Tiongkok Garap Bulan Buatan untuk Gantikan Lampu Jalanan

Bulan buatan ini, akan digunakan untuk menerangi wilayah Chengdu, Tiongkok. Nanti, ia akan memancarkan sinar di area dengan diameter 10 sampai 80 kilometer.

oleh Jeko I. R. diperbarui 22 Okt 2018, 15:00 WIB
Diterbitkan 22 Okt 2018, 15:00 WIB
[Bintang] Gerhana Bulan Total Terjadi pada 28 Juli 2018
Ilustrasi gerhana bulan total Juli 2018. (Foto: Bintang.com/Bambang E.Ros)

Liputan6.com, Chengdu - Ilmuwan Tiongkok berencana untuk membuat bulan buatan. Bulan tersebut, diprediksi akan rampung dan bakal menerangi Negeri Tirai Bambu pada 2020 mendatang.

Menurut informasi yang dilansir Geek pada Senin (22/10/2018), Bulan buatan ini dikembangkan ilmuwan dengan tujuan untuk menggantikan sistem penerangan lampu jalanan di wilayah perkotaan. Adapun Bulan tersebut akan mengusung bentuk identik mirip Bulan sungguhan.

Ilmuwan mengklaim kalau Bulan buatan ini delapan kali lebih terang ketimbang Bulan sungguhan.

Nantinya, Bulan buatan akan meluncur dalam satelit penerangan yang akan diterbangkan ke angkasa.

Bulan buatan ini, akan digunakan untuk menerangi wilayah Chengdu, Tiongkok. Ia akan memancarkan sinar di area dengan diameter 10 sampai 80 kilometer.

Secara teknis, Bulan buatan tersebut memiliki lapisan yang dapat memantulkan cahaya dari Matahari dengan sayap seperti panel surya.

Sayap-sayap inilah yang nantinya bisa dikendalikan untuk menyinari daerah-daerah tertentu.

Hingga kini, Bulan tersebut sedang memasuki tahap pematangan teknologi. Jika nantinya terobosan ini berhasil diluncurkan, Bulan buatan diharapkan bisa mengurangi pemakaian listrik untuk penerangan kota.

Terlepas dari itu, bulan buatan ini juga diharapkan bisa menarik banyak turis asing untuk berkunjung ke kota Chengdu.

2019, Jaringan 4G Bakal Hadir di Bulan

[Bintang] 5 Mitos Gerhana Bulan yang Selalu Saja Bikin Heboh
Dari dulu hingga sekarang, inilah beberapa mitos gerhana bulan yang selalu saja buat heboh. (Ilustrasi: Bintang.com/Bambang E.Ros)

Terlepas dari Bulan buatan, sejumlah perusahaan jaringan dilaporkan tengah bekerja sama untuk menghadirkan layanan 4G di Bulan.

Proyek ini dimulai oleh Vodafone yang bekerja sama dengan Nokia untuk mendukung misi dari PTScientist (Part Time Scientist).

Sekadar informasi, PTScientist merupakan perusahaan penjelajahan luar angkasa asal Jerman yang tengah menggodok misi penjelajahan ke Bulan. Perusahaan tersebut bakal menjalankan misi ini dengan berkolaborasi bersama Audi untuk membuat rover penjelajah.

Nantinya, Vodafone dan Nokia akan bekerja sama untuk menyediakan jaringan untuk mendukung misi tersebut. Dikutip dari Engadget, Jumat (2/3/2018), base station Vodafone akan menyediakan jalur komunikasi antara rover di Bulan dengan Bumi.

Jalur komunikasi itu akan digunakan untuk mengirimkan pencitraan termasuk video dari Bulan.

Jaringan 4G ini akan memakai frekuensi 1.800MHz untuk mengirimkan video HD ke Autonomous Landing and Navigation Module (ALINA), yang terhubung ke PT Scientist.

Sementara, Nokia akan menyediakan perangkat jaringan dengan kualitas luar angkasa yang dibuat sangat ringan. Rencananya, bobot perangkat ini tak lebih dari 1 kg.

4G sendiri dipilih karena dianggap lebih efisien ketimbang radio analog. Selain itu, jaringan ini memungkinkan terjadinya proses transfer data dalam kapasitas besar. 

Menurut CTO Nokia, Marcus Weldon, dukungan misi penting tak hanya dari sisi akademis, tetapi juga industri terkait penelitian tentang Bulan.

Karena itu, misi yang direncanakan meluncur pada 2019 ini memiliki potensi yang sangat besar.

Bintang Buatan Manusia Picu Kontroversi Astronom

Bintang
Pendiri dan CEO Rocket Lab Peter Beck dengan bintang buatannya. (Foto: Independent)

Tak cuma Bulan, bintang pun bisa dibuat oleh manusia. Adalah Rocket Lab, perusahaan antariksa swasta asal Selandia Baru, yang belum lama ini menciptakan bintang buatan raksasa yang telah diluncurkan ke luar angkasa pada pekan lalu.

Objek berbentuk bola disko raksasa tersebut memiliki geodesi lebar hingga tiga kaki dan dibalut dengan 65 panel reflektor.

Saat di luar angkasa, ia akan memantulkan cahaya matahari ke seluruh tempat di Bumi. Karena itu, bintang buatan ini akan menjadi objek yang paling terang di malam hari. Rencananya, bintang buatan akan beroperasi dalam waktu sembilan bulan ke depan.

Bukannya dipuji, peluncuran bintang buatan bernama "Humanity Star" tersebut malah memicu kontroversi di kalangan astronom. Mereka geram dan tidak setuju karena Humanity Star justru akan mempersulit pekerjaan peneliti.

Menurut Richard Easther, astronom dari Universitas Auckland Selandia Baru, mengungkap polusi udara kini sudah menjadi masalah besar dengan penelitian mereka.

Lantas, keberadaan Humanity Star dan pantulan cahaya dari matahari justru semakin membuat peneliti semakin sulit bekerja.

"Ini jelas memberatkan kami. Dampak dari bintang buatan tersebut justru akan memberikan pantulan cahaya yang cukup menyilaukan mata. Kami meragukan bintang buatan tersebut akan membantu manusia di Bumi, malah justru akan menyulitkan," kata Easther.

"Lagipula, manusia yang hidup di Bumi sudah memiliki pola alam masing-masing, termasuk pergantian siang dan malam. Kita sebagai manusia tidak bisa mengubah kodrat alam seperti dengan menciptakan bintang buatan ini," tambahnya menerangkan.

(Jek/Ysl)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya