Liputan6.com, Jakarta - Facebook pada Senin (24/8/2020) memblokir akses ke grup dengan satu juta anggota yang membahas Raja Thailand. Hal ini dilakukan setelah pemerintah Thailand mengancam akan mengambil tindakan hukum karena Facebook dinilai telah gagal menghapus konten yang dianggap mencemarkan nama baik kerajaan.
Baca Juga
Advertisement
Dikutip dari Reuters, Selasa (25/8/2020), langkah itu dilakukan di tengah protes yang dipimpin oleh para pemuda terhadap pemerintah.
Grup tersebut bernama Royalist Marketplace dan dibentuk pada April lalu oleh Pavin Chachavalpongpun, seorang akademisi dan kritikus.
Pada Senin malam, halaman grup memunculkan pesan: "Access to this group has been restricted within Thailand pursuant to a legal request from the Ministry of Digital Economy and Society"Â yang berarti "Akses ke grup ini telah dibatasi di Thailand sesuai dengan permintaan hukum dari Kementerian Ekonomi dan Masyarakat Digital."
Pernyataan Pavin Chachavalpongpun
Pavin yang saat ini tinggal di Jepang mengatakan, Facebook telah tunduk pada tekanan pemerintah yang didominasi militer.
"Grup kami adalah bagian dari proses demokrasi, ini adalah ruang untuk kebebasan berekspresi," kata Pavin kepada Reuters.
"Dengan melakukan ini, Facebook bekerja sama dengan rezim otoriter untuk menghalangi demokrasi dan menumbuhkan otoritarianisme di Thailand," tutur Pavin menegaskan.
Advertisement
Facebook Menolak Berkomentar
Sementara itu, Facebook menolak menjawab pertanyaan Reuters mengenai pemblokiran grup tersebut. Namun Facebook mengatakan, ketika menerima keluhan atas unggahan yang melanggar hukum setempat, itu dapat membatasi ketersediaan konten di negara tersebut.
Thailand memiliki undang-undang yang melarang pencemaran nama baik raja dengan hukuman hingga 15 tahun penjara.
Awal bulan ini, menteri digital Thailand menuding Facebook tidak memenuhi permintaan untuk membatasi konten, termasuk penghinaan terhadap raja.
Pemerintah Thailand pada 10 Agustus memberikan Facebook waktu 15 hari untuk mematuhi perintah penghapusan dari pengadilan, atau menghadapi dakwaan berdasarkan regulasi negara tersebut, Computer Crime Act.
"Batas waktu hampir habis, dan Fcebook memahami konteks dari masyarakat Thailand, jadi mereka bekerja sama," kata juru bicara kementerian, Putchapong Nodthaisong, kepada Reuters.
Kementerian pada pekan lalu secara terpisah, mengajukan keluhan kejahatan siber terhadap Pavin karena telah membuat grup tersebut.
(Din/Why)