Liputan6.com, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Republik Indonesia, Johnny G. Plate, diminta untuk melakukan investigasi dan mengevalusi kinerja Badan Aksesibilitas Telekomunikasi Indonesia (BAKTI).
Hal ini disampaikan Uchok Sky Kadafi, Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA), menyusul tidak tercapainya target pembangunan BTS (Base Transceiver Station) di 4.200 desa 3T, yang direncanakan selesai Maret 2022.
Baca Juga
Menurut Uchok, melalui keterangan tertulisnya, Selasa (12/4/2022), Menkominfo sebagai pengawas seharusnya melakukan evaluasi terhadap kinerja BAKTI tersebut.
Advertisement
Uchok mengatakan, keterlambatan ini dapat menghambat program Nawacita yang dicanangkan Presiden Joko Widodo, untuk membuka akses telekomunkasi di daerah 3T (Terdepan, Terpencil dan Tertinggal).
"Kemkominfo sebagai pengawas harus benar-benar mengawasi kinerja BAKTI," kata Uchok.
Uchok menambahkan, mengingat anggaran dari pemerintah untuk pembangunan BTS USO sudah turun, ini seharusnya bisa dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk memberikan layanan telekomunikasi masyarakat di daerah 3T.
"Jika ada kendala atau potensi penyelewengan, Kemkominfo melalui Inspektorat Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika harus dapat segera melakukan investigasi mendalam," imbuh Uchok.
Adapun, dari 4.200 desa yang jadi target pertama pembangunan BTS tersebut, seharusnya diselesaikan pada bulan Desember 2021. Dengan alasan pandemi Covid-19, BAKTI meminta perpanjangan tenggat waktu hingga 31 Maret 2022.
Berdasarkan data yang dihimpun di lapangan, target pembangunan BTS tahap pertama yang dapat beroperasi baru ada di 1.791 desa 3T. Dengan demikian, menurut CBA, masih ada sekitar 2.409 desa yag belum dibangun menara pemancar jaringan (BTS) 4G.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Masalah Pembayaran
CBA pun menyebutkan, di tengah pandemi, akses telekomunikasi yang lancar sangat dibutuhkan oleh masyarakat di 4.200 desa tersebut, agar dapat berkomunikasi dan terhubung dengan dunia luar.
Belum tercapainya target pembangunan BTS tersebut juga diwarnai dengan kendala masalah pembayaran kepada pihak ketiga yang mengerjakan pembangunan proyek di sebagian wilayah tersebut seperti diberitakan media sebelumnya.
Menanggapi pemberitaan itu, Uchok meminta Kementerian Keuangan menghentikan terlebih dahulu seluruh pencairan anggaran dari program-program BAKTI karena banyak program yang tidak berjalan dengan baik.
Ini termasuk permintaan BAKTI untuk meminta tambahan dana pembangunan jaringan backhaul.
Advertisement
Kemenkeu Diminta Berani Tegur BAKTI
Uchok juga meminta Kementerian Keuangan untuk tidak lagi memberikan perpanjangan waktu pembangunan BTS tahap pertama yang uangnya sudah diberikan ke BAKTI.
"Kemenkeu harus berani menegur BAKTI, bahkan kalau memang diperlukan jika soal pembayaran ini belum diselesaikan," kata Uchok.
"KPK juga bisa dilibatkan untuk ikut mengawasi proyek pembangunan BTS 4G di desa 3T. BPK juga harus mengawasi perkembangan laporan Kominfo yang bermasalah tahun lalu," pungkasnya.
Uchok pun mendorong adanya tindakan tegas dari Menkominfo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani, untuk mencegah semakin berlarutnya permasalahan ini, agar semua program yang dicanangkan pemerintah bisa berjalan dengan baik.
Bangun Satelit Backup Satria
Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kemkominfo merealisasikan pembangunan satelit senilai Rp 5,2 triliun untuk mem-backup satelit Satria 1.
Diungkapkan oleh Direktur Utama BAKTI Anang Latif, satelit tersebut dinamakan Hot Backup Satellite (HBS) dan fungsinya sebagai satelit cadangan jika satelit internet cepat Satria 1 mengalami anomali ketika meluncur.
"Kemkominfo akan menjalankan satelit Satria 1 untuk menyediakan akses internet di 150 ribu titik layanan publik. Penyediaan Satria 1 perlu didukung satelit backup HBS, jika terjadi anomali selama masa peluncuran maupun gangguan selama masa operasional 15 tahun mendatang," kata Anang dalam konferensi pers di Kemkominfo yang disaksikan secara daring, Jumat (11/3/2022).
Anang menjelaskan, selain digunakan untuk menopang Satria 1, satelit HBS juga menjadi tambahan kapasitas internet sebesar 80 Gbps. Biaya pembangunan satelit ini adalah Rp 5,2 triliun.
Anang pun menjelaskan, proses pengadaan satelit ini sudah dilakukan 19 Oktober 2021 hingga 24 Februari 2022. Hasil lelang tender proyek satelit HBS dimenangkan oleh Kemitraan Nusantara Jaya.
Advertisement