BRIN Ungkap Penyebab Puting Beliung Rancaekek hingga Alasan Sulitnya Diprediksi

Para peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional mengungkap hasil analisis awal mengenai penyebab puting beliung di Rancaekek atau yang disebut warganet sebagai tornado. BRIN juga menyebut bahwa fenomena akibat cuaca ekstrem sulit diprediksi.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 23 Feb 2024, 11:30 WIB
Diterbitkan 23 Feb 2024, 11:30 WIB
Keganasan Tornado Rancaekek Terekam Kamera
Keganasan Tornado Rancaekek Terekam Kamera, Warganet: Ya Allah Ngeri Banget! (Doc: X | @bunbunay | @MamunMu98291791 | @luqman78)

Liputan6.com, Jakarta - Rabu, 21 Februari 2024 ramai di media sosial berbagai video yang memperlihatkan pusaran angin besar yang merusak disertai dengan hujan di daerah Rancaekek, Bandung, Jawa Barat.

Bahkan, topik Rancaekek sempat menjadi trending topic di media sosial X karena banyaknya video yang memperlihatkan fenomena menakutkan tersebut.

Informasi dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat, fenomena itu terjadi sekitar pukul 15.30 hingga 16.00 WIB. Parahnya lagi, dampak angin kencang ini terasa hingga wilayah Jatinangor, Sumedang.

Bagaimana penjelasan ilmuwan dan peneliti mengenai hal ini? Peneliti Senior Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Didi Satiadi mengatakan, fenomena ini dianggap kejadian karena cuaca ekstrem.

"Fenomena yang terjadi di Rancaekek merupakan cuaca ekstrem yang memperlihatkan karakteristik puting beliung yang sangat kuat," kata Didi Setiadi, dikutip dari keterangan BRIN, Jumat (23/2/2024).

Didi mengatakan, fenomena puting beliung Rancaekek yang sangat kuat itu ditandai dengan area terdampak yang luas hingga intensitas yang sangat kuat hingga menyebabkan bangunan rusak, kendaraan terguling, dan lainnya.

Dalam bahasa Inggris, istilah puting beliung dikenal sebagai microscale tornado atau tornado berskala kecil. Hal ini karena ukurannya yang lebih kecil dibandingkan tornado yang terjadi di daerah lintang menengah, seperti Amerika Serikat.

"Fenomena tornado menggambarkan suatu kolom udara yang berputar sangat cepat, mulai dari awan badai hingga mencapai permukaan tanah dan biasanya berbentuk seperti corong," kata Didi, memberikan penjelasan.

Penyebab Puting Beliung di Rancaekek

Rancaekek
Petugas mengevakuasi dampak angin puting beliung di kawasan Jatinangor. (Foto: Dok. BPBD)

Berdasarkan analisis awal yang dilakukan BRIN, penyebab kejadian puting beliung di Rancaekek ini kemungkinan karena terjadinya konvergensi angin dan uap air di daratan sekitar wilayah tersebut pada sore hari. Selanjutnya, menyebabkan pertumbuhan awan cumulonimbus yang sangat cepat dan meluas.

Proses pembentukan awan tersebut membebaskan panas laten yang selanjutnya meningkatkan updraft atau aliran udara ke atas.

Sebaliknya, updraft yang makin kuat menumbuhkan lebih banyak awan. Siklus umpan balik positif ini menyebabkan updraft menjadi makin kuat dan bisa berputar karena adanya windshear atau perbedaan arah dan kecepatan angin.

Kolom udara yang berputar kian kuat pun bisa mencapai permukaan tanah dan menghasilkan puting beliung.

Alih Fungsi Lahan Bisa Sebabkan Angin

Menurut Profesor Riset Pusat Iklim dan Atmosfer BRIN Eddy Hermawan, Rancaekek merupakan kawasan yang terletak nyaris di tengah-tengah Pulau Jawa Bagian barat.

Kawasan ini mulanya merupakan kawasan hijau dengan banyak pepohonan dengan lingkungan yang relatif bersih. Namun kini kawasan tersebut beralih fungsi, yang semula hijau berubah menjadi kawasan industri. Dikatakan Eddy, kawasan ini biasanya rawan diterjang pusaran angin.

"Dengan kata lain, terjadi perubahan tata guna lahan, yang semula hutan jati kini menjadi hutan beton," tutur Eddy.

Industri Sebabkan Suhu Panas di Siang Hari

Rancaekek puting beliung
Tiga wilayah di Rancaekek, Kabupaten Bandung terdampak angin puting beliung. (Dok. Basarnas)

Eddy melanjutkan, industri banyak menghasilkan gas emisi, di mana gas ini tak bisa leluasa kembali ke atmosfer akibat efek rumah kaca.

Dengan lama penyinaran Matahari lebih dari 12,1 jam, kawasan ini jadi sangat panas di siang hari dan relatif dingin di malam hari.

Karena perbedaan suhu yang tinggi antara siang dan malam hari, tanpa disadari kawasan ini berubah menjadi kawasan bertekanan rendah.

Dijelaskan oleh Eddy, kondisi ini dimulai sejak 19 Februari 2024 dan saat itulah, kumpulan massa air dari penjuru masuk ke Rancaekek.

Proses ini terjadi sekitar 24-28 jam yang diawali dengan pembentukan bayi-bayi awan Cumulus. Lalu, lambat laun membesar membentuk kumpulan awan Cumulonimbus yang siap untuk diputar hingga membentuk pusaran besar, puting beliung.

"Dugaan kuat pusaran ini terjadi akibat adanya pertemuan dua massa uap air, dari arah barat dan timur, diperkuat dari arah selatan Samudera Indonesia. Ketiganya berkumpul di satu kawasan yang degradasi panas yang cukup tajam," kata Eddy.

Fenomena Cuaca Ekstrem Sulit Diprediksi

Tornado Rancaekek
Tim gabungan membersihkan pohon tumbang dan rumah roboh pascakejadian angin kencang di Kabupaten Bandung dan Sumedang, Rabu (21/2/2024). (BPBD Kabupaten Sumedang)

Disebutkan, hampir semua kejadian ekstrem seperti puting beliung Rancaekek ini masih sulit diprediksi kehadirannya.

Selain karena terbatasnya data yang beresolusi tinggi, mekanisme pembentukannya juga belum dipahami dengan sempurna.

Oleh karenanya, wajar jika para ilmuwan dan peneliti terkadang memiliki pandangan berbeda.

Eddy menyebutkan, kejadian ini cukup langka dan kebetulan terjadi di satu kawasan Rancaekek. Ia pun mengimbau, masyarakat tidak panik berlebihan dan terus mengikuti informasi terkini BMKG dan BPBD.

Fenomena Unik

Kepala Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Albertus Sulaiman menjelaskan hal yang sama. Menurutnya, angin puting beliung merupakan fenomena yang menarik dan masih merupakan buku terbuka.

Hal ini karena sifatnya yg unik, terjadi di ekuator, secara spasial tidak terlalu besar dan berlangsung dalam tempo yang cukup cepat, sehingga sulit untuk di observasi.

Menurutnya, saat ini angin puting beliung terjadi dalam intensitas (kekuatan) yang semakin besar dimana mulai mengancam masyarakat.

"Mekanisme penguatan ini masih misteri, di mana masalah ini juga terjadi pada gelombang ekstrime di laut. Penelitian yg intensif menunjukkan bahwa salah satu sumber utama terjadinya gelombang ekstrem adalah interaksi antar gelombang (gangguan yg menjalar) yang memenuhi Benjamin-Feir instability," ujar Sulaiman.

Untuk itu, masih diperlukan pemahaman tentang mekanisme pembentukan dan dinamika angin puting beliung. Observasi pun dinilai jadi hal yang penting.

Ia menyarankan BMKG memasang instrumen automatic weather station dan radar dengan resolusi spasial dan temporal lebih tinggi di area yang kerap terjadi puting beliung.

Pasalnya saat ini observasi puting beliung hanya muncul dari foto dan video kiriman dari saksi.

Sekadar informasi, Pusat Riset Articial Intelligence BRIN juga telah mengembangkan algoritma pengenalan pola dari foto dan video.

Penggabungan hasil pengenalan dan pola model ini bisa dipakai untuk lebih memahami mekanisme deterministik yang bisa dipakai mengetahui dinamika angin puting beliung dengan baik.

 

Infografis Bencana-Bencana Akibat Perubahan Iklim
Infografis Bencana-Bencana Akibat Perubahan Iklim. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya