Liputan6.com, Jakarta - Cho Jae-weon, seorang profesor teknik perkotaan dan lingkungan di Institut Sains dan Teknologi Nasional Ulsan (Ulsan National Institute of Science and Technology/UNIST), merancang toilet ramah lingkungan yang terhubung ke laboratorium--menggunakan kotoran manusia untuk menghasilkan biogas dan pupuk kandang.
Toilet berjuluk BeeVi--gabungan kata lebah dan penglihatan--menggunakan pompa vakum untuk mengirim kotoran ke tangki bawah tanah, sehingga mengurangi penggunaan air.
Baca Juga
Di dalam tangki, mikroorganisme memecah limbah menjadi metana (sumber energi) untuk bangunan, menyalakan kompor gas, ketel air panas, dan sel bahan bakar oksida padat.
Advertisement
"Jika kita berpikir out of the box, kotoran manusia memiliki nilai yang sangat berharga untuk dijadikan energi dan pupuk. Saya memanfaatkan nilai ini ke dalam sirkulasi ekologis," kata Cho sebagaimana dilansir New York Post, Minggu (11/7/2021).
Cho menjelaskan, rata-rata orang buang air besar sekitar 500 gram sehari, yang dapat diubah menjadi 50 liter gas metana.
"Gas ini dapat menghasilkan listrik 0,5kWh atau digunakan untuk menggerakkan mobil sejauh sekitar 1,2km (0,75 mil)," klaimnya.
Â
Buang Air Besar di Toilet Ini Bisa Dapat Uang
Cho telah merancang mata uang virtual yang disebut Ggool (berarti madu dalam bahasa Korea). Setiap orang yang menggunakan toilet ramah lingkungan ini akan mendapatkan 10 Ggool sehari.
Mahasiswa dapat menggunakan mata uang tersebut untuk membeli barang-barang di kampus, mulai dari kopi yang baru diseduh hingga mi instan, buah-buahan, dan buku.
Â
Advertisement
Pindai Kode QR
Para mahasiswa dapat mengambil produk yang mereka inginkan di toko dan memindai kode QR untuk membayar dengan Ggool.
"Dulu saya berpikir bahwa kotoran itu kotor, tetapi sekarang adalah harta yang sangat berharga bagi saya,â kata mahasiswa pascasarjana Heo Hui-jin.
"Saya bahkan berbicara tentang kotoran selama waktu makan untuk berpikir tentang membeli buku apa pun yang saya inginkan," sambungnya.