Liputan6.com, Jakarta - Di tengah maraknya perbincangan mengenai tata kelola media sosial di Indonesia, wacana pembentukan Dewan Media Sosial (DMS) mengemuka. Diusulkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), DMS digadang-gadang sebagai solusi untuk meminimalkan dampak negatif penggunaan media sosial dan mengawal kualitas tata kelolanya.
Namun, bagaikan pisau bermata dua, wacana Dewan Media Sosial ini menuai pro dan kontra di masyarakat. Di satu sisi, banyak yang berharap DMS dapat melindungi pembuat konten hingga mengurangi tindakan perundungan yang marak di media sosial.
Baca Juga
Di sisi lain, tak sedikit pula khawatir DMS dapat menjadi alat sensor dan membungkam kebebasan berekspresi.
Advertisement
Wacana Pembentukan Dewan Media Sosial
DMS pertama kali diusulkan ke Menkominfo dari masyarakat dan UNESCO (Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB).
Menkominfo Budi Arie menyampaikan, pemerintah menyambut baik usul mengenai pembentukan Dewan Media Sosial. "Saat ini pemerintah sedang menimbang wacana ini dan terbuka atas masukan-masukan selanjutnya," Budi menjelaskan.
Jika memang terbentuk, DMS dibentuk bertujuan ditujukan untuk memastikan dan mengawal kualitas tata kelola media sosial di Indonesia yang lebih akuntabel.
Usulan pembentukan Dewan Media Sosial pun menuai banyak pertanyaan dari berbagai pihak. Salah satunya tentang apakah DMS bakal membatasi kebebasan berekspresi di ranah media sosial.
Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo Usman Kansong pun memberikan jawaban atas hal tersebut. Dalam sebuah sesi wawancara di sebuah media televisi, Usman mengatakan, pembentukan Dewan Media Sosial masih sebuah gagasan dan masih perlu dikaji.
"Ini gagasan, wacana, jadi masih perlu mengkaji urgensinya. Ada beberapa hal yang perlu dikaji," kata Usman terkait wacana Dewan Media Sosial dalam wawancara tersebut.
Â
Pro dan Kontra Pembentukan Dewan Media Sosial
Salah satu yang menjadi bahan kajian adalah apakah perlu atau tidak membentuk Dewan Media Sosial, terlepas dari usulan masyarakat dan UNESCO.
"Kalau dibentuk akan seperti apa posturnya," katanya. Adapun postur ini terkait DMS ini akan berada di bawah pemerintah atau menjadi lembaga independen.
Walaupun jadi lembaga independen, Usman menyebut pembentukan Dewan Media Sosial ini akan seperti halnya Dewan Pers yang dibentuk berdasarkan amanah dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999.
Sementara itu, Dewan Media Sosial ini seharusnya dibentuk berdasarkan UU yakni Undang-Undang ITE.
"Masalahnya, UU ITE baru mengalami revisi kedua dan dalam UU ITE tidak ada amanah untuk membentuk semacam lembaga independen," jelas Usman.
Hal lain yang juga menjadi sorotan adalah terkait peran DMS sebagai sebuah lembaga nantinya. Apakah berperan sebagai pengontrol, sebatas sosialisasi aturan, atau punya kemampuan memblokir konten?
"Jika (DMS) nantinya lembaga independen, apakah kewenangan (memblokir dan menetapkan sanksi) akan kita berikan?" tutur Usman memberikan penjelasan.
Diketahui, pemerintah memiliki kekuatan untuk mengawasi dunia digital dan memiliki kewenangan memblokir aplikasi yang melanggar aturan.
Tak hanya itu, pemerintah juga dapat menetapkan sanksi administratif, seperti denda hingga pidana.
Â
Advertisement
Dewan Media Sosial akan Mengekang Kebebasan Berbicara di Medsos?
Walau masih sebatas wacana, banyak warganet mengungkapkan rasa khawatir mereka terkait Dewan Media Sosial ini.
Disebutkan, kehadiran ini akan mengekang kebebasan pengguna internet berbicara di ranah media sosial.
Pengamat media sosial, Enda Nasution, menyebut masih belum ada penyampaian konsep dari pemerintah ataupun menteri mengenai wacana DMS.
"Karena ini, masih sulit untuk melihat hal positif ataupun negatif dari pembentukan Dewan Media Sosial," katanya saat dihubungi tim Liputan6.com.
Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan kehadiran Dewan Media Sosial ini dapat membatasi kebebasan publik berekspresi di internet.
"Ada hal yang tidak diharapkan dari pembentukan Dewan Media Sosial, yaitu jika DMS akan membawa kita kembali ke zaman represif di mana orang tidak bisa mengungkapkan pendapatnya secara bebas," ucap Enda.
Berhubung banyak masyarakat di Indonesia masih belum tahu lebih detail tentang cara kerja DMS ini, diharapkan dewan ini akan menjadi forum transparan ketika jadi dibentuk.
"Jika DMS nantinya jadi dibentuk, diharapkan dewan ini menjadi forum terbuka dan transparan, di mana banyak multi stakeholder bisa bertemu di suatu tempat yang difasilitasi pemerintah," ujar Enda.
Dengan ini, para anggota dewan dan pemilik platform media sosial dapat ngobrol bersama membahas hal penting dan stragi jangka panjang tentang kondisi dan isu di media sosial.
Â
Konsep Dewan Media Sosial Ternyata Ada Negara Lain
Indonesia tidak akan menjadi negara pertama yang akan memiliki Dewan Media Sosial--bila jadi. Di negara lain, dewan serupa juga dibentuk.
"Di luar negeri, terdapat Dewan yang serupa dengan DMS, contohnya Article 19 yang bergerak di bidang kebebasan berpendapat dan kebebasan berpendapat," ujar Enda.
Menurutnya, Dewan tersebut memiliki kekuasaan dan data untuk mempengaruhi kebijakan dari pemilik platform.
Enda menyebut, kehadiran Article 19 tak lepas dari beberapa media sosial yang melakukan moderasi konten, sehingga kebebasan berpendapat menjadi sedikit terhalang.
Â
Advertisement
DPR Ingin Panggil Kominfo Terkait Wacana Dewan Media Sosial
Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Golkar, Dave Laksono mengaku sudah mendengar soal usulan Menkominfo Budi Arie Setiadi terkait pembentukan DMS ini.
"Iya sudah dengar, tapi saya belum tahu konsepnya bakal seperti apa DMS, saya masih mendengar sepotong-potong aja," kata Dave saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (4/6/2024).
Dave mengatakan, pihaknya akan segera meminta penjelasan lebih lanjut dari Kominfo terkait wacana pembentukan DMS tersebut.
"Nanti kami di Komisi I minta penjelasan lagi agar kita tahu persis, landasan hukumnya, tugas fungsinya dan juga tujuan untuk apa saja?," ucapnya.
Adapun terkait DMS akan menjadi pengawas membatasi gerakan publik, Dave mengatakan memang kekhawatiran itu pasti ada, namun ia meminta publik tidak terlalu jauh untuk berasumsi.
"Maka dari itu kita tanyakan dulu menkominfo untuk menjelaskan karena ini baru berupa usulan/konsep," pungkasnya.
Â
3 Hal Perlu Diperhatikan Saat Pembentukan Dewan Media Sosial
Sementara itu, Anggota Komisi I DPR Fraksi PDIP, TB Hasanuddin menjelaskan ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam rencana pembentukan dewan media sosial atau DMS.
Pertama adalah dasar peraturan perundang-undangannya. Ia mengatakan, hingga saat ini, belum jelas UU mana yang akan dijadikan acuan pembentukan DMS.
"Dalam UU ITE yang telah direvisi, tidak ada amanat untuk membentuk Dewan Media Sosial tersebut," kata Tubagus kepada Liputan6.com, Selasa (4/6/2024).
Kedua soal fungsi, diberitakan salah satu fungsi Dewan Media Sosial ini adalah untuk mengatur konten dan menangani sengketa di media sosial.
"Artinya, wewenang dewan ini akan sangat besar dan perlu betul-betul disepakati aturan mainnya agar tidak dikemudian hari menimbulkan masalah, misalnya ada pelanggaran kebebasan berpendapat di media sosial," ujarnya
Terakhir, terkait urgensi pembentukan dewan media sosial. Ia menilai urgensi pembentukan lembaga ini masih belum kuat.
Justru, kata dia seharusnya sekarang Menkominfo sebaiknya fokus pada implementasi UU Pelindungan Data Pribadi, terutama soal pembentukan lembaga otoritas pelindungan data pribadi yang diamanatkan UU tersebut.
"Hal ini penting agar masyarakat segera mendapatkan jaminan kepastian pelindungan data pribadinya di dunia siber," pungkasnya.
Advertisement
Plus dan Minus Dewan Media Sosial Jika Dibentuk
Plus:
- Memperangi misinformasi dan hoaks: DMS diharapkan dapat membantu memerangi misinformasi dan hoaks yang marak di media sosial dengan memberikan panduan dan standar konten yang lebih jelas.
- Melindungi anak-anak: DMS dapat membantu melindungi anak-anak dari konten berbahaya dan cyberbullying di media sosial.
- Meningkatkan literasi digital: DMS dapat menjadi forum untuk meningkatkan literasi digital masyarakat tentang penggunaan media sosial yang bertanggung jawab.
- Menyelesaikan sengketa: DMS dapat membantu menyelesaikan sengketa antar pengguna media sosial dengan lebih adil dan efisien.
Minus:
- Kekhawatiran sensor: Banyak pihak yang khawatir bahwa DMS dapat menjadi alat sensor dan membungkam kebebasan berekspresi.
- Ketidakjelasan struktur dan mekanisme: Struktur dan mekanisme kerja DMS masih belum jelas, sehingga menimbulkan kekhawatiran tentang potensi penyalahgunaan wewenang.
- Ketidakefektifan: Beberapa pihak berpendapat bahwa DMS tidak akan efektif dalam memerangi misinformasi dan hoaks karena sifatnya yang reaktif, bukan preventif.