Liputan6.com, Jakarta - Google telah memblokir akses untuk melihat berita bagi sejumlah pengguna di Kanada. Tindakan ini disebut sebagai respons perusahaan atas kebijakan baru pemerintah Kanada terkait aturan yang diberi nama UU Berita Online.
Melalui UU yang sebelumnya dikenal sebagai RUU C-18 ini, pemerintah Kanada akan meminta raksasa internet seperti Google untuk bernegosiasi dengan perusahaan media Kanada.
Baca Juga
Selanjutnya, lewat negosiasi tersebut diharapkan perusahaan raksasa internet bisa memberikan kompensasi pada perusahaan media Kanada karena telah menerbitkan kembali konten mereka di platform digital.
Advertisement
Mengutip informasi dari CTV News, Kamis (23/2/2023), Google menyebut pembatasan konten dilakukan sementara dan hanya dirasakan tidak sampai oleh 4 persen pengguna di Kanada. Pembatasan ini berlaku untuk penelusuran di Google Search hingga fitur Discover di perangkat Android.
Menurut Google, langkah ini diambil karena mereka khawatir dengan dampak yang terlalu luas dari kebijakan C-18. Perusahaan beralasan jika aturan ini tidak berubah dapat memengaruhi produk yang kerap digunakan dan diandalkan warga Kanada setiap hari.
"Kami sangat transparan tentang kekhawatiran bahwa C-18 akan memiliki dampak yang terlalu luas, dan jika tidak diubah dapat memengaruhi produk yang digunakan dan diandalkan oleh warga Kanada setiap hari," tutur juru bicara Google, Shay Purdy.
Dijelaskan lebih lanjut, semua jenis konten berita akan terpengaruh perubahan yang dilakukan Google dan bakal berlangsung selama sekitar lima minggu. Pembatasan ini juga berlaku untuk konten yang dibuat oleh penyiar dan surat kabar Kanada.
Tanggapan Pemerintah Kanada
Atas tindakan tersebut, juru bicara Menteri Warisan dan Multikultarisme Kanada (Minister of Canadian Heritage and Multiculturalism) Pablo Rodriguez menuturkan, pihaknya tidak akan gentar dan kecewa atas langkah Google yang disebut meminjamnya dari Meta.
"Ini tidak berhasil di Australia (pembatasan), dan tidak akan berhasil di sini karena kami tidak akan terintimidasi. Pada akhirnya, yang kami minta dari raksasa teknologi hanyalah memberikan kompensasi ketika mereka menggunakan karya para jurnalis," tutur juru bicara Laura Scaffidi.
Ia juga menyebut, warga Kanada perlu memiliki akses ke berita berkualitas dan berbasis fakta, baik di tingkat lokal dan nasional. Oleh sebab itu, pemerintah Kanada memperkenalkan Undang-Undang Berita Online (Online News Act).
Dalam pernyataannya, Pablo Rodriguez menyebut RUU yang tengah dibuat saat ini mirip dengan undang-undang yang disahkan di Australia pada 2021. Aturan ini bisa menciptakan kerangka kerja dan proses tawar menawar bagi raksasa internet untuk membayar media atas konten mereka.
Di sisi lain, Google khawatir karena regulasi ini tidak mengharuskan penerbit mematuhi standar jurnalistik dasar, sehingga dapat meningkatkan konten yang dianggap berkualitas rendah dan clickbait.
Google sendiri menyatakan perusahaan lebih suka memberikan kompensasi melalui pendanaan, seperti ke Canada Media Fund yang akan dibayarkan ke penerbit berita secara tidak langsung.
Advertisement
Selandia Baru Ingin Google dan Meta Facebook Bayar ke Media Jika Pakai Konten Berita
Selain Kanada, Pemerintah Selandia Baru beberapa waktu lalu menyatakan bakal mewajibkan perusahaan digital seperti Google dan Meta untuk membayar media lokal, apabila membagikan berita milik mereka ke platform-nya.
Pernyataan itu disampaikan secara langsung oleh Menteri Penyiaran Willie Jackson pada awal bulan Desember 2022.
Undang-undang ini akan meniru aturan serupa di Australia dan Kanada, dan bakal bertindak sebagai insentif bagi platform digital, untuk mencapai kesepakatan sukarela yang berkualitas tinggi dengan outlet berita lokal.
Mengutip siaran pers dari laman resmi pemerintah Selandia Baru Beehive.govt.nz, Kamis (19/1/2023), Inggris dan Uni Eropa juga mau memperkenalkan aturan serupa.
"Tidak adil jika platform digital besar seperti Google dan Meta (induk Facebook) menjadi tuan rumah dan berbagi berita lokal secara gratis," kata Jackson.
Menurutnya, ada biaya untuk menghasilkan berita, yang adil apabila platform-platform tersebut membayar.
Jackson menambahkan lebih lanjut, media berita Selandia Baru, khususnya surat kabar daerah dan komunitas kecil, berjuang untuk tetap layak secara finansial, karena semakin banyak iklan yang berjalan secara daring.
"Jadi sangat penting bagi mereka yang mendapat manfaat dari konten berita mereka untuk benar-benar membayarnya," kata Jackson.
Jackson juga menjelaskan, penurunan pendapatan media berdampak pada pembuatan berita, dengan menurunnya jumlah jurnalis di Selandia Baru secara signifikan, dan pengurangan produksi konten berita lokal.
Memastikan Semua Mendapatkan Kesempatan
Dengan demikian, langkah yang diterapkan pemerintah ini memastikan mereka bisa terus memproduksi berita di Selandia Baru.
"Kami tidak menginginkan sistem di mana hanya pemain besar yang bisa mendapatkan kesepakatan," kata Jackson.
"Regulator persaingan Australia menemukan bahwa pemain online besar memiliki daya tawar yang besar, jadi kami memerlukan undang-undang untuk mendukung setiap negosiasi sukarela yang membantu menyamakan kedudukan," sambungnya.
Pemerintah mengungkapkan, sudah ada beberapa kesepakatan yang dicapai secara sukarela. Namun, outlet media daerah kecil, pedesaan, Maori dan Pasifik, serta etnis, mungkin akan tertinggal.
Maka dari itu, menurut Jackson, ini adalah cara untuk memastikan semua pihak mendapatkan kesempatan yang adil.
Nantinya, undang-undang ini akan dirancang sebagai penopang untuk mendorong perusahaan mencapai kesepakatan sukarela yang berkualitas tinggi sejak awal.
"Jika perusahaan seperti Google dan Meta melakukan kesepakatan yang baik, maka mereka dapat menghindari penerapan undang-undang baru," kata Jackson menambahkan.
(Dam/Isk)
Advertisement