Iran Larang Penggunaan Aplikasi Telegram

Iran dilaporkan melarang badan-badan pemerintahan menggunakan aplikasi Telegram.

oleh Andina Librianty diperbarui 20 Apr 2018, 07:30 WIB
Diterbitkan 20 Apr 2018, 07:30 WIB
Logo Aplikasi Telegram
Logo Aplikasi Telegram

Liputan6.com, Jakarta - Langkah Rusia melarang penggunaan Telegram juga terjadi di Iran. Menurut laporan, Iran pada Rabu (18/4/2018) waktu setempat, melarang badan-badan pemerintahan menggunakan aplikasi Telegram.

Dilansir Reuters, Jumat (20/4/2018), agensi pemberitaan asal Iran, ISNA, melaporkan bahwa pihak Pemimpin Agung Ayatollah Ali Khamenei, telah menutup akunnya di Telegram untuk melindungi keamanan nasional. ISNA tidak menjelaskan alasan pemerintah melarang penggunaan Telegram.

Perintah pelarangan Telegram disampaikan beberapa hari setelah Rusia--sekutu Iran di perang Suriah--mulai memblokir aplikasi tersebut di negaranya. Alasan Rusia melakukan itu karena Telegram berulang kali menolak permintaan pemerintah setempat untuk mendapatkan akses ke pesan-pesan rahasia.

"Pemerintah Iran melarang semua badan pemerintah menggunakan aplikasi pesan asing. Khamenei berhenti menggunakan Telegram pada Rabu, sejalan dengan menjaga kepentingan nasional dan menghapus monopoli aplikasi pesan Telegram," tulis ISNA dalam laporannya.

Khamenei sendiri memiliki peran kuat di media sosial, bahkan di Twitter dan Facebook yang diblokir di Iran. Akunnya selalu melakukan pembaruan, termasuk foto dan pernyataan terbarunya.

Seorang pejabat pengadilan setempat mengatakan, Telegram dan layanan pesan asing hanya bisa beroperasi di Iran jika mendapatkan izin dari pemerintah dan menyimpan data para pengguna di dalam negaranya.

Iran pernah memblokir sementara Telegram pada Januari 2018, ketika pasukan keamanan berusaha menahan protes anti-pemerintah di lebih dari 80 kota.

Sebagian besar warga Iran ketika itu tetap bisa mengakses Telegram menggunakan Virtual Private Network VPN) dan berbagai alat lainnya untuk menembus filter pemerintah.

Rusia Sudah Mulai Blokir Telegram

Keakraban Erdogan, Putin, Rouhani Saat Bahas Perdamaian Suriah
Presiden Rusia Vladimir Putin berbicara dalam pertemuan dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Iran Hassan Rouhani terkait perdamaian Suriah di Ankara, Turki, Rabu (4/4). (AFP PHOTO/ADEM ALTAN)

Regulator telekomunikasi Rusia, pada Senin (16/4/2018) waktu setemat, mengatakan telah mulai memblokir akses ke aplikasi Telegram. Pemblokiran dilakukan karena Telegram menolak memberikan akses keamanan pesan rahasia para penggunanya kepada pemerintah setempat.

Federal Service for Supervision of Communications, Information Technology and Mass Media atau Roskomnadzor, telah mengirimkan pemberitahuan kepada para operator telekomunikasi tentang pemblokiran akses Telegram di dalam Rusia. Dibutuhkan waktu selama beberapa jam untuk melakukan pemblokiran total.

Telegram saat ini memiliki lebih dari 200 juta pengguna global dan merupakan aplikasi pesan mobile paling populer ke sembilan di dunia. Roskomnadzor melakukan pemblokiran atas perintah pengadilan Rusia pada Jumat (13/4/2018), yang memutuskan bahwa Telegram telah melanggar regulasi negara tersebut.

Telegram telah berulang kali menolak memberikan akses pesan enkripsi pengguna kepada Federal Security Service (FSB) Rusia. FSB beralasan membutuhkan akses tersebut untuk berjaga-jaga dari ancaman keamanan, seperti serangan teroris.

Namun, Telegram menilai pemberian akses tersebut sama saja dengan melanggar privasi pengguna.

Pemblokiran Telegram Tak Berdampak pada Keamanan Rusia

[Bintang] Begini Penampilan Keren Bos Telegram Saat Mampir ke Indonesia
Bos Telegram, Pavel Durov menyambangi kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Selasa (1/8/2017). (Foto: Liputan6.com/Angga Yuniar)

CEO dan pendiri Telegram, Pavel Durov, menilai pemblokiran tersebut akan merugikan kehidupan 15 juta penduduk Rusia. Di sisi lain, pemblokiran justru tidak akan berdampak apa pun pada peningkatan keamanan Rusia.

"Ancaman teroris di Rusia akan tetap sama karena ekstremis akan terus menggunakan berbagai channel komunikasi yang dienkripsi di layanan pesan lain, atau melalui VPN (Virtual Private Networks). Kami menganggap keputusan pemblokiran itu anti-konstitusoinal dan akan melanjutkan membela hak korespondensi rahasia untuk orang-orang Rusia," ungkap Durov.

Durov merupakan pionir media sosial di Rusia, tapi meninggalkan negara tersebut pada 2014. Sejak saat itu, ia mengkritik dengan vokal berbagai kebijakan Kremlin mengenai kebebasan internet.

(Din/Isk)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya