Ilmuwan Temukan Baterai Ramah Lingkungan dari Cangkang Kepiting sebagai Pengganti Lithium-Ion

Baterai cangkang kepiting dan lobster ini dapat terurai secara hayati di tanah hanya dalam waktu lima bulan, serta kemungkinan besar daroat diproduksi secara murah dalam skala besar.

oleh Dinda Charmelita Trias Maharani diperbarui 10 Jul 2023, 18:56 WIB
Diterbitkan 23 Jun 2023, 19:00 WIB
Ilustrasi kepiting (AP)
Ilustrasi kepiting yang dapat dijadilkan baterai ramah lingkungan. (AP Photos)

Liputan6.com, Jakarta - Maryland memang terkenal dengan kepitingnya, namun peneliti dari perguruan tinggi setempat memiliki penemuan yang mengesankan. 

Sebuah tim ilmuwan di Pusat Inovasi Material University of Maryland menemukan bahwa hewan krustasea, seperti kepiting dan lobster, mengandung bahan kimia dalam cangkangnnya yang disebut kitin. 

Bahan kimia ini dapat digunakan untuk memberi daya pada baterai jika digabungkan dengan seng, sebagaimana dikutip dari Yahoo News, Jumat (23/6/2023).

Cangkang krustasea yang dikemas dengan bahan kimia ini umumnya dibuang secara massal oleh restoran. Akan tetapi, para peneliti meyakini bahwa limbah ini dapat menjadi sumber daya yang kuat untuk mencari sustainable battery. 

Sebagai informasi, baterai lithium-ion yang umum ditemukan di sebagian besar ponsel dan laptop, membutuhkan waktu ratusan ribu tahun untuk terurai setelah masa pakainya habis. Terlebih lagi, ekstraksi lithium sangat berdampak buruk bagi lingkungan.

Kendati demikian, baterai cangkang kepiting dapat terurai secara hayati di tanah hanya dalam waktu lima bulan, lalu meninggalkan sisa kandungan seng yang dapat didaur ulang. 

Tak hanya itu, kelebihan baterai kitin-seng dibuktikan oleh studi yang dilakukan University of Maryland. Menurut penelitian tersebut, baterai ini 99,7 persen lebih efisien untuk 400 jam penggunaan.

Selain itu, baterai kiting-seng diyakini dapat diproduksi dalam skala besar dengan biaya yang murah. 

Mengurangi Ketergantungan terhadap Baterai Lithium

Baterai Lithium
Ilustrasi baterai lithium (sumber: forbes.com)

Seiring dengan peralihan dunia dari sumber energi kotor, seperti gas metana dan batu bara, dunia membutuhkan lebih banyak baterai ramah lingkungan dan murah. Karenanya, krustasea dapat menjadi solusi untuk mengurangi ketergantungan manusia pada baterai lithium-ion.

Kepada The Guardian, profesor material kimia di University of Nottingham, Graham Newton, menyatakan sangat optimistis dengan penemuan ini. 

“Ketika kamu mengembangkan bahan baru untuk teknologi baterai, cenderung ada kesenjangan signifikan antara hasil laboratorium yang menjanjikan serta teknologi yang dapat dibuktikan dan dapat diskalakan," jelas Newton.

Inovasi Plastik Ramah Lingkungan untuk Masa Depan yang Berkelanjutan

Presiden Jokowi Apresiasi Teknologi Lokal Inovasi Greenhope dalam BUMN Start Up Day (Istimewa)
Presiden Jokowi Apresiasi Teknologi Lokal Inovasi Greenhope dalam BUMN Start Up Day.

Di sisi lain, Indonesia masih menghadapi masalah ketergantungan dengan plastik. Akhirnya, pertumbuhan produksi plastik menjadi tinggi.

Umur hidup plastik yang mencapai 1.000 tahun pun merusak ekosistem di seluruh dunia. Terlebih lagi, usaha daur ulang plastik juga masih kurang daripada tingkat produksinya.

Di tengah-tengah permasalahan plastik ini, Greenhope muncul dan menawarkan solusi ramah lingkungan terbaik. Greenhope adalah perusahaan teknologi hijau yang berbasis di Indonesia. Perusahaan ini memiliki misi untuk mendesain ulang plastik melalui teknologi berbasis biodegradasi yang efektif.

Para pendiri perusahaan telah mendapatkan paten untuk dua merek, yaitu Oxium dan Ecoplas. Oxium adalah aditif biodegradable. Sedangkan, Ecoplas adalah plastik biodegradable berbasis singkong.

Inovasi Greenhope

Tommy Tjiptadjaja, CEO Greenhope (Istimewa)
Greenhope juga menjadi salah satu dari 435 inovator.

Berkat kedua teknologi hijau yang ramah lingkungan ini, Greenhope bekerja sama dengan pemerintah global, merek, dan produsen untuk menciptakan konsumsi plastik yang aman dan berkelanjutan.

Pasalnya, inovasi dari Greenhope ini berhasil menghadirkan plastik yang mampu terdegradasi secara alami dalam 2-5 tahun. Dengan demikian, dunia tidak perlu lagi menunggu 1000 tahun untuk menguraikan selembar plastik.

Masalah limbah plastik harus diatasi dengan 4R. "Pendekatan kita perlu lebih berorientasi pada ekologi, bukan ego," kata para pendiri Greenhope, Sabtu (10/6/2023).

4R merupakan konsep yang berguna dalam pengelolaan limbah dengan prinsip-prinsip utama: Reduce (Mengurangi), Reuse (Menggunakan kembali), Recycle (Mendaur ulang), dan Recover (Memulihkan).

Infografis Serba-serbi Rumah Ramah Lingkungan
Infografis Serba-serbi Rumah Ramah Lingkungan. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya