Sistem Facebook Bakal Blokir Video Deepfake

Facebook kian gencar memerangi hoaks dan misinformasi di platformnya. Pasalnya kini perusahaan juga mengumumkan akan memblokir video deepfake.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 09 Jan 2020, 08:31 WIB
Diterbitkan 09 Jan 2020, 08:31 WIB
Ilustrasi Deepfake.
Ilustrasi Deepfake. Kredit: Facebook AI

Liputan6.com, Jakarta - Facebook kian gencar memerangi hoaks dan misinformasi di ekosistemnya. Pasalnya kini perusahaan juga mengumumkan akan memblokir video deepfake.

Secara sederhana, deepfake merupakan hoaks berbentuk bentuk video, yang diedit dari video asli dengan teknologi artificial intelligence (AI) atau machine learning (ML).

Mengutip laman Wired, Kamis (9/1/2019), dalam blog yang diunggah perusahaan, Vice President of Global Policy Management Monika Bickert mengatakan, deep fake akan masuk dalam konten-konten yang diblokir Facebook.

Yang termasuk dalam konten yang melanggar kebijakan komunitas Facebook antara lain konten yang menyajikan ketelanjangan (nudity), ujaran kebencian, dan kekerasan.

Memang selama beberapa tahun ini, Facebook membangun reputasi untuk mengatasi hoaks dan konten tersebut di atas di ekosistemnya.

Ambisi Berantas Hoaks

Facebook
Ilustrasi Facebook (Foto: New Mobility)

Upaya Facebook ini dilakukan setelah Mark Zuckerberg dikritik habis-habisan atas segala masalah di Facebook, baik itu pelanggaran data, hoaks, kampanye Rusia, hingga ujaran kebencian.

Facebook sendiri mengambil posisi yang kuat dalam memberantas deepfake. Padahal sebenarnya teknologi untuk membuat deepfake di luar sana belum terlalu canggih untuk menciptakan video misinformasi dengan objek manusia.

Dua Kriteria

Mark Zuckerberg
Mark Zuckerberg, Founder sekaligus CEO Facebook, banyak disalahkan sebagian pihak karena membiarkan penggunanya membagikan tautan berita hoax di Facebook. (Doc: Wired)

Untuk bisa memblokir video deepfake, ada dua kriteria yang harus dipenuhi, yakni video harus dimanipulasi dengan cara yang tidak terlihat oleh orang biasa dan ada kemungkinan akan menyesatkan.

Kriteria kedua adalah video harus merupakan produk hasil editan AI atau ML.

(Tin/Why)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya