Liputan6.com, Jakarta - Setelah menetapkan kebijakan larangan iklan politik pada 2019, kini Twitter kembali melonggarkan aturan tersebut dan membebaskan para kandidat serta partai politik memasang iklan di platformnya.
Pembaruan kebijakan Twitter ini dilakukan menjelang pemilu Amerika Serikat pada 2024 mendatang. Namun, belum diketahui apakah terdapat jenis iklan politik yang dilarang oleh platform media sosial ini.
Baca Juga
Dilansir Engadget, Rabu (30/8/2023), Twitter akan menerapkan kebijakan khusus, yakni unggahan promosi politik berbayar. Kebijakan itu termasuk aturan yang melarang promosi konten palsu dan konten yang berpotensi melemahkan kepercayaan publik terhadap pemilu.
Advertisement
Tidak hanya itu, Twitter juga berencana membuat pusat transparansi periklanan global, sehingga pengguna dapat melacak iklan politik di platform tersebut. Perubahan kebijakan ini disebut akan memberikan dampak signifikan pada pemilu 2024 mendatang.
Ditambah lagi, Twitter juga kini tengah membentuk tim yang mengawasi kebijakan keselamatan dan pemilu untuk memerangi manipulasi konten, menampilkan akun-akun tidak autentik, serta memantau ancaman-ancaman yang mungkin muncul pada platform tersebut.
Sebagai informasi, pada 2019, Jack Dorsey yang ketika itu menjabat sebagai CEO menyatakan bahwa jangkauan politik harus diperoleh, bukan dibeli.
Namun, hal itu berubah sejak Januari 2023 lalu ketika perusahaan melonggarkan pembatasan caused-based ads, yang dapat memfasilitasi percakapan publik terkait topik-topik penting.
Keterbukaan terhadap iklan politik ini, akan membawa keuntungan besar bagi bisnis iklan Twitter yang sempat menurun hingga 50 persen sejak diambil alih oleh Elon Musk.
Penghapusan Larangan Diduga Karena Penurunan Pendapatan Twitter, Benarkah?
Penghapusan kebijakan larangan iklan politik ini diduga merupakan langkah yang diambil oleh Elon Musk untuk mengembalikan pendapatan Twitter dari iklan yang menurun sejak tahun lalu.
Terlebih, banyak pengiklan konvensional yang enggan memasang iklannya di platform ini. Namun, untuk keperluan dukungan pemilu dan tim kampanye politik tampaknya platform ini akan kembali diandalkan menjelang pemilu.
Setelah Twitter diambil alih oleh Elon Musk pada Oktober 2022, para pengiklan konvensional enggan menggunakan platform ini untuk iklan mereka. Ini semacam bentuk protes terhadap tindakan Musk yang memecat ribuan karyawannya beberapa waktu lalu.
Tidak hanya itu, tindakan kontroversial selanjutnya adalah dibatalkannya penangguhan permanen akun Donald Trump, mantan presiden Amerika Serikat yang sempat menyebabkan kerusuhan di Capitol dan penyediaan fitur verifikasi berbayar.
Pada bulan Juli lalu, Elon Musk menyatakan Twitter mengalami penurunan pendapatan iklan sebesar 50 persen. Tidak hanya faktor kehilangan para pengiklan di platformnya, kemunculan platform pesaing Threads kemungkinan juga menjadi alasan pendapatan Twitter menurun.
Advertisement
Kebijakan Twitter Membuat Para Ahli Khawatir Akan Adanya Misinformasi
Kabar pelonggaran kebijakan larangan iklan yang diumumkan oleh Twitter baru-baru membuat para ahli khawatir akan terjadinya misinformasi menjelang pemilu 2024.
Twitter menyatakan pada hari Selasa lalu bahwa mereka akan mengizinkan iklan politik di Amerika Serikat. Kebijakan ini meningkatkan kekhawatiran atas misinformasi dan ujaran kebencian.
Elon Musk mengizinkan caused-based ads di Amerika Serikat yang meningkatkan kesadaran akan masalah seperti pendaftaran pemilih, mereka berencana memperluas jenis iklan politik di platform.
Sejak Elon Musk mengakuisisi, Twitter menghadapi pertanyaan terkait kesiapannya menghadapi pemilihan presiden Amerika Serikat.
Platform tersebut, sama halnya dengan media sosial lain, telah lama dikritik oleh para peneliti dan anggota parlemen karena belum bisa mencegah konten-konten menyesatkan selama masa pemilu.
Kericuhan 2021 Lalu Menjadi Alasan Kekhawatiran Kelonggaran Izin Iklan Politik di Twitter
Dilansir The Guardian, Rabu (30/8/2023), kekhawatiran dan kritik yang muncul mengikuti kabar dari Twitter ini semakin meningkat jika mengingat insiden pada 6 Januari 2021 lalu.
Ketika itu, mantan presiden Amerika Serikat Donald Trump menggunakan Twitter secara ekstensif untuk memicu kemarahan para pendukungnya.
Akibat dari tindakannya ini, para pendukung Trump akhirnya menyerbu gedung DPR Amerika Serikat. Setealh peristiwa itu, Trump di-banned dari Twitter.
Namun, sejak November 2022 lalu Elon Musk mencabut larangan Donald Trump mengakses Twitter dan memunculkan kontroversi dari berbagai pihak. Meskipun akunnya telah diaktifkan kembali, Donald Trump tetap bungkam.
Hingga pekan lalu, untuk pertama kalinya ia membagikan foto dirinya di platform media sosial tersebut setelah menyerahkan diri di penjara wilayah Georgia atas tuduhan pemerasan dan konspirasi atas upaya membatalkan hasil pemilu 2020.
Kembalinya Trump secara resmi telah memicu kekhawatiran dari sejumlah pakar misinformasi. Bahkan, para aktivis hak-hak sipil telah memperingatkan kembalinya Trump akan memunculkan disinformasi dan penyalahgunaan.
Advertisement