terus bermain di atas lapangan hijau.
Namun, alat ini tampaknya membuat karier Eriksen harus terhenti di Serie A. Media asal Italia, La Gazzetta dello Sport, seperti dilansir AS, melaporkan, bila alat pacu jantung seperti yang ditanam di tubuh Eriksen tidak diperbolehkan di Serie A. Tim dokter dari Komite Olahraga Internasional Italia tidak memberi restu untuk penggunaan alat tersebut di lapangan hijau.
Alhasil, Eriksen mencoba berbicara kepada Manajemen Inter Milan dan mencari jalan keluar terbaik. Ia pun sepakat untuk mengakhiri kontraknya bersama Inter Milan demi tetap bermain di lapangan hijau.
Merapat ke Brentford
Kembali ke Liga Inggris menjadi salah satu pilihan terbaik bagi Eriksen. Sebab, Liga Inggris memperbolehkan para pemain yang berlaga untuk menggunakan alat pacu jantung. Asalkan, tetap mematuhi beberapa peraturan yang berlaku dan tidak membahayakan diri sendiri maupun tim yang dibela.
Dengan persyaratan yang mumpuni, Eriksen pun sepakat untuk bergabung dengan salah satu klub Liga Inggris, Brentford. Ia juga telah melakukan serangkaian tes medis guna memastikan kondisi fisiknya mampu bermain di atas lapangan hijau.
"Dengan senang hati saya mengumumkan telah bergabung dengan Brentford. Saya tidak sabar untuk segera memulai dan semoga kita bisa segera bertemu," demikian kata Eriksen dalam video singkat di akun Twitter resmi Brentford.
Eriksen di kontrak hingga akhir musim 2021/22 sekaligus melihat sejauh apa kemampuannya kala bermain menggunakan alat pacu jantung. Jikalau performa Eriksen stabil, kemungkinan di kemudian hari kontraknya bisa diperpanjang oleh Manajemen Brentford.
Disisi lain, Thomas Frank, manajer Brentford musim 2021/22 menyambut baik kedatangan Eriksen. Frank begitu antusias untuk menjalin kerja sama kembali usai pernah menjalin kerja sama di Timnas Denmark U-17.
"Saya tak sabar untuk bekerja bersama Christian lagi. Sudah cukup lama sejak terakhir saya melatihnya, banyak yang sudah terjadi," kata Frank.
"Christian waktu itu masih berusia 16 tahun dan kini menjelma jadi salah satu gelandang terbaik. Ia memenangi banyak trofi di Eropa dan menjadi bintang utama timnas Denmark," tambahnya.