Liputan6.com, Jakarta - Google Chrome adalah salah satu browser (perambang) paling populer di dunia, karena mudah digunakan dan beragam fitur tambahan yang bisa dipasang.
Saking populernya, wajar bila Google Chrome selalu menjadi target hacker atau penyebar malware untuk mengeksploitasi celah keamanan di peramban tersebut.
Baca Juga
Akan tetapi, raksasa mesin pencari tersebut tentunya tidak ingin tinggal diam dan terus memperbarui celah keamanan agar data pengguna mereka tetap aman dan tidak dicuri penjahat siber.
Advertisement
Karena itu, Google memberikan peningkatan keamanan di Chrome bagi pengguna bisnis. Disebut Chrome Enterprise Premium, browser berbayar ini akan hadir dengan keamanan tingkat tinggi.
Perkenalkan Chrome Enterprise Premium, di mana pengguna dapat memilih opsi Core (gratis) dan Premium (berbayar) seharga USD 6 atau Rp 96 ribuan per bulan.
Mengutip Android Police, Senin (15/4/2024), Google memposisikan produk fokus pada bisnis ini sebagai browser yang dapat memberikan perlindungan data lebih aman kepada pengguna saat online.
Lalu apa bedanya fitur Google Chrome Enterprise Premium berbayar dan gratis? Dijelaskan, versi berbayar sudah dilengkapi dengan fitur pencegah kehilangan data dan pemindai malware yang mendalam.
Sementara itu, bagi layanan Google Chrome Enterprise Core tidak memiliki kemampuan tersebut dan masih banyak lagi. Meski begitu, versi gratis ini juga tetap menawarkan perlindungan umum terhadap phishing dan malware.
Terlepas dari dua layanan baru tersebut, Google tidak melupakan pengguna Chrome standarnya. Baru-baru ini, perusahaan mulai menguji fitur keamanan baru.
Adapun fitur baru Google Chrome tersebut, pengguna memiliki kontrol lebih besar atas situs mana saya yang dapat mengakses mouse dan keyboard.
Ini mungkin terlihat hal kecil, tetapi fitur baru Google Chrome tersebut sangat bermanfaat dalam membatasi akses pelaku kejahatan terhadap informasi sensitif pengguna.
Google Bakal Hapus Semua Data Browsing Milik Pengguna Chrome Incognito
Google dilaporkan bakal menghancurkan 'miliaran data' yang dikumpulkan secara tidak benar dari pengguna Chrome Incognito.
Perusahaan juga akan lebih transparan terkait pengumpulan data dan mempertahankan setelan yang memblokir cookies pihak ketiga Chrome secara default selama lima tahun ke depan.
Langkah yang dilakukan Google berkaitan dengan gugatan class action kepada perusahaan atas pelacakan pengguna Incognito oleh Chrome.
Diajukan pada tahun 2020, sebagaimana diwartakan The Wall Street Journal, gugatan tersebut mengharuskan Google membayar ganti rugi sebesar USD 5 miliar atau sekitar Rp 79,6 triliun.
Gugatan tersebut menuduh Google menyesatkan pengguna Chrome tentang mode Incognito. Perusahaan mengklaim telah memberi tahu pelanggan bahwa informasi mereka bersifat pribadi, meskipun perusahaan memantau aktivitas mereka.
Advertisement
Google Digugat Pengguna Chrome
Google membela praktiknya dengan mengklaim telah memperingatkan pengguna Chrome bahwa mode Incognito “bukan berarti ‘tidak terlihat’” dan situs masih dapat melihat aktivitas mereka.
Mengutip Engadget, Selasa (2/4/2024), gugatan tersebut awalnya meminta ganti rugi sebesar USD 5.000 (sekitar Rp 79,6 juta) per pengguna atas dugaan pelanggaran terkait penyadapan telepon federal dan undang-undang privasi California.
Google mencoba melawan gugutan itu, namun gagal. Hakim Lucy Koh memutuskan pada 2021 bahwa perusahaan “tidak memberi tahu” pengguna kalau mereka masih mengumpulkan data saat mode Incognito aktif.
Gugatan tersebut mencakup email, yang pada akhir tahun 2022 mengungkapkan secara publik tentang sejumlah kekhawatiran perusahaan tentang privasi palsu Incognito.
Pada 2019, Chief Marketing Officer Google Lorraine Twohill menyarankan kepada CEO Sundar Pichai bahwa “private” adalah istilah yang salah untuk mode Incognito pada Google Chrome karena berisiko memperburuk kesalahpahaman.
Google Tingkatkan Fitur AI di Google Chrome
Sebelumnya, Google membawa pendekatan AI ke proses belajar guru dan siswa. Dengan teknologi AI ini, Google berupaya meningkatkan fitur untuk menciptakan pembelajaran yang inklusif dan aman.
Melalui blog perusahaan, Google menyebut ada beberapa cara yang kini tersedia agar siswa dan guru lebih mudah mengakses sesi belajar dan mengajar bersama Google.
Pengguna kini bisa mengekstrak teks dari PDF menggunakan Optical Character Recognition (OCR) di ChromeOS.
Mode membaca di browser Google Chrome juga mendapatkan fitur baru yang bermanfaat, seperti kemampuan untuk menyorot teks, membaca teks dengan lantang, dan suara (text-to-speech) yang terdengar lebih alami. Fitur-fitur ini akan membantu meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi.
Selain itu, dalam blognya disebutkan, Google menambahkan 30 bahasa lagi untuk fitur Closed Caption (CC) di Google Meet yang secara otomatis dapat menerjemahkan percakapan ke dalam teks.
Host juga bisa menempatkan beberapa video tiles pada saat yang bersamaan di tampilan layar utama bagi seluruh peserta yang menghadiri sebuah sesi pertemuan.
Fitur baru Google Chrome ini membantu, layaknya saat sedang melakukan presentasi dengan penerjemah bahasa isyarat.
Advertisement