Akun Relawan Capres di Media Sosial, Asli Atau Bot?

Hasil analisa PoliticaWave menemukan bahwa Jokowi adalah kandidat dengan akun relawan real (asli) tertinggi yakni sebanyak 85%.

oleh Dewi Widya Ningrum diperbarui 06 Mei 2014, 15:08 WIB
Diterbitkan 06 Mei 2014, 15:08 WIB
`Indonesia Election Today` Jadi Trending Topic Dunia
Tweet Twitter - ilustrasi (ist.)

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah akun relawan para capres di media sosial diindikasikan bukan asli, melainkan akun berbayar. Jokowi adalah salah satu Capres (Calon presiden) yang diisukan sengaja merekrut para 'agen' relawan di media sosial untuk menggiring opini publik.

PoliticaWave.com, sebuah data aggregator real-time mencoba membuktikan kebenaran isu tersebut dengan melakukan analisa terhadap akun-akun yang melakukan percakapan tentang Capres di media sosial. Benarkah akun-akun relawan tersebut palsu?

Hasil analisa PoliticaWave menemukan bahwa Jokowi adalah kandidat dengan akun relawan real (asli) tertinggi yakni sebanyak 85%. Prabowo Subianto berada di urutan kedua dengan 82%, disusul oleh Abu Rizal Bakrie 81%.

"Bisa disimpulkan bahwa lebih dari 80% akun-akun yang membicarakan maupun mendukung para capres tersebut adalah akun real,"  kata Yose Rizal, Founder PoliticaWave melalui keterangan resminya.

Dari pengamatan tersebut, Politicawave juga berhasil memetakan aplikasi yang paling banyak digunakan oleh para akun relawan real dari ketiga kandidat Capres tersebut. Twitter for BlackBerry adalah aplikasi (source) terbanyak yang digunakan dengan porsi 23%, diikuti oleh Twitter For Android 19%, dan Twitter Web 13%.

Dengan mayoritas netizen yang menggunakan aplikasi dari smartphone, ini menunjukkan mereka merupakan netizen asli. Akun-akun bayaran yang dikoordinir sekelompok orang biasanya menggunakan aplikasi yang memungkinkan untuk melakukan penjadwalan posting otomatis.

PoliticaWave juga memaparkan bahwa isu Pasukan Nasi Bungkus (Panasbung) merupakan isu yang salah dan tidak berdasarkan data digital forensik. Selain itu, penyebar isu Panasbung juga lupa bahwa pengguna media sosial adalah kelas menengah dan berpendidikan.

"Tidak mungkin mereka mau melakukan kampanye hitam dengan bayaran nasi bungkus atau gaji Rp 500 ribu – Rp. 1 juta seperti yang dituduhkan," jelas Yose.

Kampanye media sosial adalah suatu kegiatan kompleks yang melibatkan berbagai latar belakang ilmu dan keahlian, seperti komunikasi, marketing, sosial politik, desain, IT, statistik dan lain-lain. Biaya dan investasi yang dibutuhkan juga tidak kecil.

"Konyol apabila ada Capres dan timsesnya yang membayar ribuan orang tanpa keahlian diatas, seperti yang dituduhkan oleh penyebar isu Panasbung. Bisa dipastikan investasi tersebut akan terbuang percuma, tidak ada dampaknya terhadap netizen," ungkap Yose lagi.

Yose menambakan, dengan jumlah akun netizen asli yang lebih dari 80%, ini menunjukkan bahwa konten dan percakapan di media sosial masih dapat dipercaya untuk menangkap aspirasi netizen. Para capres dan timsesnya harus berupaya secara cerdas untuk mempengaruhi persepsi netizen agar memilih mereka pada Pemilu 9 Juli 2014.

Selama masa monitoring pada periode 22 April - 4 Mei 2014, PoliticaWave berhasil menganalisa total akun dari tiga capres tersebut yang berjumlah 86.654 akun, di mana jumlah tersebut adalah jumlah akun netizen real dan akun bot.

Untuk menyaring akun-akun tersebut, PoliticaWave menggunakan sejumlah metode khusus, diantaranya adalah dengan menyaring akun-akun tersebut melalui aplikasi yang digunakan oleh akun-akun tersebut, menganalisa timeline dan parameter penyaring akun bot lainnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya