Ancaman Siber Mengintai Anak di Internet dari 3 Hal Ini, Orangtua Wajib Paham

Kaspersky mengungkapkan, ada tiga asal ancaman siber yang mengintai anak-anak, serta memberikan tips bagi orangtua agar mereka tetap aman dalam menggunakan internet.

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 24 Agu 2023, 18:00 WIB
Diterbitkan 24 Agu 2023, 18:00 WIB
Kecanduan Game Online Ancam Perkembangan Anak
Sejumlah anak bermain game online di salah satu warung internet (warnet) di kawasan Duren Sawit, Jakarta, Senin (23/7). (Merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Saat ini, anak mengakses internet adalah hal yang biasa. Meski begitu, orangtua tidak boleh abai dalam mengawasi buah hatinya ketika terhubung dengan dunia digital.

Perusahaan keamanan siber Kaspersky mengungkapkan, ada banyak ancaman atau bahaya yang mengintai anak saat dirinya mengakses internet.

Yeo Siang Tiong, General Manager untuk Asia Tenggara di Kaspersky mengatakan, orangtua di Indonesia, seperti di negara lainnya, sekarang membesarkan anak-anak dengan sangat terhubung di internet.

Maka dari itu, saat ini perhatian terbesar pun adalah menghindari anak-anak menjadi sasaran penjahat siber.

"Tidak ada yang bisa menyalahkan mereka karena saat ini, anak-anak berisiko dibujuk oleh orang asing, diintimidasi secara online, dan bahkan informasi pribadi mereka dicuri di sekolah," kata Yeo, seperti dikutip dari siaran pers, Selasa (22/8/2023).

Yeo mengatakan, keamanan siber saat ini tidak pandang usia, karena kita hidup di dunia yang jejak digital terus berkembang setiap harinya.

"Jika pada titik ini, orang dewasa masih terus jatuh ke dalam perangkap penjahat siber, tidak mungkin mengharapkan anak-anak mengetahui apa yang harus dihindari di dunia maya sehingga melindungi mereka harus menjadi prioritas utama kita sebagai orang tua."

Kaspersky menyebut, dalam blog mereka, Lance Spitzner dari SANS Institute merangkum tiga ancaman utama bagi anak-anak yang tumbuh di dunia terhubung seperti saat ini.

Ancaman siber pertama datang dari orang asing seperti predator seksual, sextortion, dan penipuan.

Ini selaras dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia yang menyebut, anak Indonesia berusia 12 sampai 17 tahun merupakan sasaran pelecehan dan eksploitasi seksual online.

Ancaman kedua anak datang dari teman, di mana bentuk bahaya yang muncul seperti cyberbullying atau perundungan siber, sextortion, sampai contoh buruk.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Cyberbullying dan Oversharing

FOTO: Pembatasan Waktu Bermain Game Online di China
Seorang pria bermain game komputer di sebuah kafe internet di Beijing, China, Jumat (10/9/2021). Para ahli di China mengatakan larangan bermain game online dibuat untuk melindungi kesehatan fisik dan mental anak-anak. (GREG BAKER/AFP)

Laporan Center for Digital Society per Agustus 2021 berjudul Teenager-Related Cyberbullying Case in Indonesia yang dilakukan terhadap anak (pelajar) usia 13-18 tahun, menyatakan bahwa 1.895 siswa (45,35 persen) mengaku menjadi korban cyberbullying.

Dalam laporan tersebut juga terungkap 1.182 siswa (38,41 persen) merupakan pelaku. Platform yang sering digunakan untuk kasus perundungan antara lain WhatsApp, Instagram, dan Facebook.

Ancaman ketiga datang dari diri sendiri, yang muncul dalam bentuk berbagi berlebihan (oversharing), sexting, intimidasi, hingga mengunduh atau membagikan konten ilegal.

Laporan Kaspersky mengungkapkan, Generasi Z atau mereka yang berusia antara 11 dan 26 tahun adalah kelompok yang terlalu banyak berbagi (oversharing). Mereka memiliki pengetahuan tentang keamanan online, tetapi paling rentan terhadap penipuan.

Sekitar 55 persen responden mengaku telah memasukkan informasi pribadi mereka di saluran media sosial seperti nama, tanggal lahir, dan lokasi.

Mayoritas (72 persen) dari mereka tidak dapat mengidentifikasi penipuan phishing dan 26 persen mengaku telah menjadi korban penipuan phishing.


Tips Buat Orangtua Menjaga Keamanan Anak di Internet

Diperpanjang Sampai 20 Mei, Siswa Belajar Online di Rumah
Siswa sekolah dasar belajar online menggunakan aplikasi Zoom Cloud Meetings di Pamulang Tangerang Selatan, Kamis (2/4/2020). Gelombang work from home (WFH) membuat kebutuhan terhadap aplikasi video conference meningkat saat pandemi Corona Covid-19. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Kaspersky pun membagikan enam tips buat orangtua, untuk lebih menjaga keamanan anak-anak saat mengakses internet:

  • Berkomunikasi secara rutin dengan anak-anak Anda

Psikolog Emma Kenny merekomendasikan untuk menghabiskan sepuluh menit setiap hari sebelum tidur untuk mendiskusikan hari dengan anak, termasuk aktivitas online mereka.

Minta anak-anak untuk berbagi tentang hal positif dan negatif yang mereka temui secara online. Hal ini tidak hanya menormalkan percakapan tentang perlindungan internet, tapi juga berkontribusi pada pendekatan kecerdasan siber.

  • Mengedukasi diri sendiri dan anak

Luangkan waktu untuk membaca tentang tren, game, dan saluran yang muncul, untuk memahami bagaimana pengaruhnya terhadap aktivitas online anak.

Diskusikan teknologi dan potensi bahayanya dengan mereka, bahkan jika itu berarti Anda harus bermain dan meminta mereka membantu membuat akun media sosial.

Dengan menunjukkan bahwa Anda mempercayai mereka sebagai guru, rasa saling percaya itu akan semakin terbangun.

  • Bangun suasana keterbukaan dan kenyamanan

Situasi yang ideal adalah Anda sadar jika ada sesuatu yang membuat mereka merasa tidak nyaman, terancam, atau tidak bahagia.

Atasi cyberbullying seperti yang dilakukan dengan perundungan di kehidupan nyata, dorong mereka untuk terbuka dan berbicara dengan orang dewasa terpercaya (sebaiknya orang tua) jika mereka menerima pesan yang mengancam atau tidak pantas.


Menetapkan Batasan dan Gunakan Alat Kontrol

Ilustrasi keamanan siber pada anak-anak (Kaspersky)
Ilustrasi keamanan siber pada anak-anak (Kaspersky)
  • Tetapkan batasan

Tetapkan aturan dasar yang jelas dan sesuai usia, mengenai apa yang bisa diterima dan tidak boleh dilakukan di internet.

Jelaskan mengapa peraturan ini diberlakukan dan jelaskan mengenai konsekuensi pergi ke tempat yang tidak seharusnya, atau menggunakan teknologi seperlunya.

Misalnya, saat berbagi foto di internet, itu akan ada di sana selamanya dan mungkin bisa berdampak saat mereka dewasa dan bekerja dalam karir yang penting.

  • Gunakan sumber daya yang tersedia

Gunakan perangkat lunak kontrol orang tua yang andal untuk menetapkanapa yang dapat diterima, berapa lama (dan kapan) mereka dapat menghabiskan waktu online, konten atau jenis aktivitas apa yang harus diblokir.

Filter kontrol orang tua dapat dikonfigurasi untuk profil komputer yang berbeda, sehingga memungkinkan Anda menyesuaikan filter untuk anak yang berbeda.

  • Minta bantuan

Apabila situasi sudah berada di luar kendali, orangtua disarankan untuk meminta bantuan, termasuk dari penegak hukum setempat.

(Dio/Dam)

Infografis Journal
Infografis Journal Anak Berpotensi Jadi Pelaku dan Korban KDRT (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya