Spanyol Blokir Fitur Khusus Pemilu di Facebook dan Instagram, Dianggap Membahayakan Pengguna!

Spanyol memblokir Meta untuk meluncurkan fitur-fitur yang berfokus pada pemilihan umum (pemilu) di Facebook dan Instagram. Alat itu dinilai membahayakan hak dan kebebasan pengguna.

oleh Iskandar diperbarui 03 Jun 2024, 09:30 WIB
Diterbitkan 03 Jun 2024, 09:30 WIB
Ilustrasi Facebook
Ilustrasi tentang Facebook. (Sumber Pixabay/geralt via Creative Commons)

Liputan6.com, Jakarta - Spanyol telah memblokir Meta untuk meluncurkan fitur-fitur yang berfokus pada pemilihan umum (pemilu) di Facebook dan Instagram.

Badan perlindungan data Agencia Española de Protección de Datos (AEPD) menggunakan kewenangan darurat yang diatur dalam Peraturan Perlindungan Data Umum (General Data Protection Regulation/GDPR) Uni Eropa untuk melarang alat Unit Informasi Hari Pemilu dan Informasi Pemilih hingga tiga bulan sebagai tindakan pencegahan.

Meta mulanya berencana menerapkan fitur ini menjelang pemilihan Parlemen Eropa. Namun, perusahaan “menghormati privasi pengguna dan mematuhi GDPR”, meskipun tidak setuju dengan putusan AEPD.

AEPD mengawasi bagaimana Meta berencana memproses data melalui fitur tersebut. Mereka mengklaim tidak ada pembenaran untuk pengumpulan data usia (karena ketidakmampuan memverifikasi usia pengguna di profil).

Mengutip Engadget, Senin (3/6/2024), AEPD juga mengkritik niat Meta untuk menyimpan data setelah pemilu bulan Juni. Mereka mengklaim rencana ini 'mengungkapkan tujuan tambahan untuk pemrosesan data.

Data lain yang direncanakan Meta untuk diproses melalui alat pemilu mencakup interaksi pengguna dengan fitur-fitur tersebut serta informasi gender.

AEPD menganggap bahwa pengumpulan dan konservasi data yang direncanakan oleh Meta akan sangat membahayakan hak dan kebebasan pengguna Instagram dan Facebook.

Hal itu juga akan memperlihatkan peningkatan volume informasi tentang mereka, sehingga memungkinkan terciptanya profil yang lebih kompleks, rinci dan mendalam, sehingga menghasilkan penanganan yang lebih intrusif.

Agensi tersebut juga khawatir bahwa pengumpulan data tersebut akan diberikan kepada pihak ketiga untuk tujuan yang tidak eksplisit.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Pengumpulan Data Meta Dianggap Berlebihan

Ilustrasi Instagram
Ilustrasi Instagram. (Photo by Solen Feyissa on Unsplash)

AEPD mengungkapkan Meta berencana menggunakan alat tersebut untuk mengingatkan pengguna Facebook dan Instagram yang memenuhi syarat di Uni Eropa untuk memilih.

Pengawas mengklaim bahwa Meta akan mengidentifikasi pengguna sebagai pemilih yang memenuhi syarat berdasarkan alamat IP dan data profil tentang tempat tinggal mereka.

Namun, untuk dapat memberikan suara dalam pemilu, satu-satunya persyaratan adalah menjadi warga negara dewasa dari negara anggota Uni Eropa.

AEPD menyebut perlakuan perusahaan terhadap data pengguna “tidak perlu, tidak proporsional, dan berlebihan.”

Komisi Eropa juga telah menyampaikan kekhawatirannya mengenai pendekatan Meta terhadap pemilu. Pada April 2024, mereka membuka penyelidikan terhadap Meta atas kebijakan fitur pemilu besutannya.


