Liputan6.com, Jakarta - Nama Peter Saddington belum lama ini mendadak jadi perbincangan. Pemuda asal Amerika Serikat itu baru saja membeli satu unit mobil mewah Lamborghini Huracan secara tunai.
Bukan Lamborghini yang menyedot perhatian, melainkan alat pembayaran yang dipakai Saddington. Dia tidak menggunakan uang tunai atau kartu kredit, melainkan Bitcoin sebanyak 45 keping senilai US$200 ribu, setara Rp2,72 miliar.
Baca Juga
Bisa dikatakan, Saddington telah mencetak sejarah. Sebab, dia adalah orang yang pertama kali menggunakan Bitcoin untuk membeli sesuatu.
Advertisement
Dikutip dari CNBC, Saddington memulai investasi Bitcoin pada 2011. Kala itu, nilai uang-uang virtual setara dengan US$115 (Rp 1,56 juta).
“Ini seperti meme yang ada di Reddit,” kata Saddington kepada CNBC.
Sarjana Komputer jebolan University of Florida ini tertarik pada Bitcoin karena sebuah artikel yang dirilis oleh Ars Technica. Tulisan itu menyebutkan Bitcoin kehilangan 90 persen nilainya, dari US$30 (Rp 409,143) menjadi US$3 (Rp 40.914).
“Sebagai orang tekno dan suka dengan teknologi baru yang berisiko, saya pikir ini sangat menarik,” kata dia.
Selama sebulan, Saddington melakukan riset, membaca makalah, dan mempelajari deretan kode, lalu memutuskan untuk berinvestasi di bitcoin. Kala itu, nilainya sebesar US$2,52 (Rp 34.368) per keping dan uang virtualnya telah memberikan imbal balik sebesar 321 ribu persen.
“Saya ini pemegang lama Bitcoin dan menjaganya semampu saya,” kata pria yang membeli Bitcoin setiap hari Jumat selama lima tahun itu.
Sekadar informasi, pembelian mobil mewah di kalangan para pemilik Bitcoin memang marak terjadi. Ini menunjukkan tren orang kaya baru menghabiskan harta virtual untuk mobil mewah.
“Saya sudah lama berada di bisnis ini, tak ada yang mengejutkan. Tapi, ada hal yang membuat saya berpikir mengapa saya bukan salah satu pemilik Bitcoin,” kata General Manager MotorCars Georgia, Brandon Saszi.
80 Persen Bitcoin Sudah Ditambang, Bagaimana Kelanjutannya?
Popularitas Bitcoin dalam beberapa tahun terakhir membuat mata uang digital ini menjadi incaran banyak orang.
Akibatnya, menurut laporan terbaru dari Bitcoin.com, total Bitcoin yang ditambang sudah mencapai 80 persen dari keseluruhan pasokan.
Dikutip dari Express, Jumat (19/1/2018), saat ini hanya tersisa sekitar 20 persen atau 4,2 juta token yang dapat ditambang. Sementara, total token yang tersedia dalam sekali waktu adalah 21 juta.
Lantas, apa yang terjadi jika seluruh token Bitcoin sudah berhasil ditambang? Menurut CEO CommerceBlock Nicholas Gregory, saat mencapai batasnya, maka biaya transaksi dan ongkos mampu menjaga jaringan Bitcoin tetap berjalan.
"Saya tak tahu pasti kapan seluruh Bitcoin dapat ditambang, tapi saat mencapai penutupannya, biaya transaksi tetap memungkinkan penambang melakukan penambangan dan ketika itu ongkos akan menjadi tinggi," tuturnya.
Sekadar informasi, saat diperkenalkan, Satoshi Nakamoto, orang yang disebut-sebut menciptakan Bitcoin sengaja menciptakannya dengan jumlah terbatas. Hal itu dilakukan untuk mencegah inflasi.
Sebenarnya, banyak yang memprediksi bahwa penambang masih membutuhkan waktu setidaknya puluhan tahun untuk menambang seluruh Bitcoin yang ada. Apalagi, bisnis pengembangan Bitcoin saat ini semakin sulit.
Salah satu prediksi jangka panjang menyebut Bitcoin setidaknya memiliki waktu hingga Mei 2140 untuk benar-benar seluruhnya dapat ditambang. Hal itu didasarkan pada perhitungan yang dilakukan saat ini.
Advertisement
Masa Depan Penambangan Bitcoin
Seperti diketahui, setiap Bitcoin ditambang dari apa yang disebut sebagai block--kumpulan blockhain--yang melepaskan sejumlah token setelah berhasil dipecahkan. Namun, saat ini algoritma komputer di balik block kian sulit ditembus.
Nilai dari setiap block saat ini adalah 12,5 Bitcoin. Namun, menurut prediksi pada 2020, dari setiap 210.000 block yang didapat, akan ada pengurangan hingga setengahnya.
Jadi, pada awalnya, penambang akan mendapat sekitar 50 token, lalu berkurang menjadi 25, kemudian 12,5. Selanjutnya, penambang hanya akan mendapat 6,25 token per block, sehingga proses penambangan dianggap tak lagi menguntungkan.
Untuk itu, tak sedikit yang menyebut proses penambangan akan kian sulit. Terlebih, sudah ada 70 persen Bitcoin ditambang pada tahun lalu, sedangkan antara 2016 dan 2017, hanya ada 7 persen Bitcoin yang berhasil dilepas.
Lalu, dari 2017 hingga 2018 hanya 3 persen yang dapat ditambang. Karenanya, diperkirakan tahun depan, jumlah Bitcoin yang dapat ditambang diprediksi kian menurun.
Sejumlah ahli pun memperkirakan jika jumlah Bitcoin terus berkurang, harganya dapat melambung tinggi. Kontributor Bitcoin.com, Jamie Redman, menyebut saat aset terbatas dan sumber daya sulit diperoleh akan memengaruhi permintaan.
Reporter: Arie Dwi Budiawati
Sumber: Dream.co.id
(Jek)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: