Seberapa Penting Hapus Aplikasi eHAC Setelah Dugaan Kebocoran Data?

Kemenkes mengajak pengguna aplikasi eHAC lama untuk menghapus/ uninstal dan menggantinya dengan aplikasi PeduliLindungi. Seberapa pentingnya uninstal aplikasi ini?

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 01 Sep 2021, 08:27 WIB
Diterbitkan 01 Sep 2021, 08:27 WIB
Ilustrasi eHAC
Aplikasi eHAC (Liputan6.com/ Agustin Setyo W).

Liputan6.com, Jakarta - Data 1,3 juta pengguna aplikasi eHAC besutan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) diduga bocor. Kemenkes pun meminta masyarakat untuk menghapus atau uninstall aplikasi eHAC lama.

Bagaimana tanggapan Pakar Keamanan Siber mengenai ajakan Kemenkes menghapus aplikasi eHAC tersebut dari perangkat pengguna?

Pakar Keamanan Siber sekaligus Pendiri Vaksincom, Alfons Tanujaya, mengatakan uninstall aplikasi eHAC akan menurunkan risiko dibandingkan masih mempertahankannya di perangkat.

"Uninstall saja, (karena) akan menurunkan risiko dibandingkan ter-install. Soal data yang bocor, tidak bisa apa-apa," kata Alfons, ketika dihubungi Tekno Liputan6.com, Rabu (1/9/2021).

Alfons menjelaskan, secara teknis menghapus atau uninstall aplikasi yang tidak terpakai lebih aman ketimbang mempertahankannya.

"Secara teknis ya jelas lebih aman aplikasi yang kurang bermanfaat di-uninstall daripada menambah celah keamanan dan menghabiskan baterai," ujar Alfons, menjelaskan.

Menurut Alfons, pengguna smartphone sebaiknya meng-install aplikasi yang memang diperlukan dan digunakan saja. Aplikasi yang tidak dipakai, lebih baik disingkirkan/dihapus dari smartphone.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Dampak Kebocoran Data eHAC Bagi Pengguna

Apa Saja yang Harus Disiapkan Sebelum Terbang di Masa Pandemi Covid-19?
Antrean pemeriksaan eHAC Indonesia di Bandara Soekarno Hatta. (Liputan6.com/Dinny Mutiah)

Lebih lanjut, Alfons Tanujaya mengungkap pengguna eHAC yang datanya bocor rentan dieksploitasi atau jadi korban kejahatan siber. 

"Pemilik data yang bocor akan rentan dieksploitasi, misalnya (jadi korban) scam atau penipuan, peretasan, hingga pemalsuan identitas," kata Alfons.

Bukan hanya itu, menurutnya, jika data diretas secara live bisa berakibat pada kekacauan besar, apalangi mengingat Indonesia kini masih berjuang melawan pandemi Covid-19.

"Misalnya jika orang positif Covid-19 lalu diganti (oleh hacker) jadi negatif orang orangnya bebas berkeliaran, maka jelas akan menimbulkan bahaya besar di Indonesia," kata Alfons, menjelaskan mengenai kekacauan besar yang bisa terjadi.

Begitu pula sebaliknya, jika ada orang yang negatif Covid-19 tetapi diedit jadi positif, orang tersebut bisa menjadi korban dan justru diperlakukan seperti pasien Covid-19, padahal kenyataannya bukan penderita Covid-19.

Menurut Alfons, jika seseorang sudah menjadi korban dari dugaan kebocoran data eHAC ini, tidak ada yang bisa dilakukan karena data sudah berada di tangan peretas.

"Berdoa kepada Yang Maha Kuasa, data sudah di tangan peretas, tidak bisa apa-apa. Asal (pengguna) sadar hal ini dan jangan digunakan untuk membuat kredensial," kata Alfons, memperingatkan kepada pengguna eHAC yang datanya diduga bocor.

Untuk mencegah kebocoran data lebih meluas, Alfons mengingatkan agar para pemilik data sekaligus pengguna aplikasi eHAC berhati-hati dengan kemungkinan phishing atau penipuan yang memanfaatkan informasi yang bocor.

Data-Data Apa Saja yang Bocor?

Keluar-Masuk Jakarta Wajib Swab Antigen
Calon penumpang mengisi data validasi melalui aplikasi eHAC di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (17/12/2020). Penumpang yang ingin keluar masuk Jakarta wajib menunjukkan hasil swab antigen untuk menekan angka corona meski ada libur Natal dan Tahun Baru. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Sebelumnya, seperti dikutip dari ZDNet, Selasa (31/8/2021), para peneliti menemukan sejumlah informasi infrastruktur di sekitar eHAC juga ikut terekspos. Mulai dari informasi pribadi tentang rumah sakit di Indonesia, termasuk pejabat pemerintah yang menggunakan aplikasi tersebut.

Sementara untuk data pribadi yang diduga bocor adalah identitas pengguna, seperti paspor atau NIK. Lalu ada data dan hasil tes Covid-19, ID rumah sakit, alamat, termasuk nomor telepon. Bahkan untuk pengguna Indonesia, ada nama lengkap, tanggal lahir, kewarganegaraan, hingga foto.

Para peneliti juga menemukan ada data dari 226 rumah sakit dan klinik di seluruh Indonesia, berikut nama orang yang bertanggung jawab melakukan tes pada pengguna, doktor yang melakukan tes, informasi mengenai tes yang dilakukan setiap hari, serta data mengenai tipe pelancong yang diizinkan di rumah sakit.

Tidak hanya itu, basis data yang diduga bocor ini termasuk informasi pribadi orang tua atau kerabat, termasuk detail hotel tujuan mereka dan informasi mengenai kapan akun pengguna eHAC dibuat.

Sejumlah informasi mengenai staf eHAC, seperti nama, nomor ID, nama akun, alamat email, hingga password juga termasuk dalam data yang diduga bocor.

"Seandainya data ditemukan oleh hacker jahat atau kriminal, lalu mengumpulkan data lebih banyak orang, efeknya bisa sangat merusak di tingkat individu dan masyarakat," tulis para peneliti dalam laporannya.

(Tin/Isk)

Infografis Data Pengguna Facebook Indonesia Bocor

Infografis Data Pengguna Facebook Indonesia Bocor
Infografis Data Pengguna Facebook Indonesia Bocor
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya