Liputan6.com, Jakarta WhatsApp kini sukses menjadi aplikasi pesan instan terpopuler yang paling banyak digunakan. Pada Januari 2014, WhatsApp tercatat sudah memiliki sekitar 430 juta pengguna. Jumlah pesan yang bergulir juga meningkat hingga mencapai 50 milyar pesan per hari, dari sekitar 27 juta per hari pada Juni 2013.
Bahkan dengan nilai kontrak sebesar US$ 19 milyar atau sekitar Rp 223 triliun dengan raksasa jejaring sosial Facebook, jajaran pegawai perusahaan yang bermarkas di Mountain View, California ini ketiban rejeki nomplok.
Rincian nilai kontrak yang diberikan Facebook meliputi US$ 12 milyar dalam bentuk saham Facebook, US$ 4 milyar uang tunai, dan US$ 3 milyar saham bagian yang akan diberikan kepada semua karyawan WhatsApp. Dari semua total uang tersebut setiap karyawan akan menerima 1% yang bernilai US$ 160 juta atau setara Rp 1,88 triliun.
Kacang Tak Lupa Kulit
Meskipun jumlah penggunanya semakin bertambah dan aset perusahaan semakin tumbuh, WhatsApp tetap mempertahankan keserdahaannya. Hal ini terbukti ketika salah satu pendiri WhatsApp, Jan Koum dan rekan-rekannya menandatangani perjanjian jual beli dengan Facebook.
Ibarat kacang yang tak lupa akan kulitnya, mereka menandatangani kesepakatan tersebut sambil berdiri di depan kantor Dinas Sosial North County, Mountain View - tempat yang sama ketika Koum mengantre kupon makanan yang dibagikan Pemerintah AS untuk orang kurang mampu.
Sejak dulu, kedua pendiri WhatsApp Koum dan Acton selalu konsisten menjaga karakteristik perusahaan yang hanya memiliki 53 karyawan itu agar tetap sederhana dan fokus untuk membuat pengiriman pesan yang bebas iklan.
Kesederhanaan WhatsApp tecermin dari secarik kertas yang tergeletak di ruang kerja Koum. Isinya berupa kata-kata singkat yang ditulis oleh teman seperjuangannya Brian Acton yaitu "Tanpa iklan! Tanpa permainan! Tanpa gimmick!"
Kantor Kecil Penuh Coretan
Kesederhaan juga terlihat jelas pada nuansa kantor pusat WhatsApp yang berlokasi di Mountain View, California. Bangunan kantornya tidak dipasangkan papan nama perusahaan dan tidak menunjukkan ada aktivitas bisnis di dalamnya.
Luas ruangan kantor itu pun hanya sekitar 100 meter persegi, dengan berbagai kubikel berisi komputer yang menumpuk di bagian tengah. Di temboknya dipenuhi graffiti dan coretan seperti yang ada di jalanan kota. Bahkan Koum dan Acton tidak memiliki ruangan pribadi.
Mereka menyatakan tetap ingin menjadi orang yang sederhana, baik sebagai pebisnis maupun individu. Koum dan Acton hanya berpikir untuk mengembangkan produk bagus yang bisa digunakan oleh jutaan orang.
Mereka juga sama sekali menolak iklan di aplikasi besutannya. "Segala sesuatu yang bersangkutan dengan iklan kami tolak. Kenyamanan itu lebih baik jika tak ada banner yang berseliweran saat seseorang menggunakan aplikasi," kata Koum, seperti dikutip dari El PaÃs.
Bersambung...
Baca juga:
Cerita Unik di Balik Akuisisi Facebook Atas WhatsApp
WhatsApp Lahir Dari `Rasa Benci` Terhadap Password
WhatsApp: Pesan Instan Terpopuler Yang Anti-Iklan
WhatsApp Mulanya Cuma Dipakai Untuk Update Status
Pendiri WhatsApp, Meniti Karir Dari Tukang Sapu Hingga Hacker
Â