Konten Hoaks Buatan AI Banyak Beredar di Facebook dan Instagram

Meta Facebook
Ilustrasi Meta Facebook. Credit: Dima Solomin/Unsplash

Baru-baru ini, Meta mengungkapkan kalau mereka menemukan konten yang dihasilkan AI ternyata banyak dipakai untuk menipu pengguna di Facebook dan Instagram.

Salah satu penyalahgunaan AI oleh pihak tidak bertanggung jawab, menurut Meta, adalah ditemukannya komentar akun bot AI yang menyanjung Israel setelah melakukan genosida di Gaza.

Komentar tersebut dipublikasikan di unggahan organisasi berita global dan anggota parlemen AS.

Dikutip dari Gadgets360, Minggu, (2/6/2024), dalam laporan triwulannya, Meta mengatakan akun-akun tersebut menyamar sebagai pemuda Yahudi, hingga akun yang menyamar sebagai orang kulit hitam.

Akun-akun palsu tersebut menargetkan pengguna Amerika Serikat dan Kanada. Meta mengatakan tindakan tersebut dilakukan oleh perusahaan pemasaran politik STOIC yang berbasis di Tel Aviv.

Meski STOIC dituduh melakukan penyebaran komentar tersebut, pihaknya tidak merespons tuduhan tersebut. 

Selain jaringan STOIC, Meta menutup jaringan berbasis di Iran yang berfokus pada konflik Israel-Hamas, meskipun tidak mengidentifikasi penggunaan AI generatif dalam kampanye tersebut.

Beberapa pengamat khawatir, maraknya akun yang dibuat menggunakan AI dapat mengganggu stabilitas politik AS.

Sebagai informasi, AS akan mengadakan pemilihan umum di 2024. Penyalahgunaan AI untuk menyebarkan disinformasi akan mengakibatkan naiknya penyebaran hoaks.

Dalam siaran pers, para eksekutif keamanan Meta mengatakan mereka telah menghapus konten AI yang menyanjung Israel di Instagram maupun Facebook. 

Mereka juga mengaku kalau penyalahgunaan teknologi AI seperti akun bot telah menghambat Meta untuk menghalau disinformasi di platform mereka.

“Ada beberapa contoh di platform ini tentang cara mereka menggunakan alat AI generatif untuk membuat konten palsu," ungkap Kepala investigasi ancaman Meta, Mike Dvilyanski.

Ia menambahkan, "Mungkin hal ini memberi mereka kemampuan menyebarkan disinformasi dengan lebih cepat atau melakukannya dengan jumlah yang lebih besar. Namun hal ini tidak terlalu memengaruhi kemampuan kami untuk mendeteksinya."


Meta Telah Upayakan Pemberantasan Konten Hoaks Berbasis AI

Meta
Facebook baru saja mengumumkan perubahan nama menjadi Meta. (Foto: Facebook)

Untuk diketahui, Meta dan raksasa teknologi lainnya telah berupaya keras dalam cara mengatasi potensi penyalahgunaan teknologi AI baru, terutama menjelang pemilu AS.

Untuk mencegah penyebaran konten palsu berbantuan AI, Perusahaan-perusahaan tersebut telah menekankan sistem pelabelan digital untuk menandai konten yang dihasilkan AI pada saat pembuatannya.

Pun demikian, alat pendeteksi tersebut kemungkinan tidak berfungsi pada teks, serta para peneliti meragukan efektivitas teknologi pelabelan tersebut.

Para peneliti telah menemukan contoh penyalahgunaan alat generator foto berbantuan AI dari beberapa perusahaan teknologi, termasuk OpenAI dan Microsoft.

Pengguna yang tidak bertanggung jawab membuat foto tersebut dengan tujuan menyebarkan disinformasi terkait pemungutan suara, meskipun OpenAI dan Microsoft telah memiliki kebijakan yang melarang pembuatan konten tersebut.


Infografis skandal kebocoran data Facebook

Infografis skandal kebocoran data Facebook
Infografis skandal kebocoran data Facebook
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya