Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Amerika Serikat akhirnya mengumumkan bakal melarang layanan TikTok dan WeChat di wilayahnya. Kepastian itu diumumkan oleh Departement of Commerce Pemerintah Amerika Serikat beberapa waktu lalu.
Dikutip dari Engadget, Sabtu (19/9/2020), keputusan pemblokiran ini akan berlaku mulai Minggu, 20 September 2020, waktu setempat. Dengan keputusan ini, aplikasi TikTok maupun WeChat akan dilarang hadir di App Store dan Google Play Store.
Selain pasti diblokir di kedua toko aplikasi tersebut, kedua layanan itu juga tidak diperboleh menghadirkan layanannya di Amerika Serikat. Menurut Sekretaris Departement of Commerce AS, Wilbur Ross, keputusan ini diambil sesuai dengan arahan Presiden Donald Trump.
Advertisement
"Aksi ini sekali lagi membuktikan Presiden Trump akan melakukan segala cara untuk memastikan keamanan nasional kita dan melindungi warga Amerika dari ancaman Partai Komunis Cina," tuturnya.
Baca Juga
Keputusan ini terbilang mengagetkan, sebab diumumkan tidak lama setelah adanya laporan kemitraan antara ByteDance sebagai pemilik TikTok dengan Oracle. Namun dari laporan Bloomberg, Presiden Trump mengatakan tidak setuju dengan kesepakatan tersebut.
Dalam aturan kali ini, pemerintah AS juga disebut tidak memberi celah sama sekali kedua aplikasi tersebut. Sebab, aturan ini mengatur tidak hanya pelarangan aplikasi, tapi juga kode, pembaruan, termasuk opsi pembayaran yang berhubungan dengan aplikasi tersebut.
Mengingat ketentuan ini diumumkan pada hari Jumat waktu setempat dan berlaku pada hari Minggu, kecil kemungkinan dua perusahaan sempat mengajukan banding. Di sisi lain, ketentuan ini juga mengharuskan layanan hosting bergerak cepat menghapus dua aplikasi tersebut.
Hingga sekarang, belum diketahui seperti apa tanggapan kedua perusahaan terhadap aturan ini. Yang pasti, dua layanan itu memiliki banyak pengguna di Amerika Serikat, TikTok dilaporkan memiliki 100 juta pengguna di AS dan WeChat memiliki pengguna aktif harian mencapai 19 juta.
ByteDance Pilih Oracle Selamatkan TikTok di AS
Sebagai informasi, sebelumnya, Oracle Corp pada Senin (14/9/2020) mengumumkan akan bekerja sama dengan ByteDance untuk memastikan TikTok tetap beroperasi di Amerika Serikat (AS). Sebelumnya, ByteDance menolak tawaran pembelian dari Microsoft.
Dilansir Reuters, Selasa (15/9/2020), berdasarkan keterangan dari Oracle, perusahan merupakan bagian dari proposal yang diajukan ByteDance ke Departemen Keuangan AS pada akhir pekan lalu. Oracle akan menjadi penyedia teknologi terpercaya di TikTok.
Menurut sumber Reuters pada Minggu, di dalam proposal terbaru ByteDance, Oracle akan mengambil alih pengelolaan data pengguna TikTok di AS.
Oracle juga sedang bernegosiasi untuk mengambil saham operasi TikTok AS. Data pengguna TikTok saat ini disimpan di layanan cloud Alphabet, dengan cadangan di Singapura.
Sumber mengatakan, beberapa investor top ByteDance, termasuk General Atlantic dan Sequoia, juga akan diberikan saham minoritas dalam operasional tersebut.
Advertisement
Persetujuan Donald Trump
Sejauh ini belum diketahui apakah Presiden AS, Donald Trump, akan menyetujui kesepakatan tersebut. Trump dilaporkan menginginkan perusahaan teknologi AS memiliki sebagian besar saham TikTok di negara tersebut.
CNBC pada Senin melaporkan, Menteri Keuangan AS, Steven Mnuchin, mengatakan pemerintah akan meninjau kerja sama Oracle dan ByteDance pada pekan ini.
"Dari sudut pandang kami, kami harus memastikaan kodenya, pertama, aman, data orang Amerika aman, ponsel aman, dan kami akan berdiskusi dengan Oracle selama beberapa hari ke depan bersama tim teknis kami," tuturnya.
Mnuchin mengatakan, batas waktu utnuk menyetujui kesepakatan tersebut 20 September 2020. Proposal yang ada saat ini berisi antara lain komitmen untuk membuat kantor pusat di AS dengan 20 ribu tenaga kerja baru.
Committee on Foreign Investment in the United States (CFIUS), yang meninjau semua kesepakatan untuk risiko keamanan nasional, mengawasi diskusi ByteDance dan Oracle. Mnuchin mengatakan, juga akan ada tinjauan keamanan nasional terpisah oleh pemerintah AS.
(Dam/Ysl)