Google Akan Larang Iklan Tertarget di Tiga Kategori Ini

Google mengumumkan telah mengubah kebijakan iklan mereka untuk memblokir iklan tertarget di tiga kategori ini.

oleh Iskandar diperbarui 22 Jun 2020, 09:30 WIB
Diterbitkan 22 Jun 2020, 09:30 WIB
Ilustrasi Google Chrome
Ilustrasi Google Chrome. Kredit: Simon Steinberger via Pixabay

Liputan6.com, Jakarta - Selain dikenal sebagai platform mesin pencarian, Google juga merupakan platform iklan yang memungkinkan semua pelaku usaha membayar dan menentukan target iklan mereka.

Iklan tertarget sendiri adalah hal yang lazim dilakukan, dan diklaim efisien untuk membidik pasar yang tepat untuk sebuah produk.

Namun sayangnya, hal ini tak bisa lepas dari penyalahgunaan. Maka dari itu, Google mengumumkan telah mengubah kebijakan iklan mereka untuk memblokir iklan tertarget dengan kategori lowongan pekerjaan, perumahan, dan kredit.

Dalam sebuah posting blog yang dikutip Engadget via Merdeka.com, Senin (22/6/2020), Google kini sedang bekerjasama dengan Departemen Perumahan dan Pengembangan Perkotaan AS untuk jenis iklan tersebut tidak bisa menarget konsumen berdasarkan jenis kelamin, usia, status orangtua, perkawinan, dan alamat.

Hal ini dikarenakan adanya diskriminasi yang terjadi jika pebisnis memasang iklan dengan target tertentu.

Misalnya iklan perumahan dalam menarget alamat, pebisnis menarget sebuah kode pos tertentu dan membuat daerah-daerah tertentu yang dianggap 'tak mampu' tidak tercakup iklannya.

 

Rentan Diskriminasi

Kantor Google Indonesia di SCBD.
Kantor Google Indonesia di SCBD. Dok: Tommy Kurnia/Liputan6.com

Google juga melarang banyak sekali karakteristik seperti ras, agama, etnis, preferensi seksual, asal kebangsaan, atau kecacatan. Semua itu adalah sesuatu yang memang rentan diskriminasi.

Facebook sebelumnya tersandung kasus dalam fenomena serupa, di mana para makelar dan tuan tanah dengan mudah beriklan di Facebook.

Mereka secara khusus melakukan pemblokiran iklan untuk non-Kristiani, punya ketertarikan pada "budaya Hispanik", dan juga masih memiliki orangtua yang bekerja.

Mata-matai Pengguna, Google Hapus 70 Adds-on di Browser Chrome

6 Aplikasi Iseng yang Jadi Terkenal di Google Playstore
Beberapa aplikasi ini dibuat karena iseng-iseng lho tapi ternyata mendapat respon yang tak terduga dari para pengguna Android.

Sebelumnya, perusahaan keamanan Awake Security menemukan adanya upaya penjahat siber memata-matai para pengguna layanan peramban Google Chrome melalui software ekstensi (adds-on).

Disebutkan oleh Awake Security, sejumlah software ekstensi atau adds-on Google yang dipakai untuk memata-matai pengguna ini sudah diunduh oleh 32 juta pengguna.

Alphabet Inc, perusahaan induk Google, menyebut pihaknya sudah menghapus lebih dari 70 adds-on yang disusupi spyware alias software mata-mata.

Google menghapus puluhan adds-on dari toko resmi Chrome Web Store setelah diberi tahu oleh peneliti keamanan bahwa adds-on disusupi spyware.

"Ketika kami diberi tahu bahwa sejumlah ekstensi (adds-on) yang ada di Web Store melanggar kebijakan, kami mengambil tindakan dan menggunakan insiden itu sebagai pelatihan untuk meningkatkan analisis manual dan otomatis kami," kata Juru Bicara Google Scott Westover, sebagaimana dikutip Liputan6.com dari Reuters, Minggu (21/6/2020).

Sekadar informasi, kebanyakan ekstensi adds-on gratisan bertujuan untuk memperingatkan pengguna atas website yang dipertanyakan. Sebagai gantinya, ekstensi ini menyedot riwayat penelusuran dan data kredensial untuk keperluan internal.

Kampanye Jahat yang Masif

google-cloud-130514b.jpg
Google

Salah satu peneliti keamanan di Awake, Garu Golomb mengatakan, berdasarkan jumlah unduhannya, upaya mata-mata data pengguna Chrome ini merupakan kampanye jahat yang paling masif.

Belum jelas siapa yang ada di belakang upaya mata-mata ini serta pihak mana yang mencoba mendistribusikan malware tersebut.

Namun menurut Awake, para pengembangnya mencantumkan informasi kontak palsu ketika mereka mengunggah software ekstensi ke toko Chrome Web Store.

Software ekstensi sendiri kerapkali jadi masalah selama bertahun-tahun terakhir. Kadang, ekstensi atau adds-on membombardir pengguna dengan iklan, kadang adds-on juga memasang software jahat lainnya untuk melacak aktivitas pengguna.

Para pengembang jahat diketahui memanfaatkan Google Chrome Store untuk menyebarkan software jahat mereka. Pada 2018, Google menyebut pihaknya akan memperketat penerimaan adds-on di platformnya.

Namun, pada Februari lalu, peneliti keamanan independen menemukan modus kejahatan serupa yang mencuri data dari 1,7 juta pengguna. Google pun melakukan investigasi dan menemukan ada 500 ekstensi jahat.

Reporter: Indra Cahya

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya