E-skin, Kulit Buatan Berlayar OLED yang Bisa Ukur Detak Jantung

Teknologi kulit buatan ini dikembangkan oleh sepasang peneliti dari University of Tokyo.

oleh Agustinus Mario Damar diperbarui 18 Apr 2016, 08:53 WIB
Diterbitkan 18 Apr 2016, 08:53 WIB
E-skin
E-skin, teknologi kulit buatan yang dapat digunakan untuk mengkur kondisi seseorang besutan sepasang peneliti dari University of Tokyo (sumber: theverge.com)

Liputan6.com, Jakarta - Penggunaan wearable device seperti smartwatch sampai saat ini memang masih belum terlalu populer. Kendati demikian, pengembangan teknologi ke arah yang lebih baik terus dilakukan.

Salah satunya dilakukan oleh Profesor Takao Someya dan Tomoyoki, sepasang peneliti dari University of Tokyo. Alih-alih mengembangkan teknologi yang digunakan pada anggota badan, keduanya membuat teknologi perangkat yang langsung disematkan pada kulit.

Mengutip informasi dari laman Business Insider, Senin (18/4/2016), keduanya mengembangkan selaput tipis dan fleksibel dengan ketebalan kurang dari 2 mikrometer. Selaput yang dibuat dari bahan seperti plastik tersebut berfungsi sebagai kulit elektronik (e-skin).

E-skin tersebut akan dilekatkan pada sekujur kulit pengguna untuk dapat mengetahui dan menampilkan informasi dari kondisi pengguna. Beberapa informasi yang dapat ditampilkan dan diukur adalah detak jantung dan tingkat kandungan oksigen dalam darah.

Untuk menampilkan semua informasi tersebut, e-skin menggunakan teknologi layar OLED. Oleh sebab itu, semua angka maupun tulisan dapat ditampilkan dengan warna berbeda.

Salah satu alasan dikembangkannya e-skin adalah ukuran smartphone yang tergolong besar. Hal itu jelas cukup menyulitkan atau merepotkan seseorang untuk mengetahui informasi dari tubuhnya sendiri.

"Bagaimana jika kita memiliki layar yang dapat mengetahui kondisi tubuh kita, termasuk menunjukkan emosi, tingkat stres, maupun kegelisahan," ujar Someya dalam penelitiannya.

Namun, teknologi ini masih butuh pengembangan dan penelitian lebih lanjut. Oleh karena itu, dapat dipastikan teknologi ini belum dapat diproduksi dan digunakan secara massal dalam waktu dekat.

Selain itu, para peneliti juga masih memiliki kendala yang belum terjawab dari pengembangan dan penelitian e-skin tersebut. Salah satunya adalah mengenai selaput yang akan dilekatkan pada kulit manusia sudah aman, nyaman, atau pun dipastikan dapat bertahan lama.

Pun demikian, konsep pengembangan teknologi e-skin ini tak dipungkiri merupakan hal baru dan inovatif. Tak hanya itu, lewat konsep ini diharapkan juga dapat mendorong penelitian serupa dilakukan di masa depan.

(Dam/Isk)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya