Nasib TikTok di Ujung Tanduk, Mahkamah Agung AS Jadi Penentu Tetap Beroperasi atau Tutup

Nasib TikTok di AS terancam akibat perdebatan tentang keamanan nasional dan kebebasan berbicara. Mahkamah Agung akan memutuskan masa depan platform ini pada 10 Januari 2025.

oleh Yuslianson diperbarui 10 Jan 2025, 14:56 WIB
Diterbitkan 10 Jan 2025, 14:30 WIB
Logo TikTok. Liputan6.com/Iskandar
Logo TikTok. Liputan6.com/Iskandar

Liputan6.com, Jakarta - Nasib TikTok di Amerika Serikat (AS) sedang berada diujung tanduk. Platform berbagi video ini terancam setop operasi di Negeri Paman Sam setelah perdebatan sengit tentang kebebasan berbicara dan keamanan nasional.

Mahkamah Agung (MA) dijadwalkan akan mendengar banding dari pihak platform media sosial tersebut pada Jumat, 10 Januari 2025.

Jika MA tidak membatalkan atau menunda undang-undang baru mewajibkan ByteDance—perusahaan induk TikTok asal China—untuk menjual asetnya ke perusahaan AS, aplikasi ini harus menghentikan layanannya paling lambat 19 Januari 2025.

Polemik Keamanan Nasional dan Kebebasan Berbicara 

Undang-undang tersebut, didukung bipartisan di Kongres dan ditandatangani oleh Presiden Joe Biden, dirancang untuk menangkal potensi pengaruh pemerintah China terhadap TikTok.

Pejabat AS menilai, otoritas negara tersebut dapat memaksa ByteDance membagikan data pengguna atau memanipulasi konten di platform.

Namun, TikTok membantah tuduhan ini dan menyatakan undang-undang tersebut melanggar hak kebebasan berbicara.

“Putusan MA memiliki implikasi signifikan bagi jutaan orang Amerika Serikat yang menggunakan TikTok untuk hiburan, informasi, dan mata pencaharian mereka,” kutip PhoneArena, Jumat (10/1/2025).

Keputusan ini juga pastinya berdampak besar ke jutaan pengguna TikTok di AS, termasuk pembuat konten bergantung pada platform ini untuk penghasilan mereka.

Mahkamah Agung kini menghadapi tantangan besar untuk memutuskan kasus melibatkan teknologi media baru. Para hakim mengakui,  mereka masih belajar memahami dinamika platform digital seperti TikTok.

Kasus ini juga mendapat dimensi politik tambahan karena Donald Trump, Presiden AS terpilih, telah meminta agar kasus ini ditunda. Donald Trump ingin menyelesaikan masalah ini secara politik setelah ia resmi menjabat

Fitur Live Streaming TikTok Disebut Bahayakan Anak-Anak di AS

Logo TikTok. Liputan6.com/Iskandar

Di sisi lain, TikTok dituding telah menyadari kalau layanan live streaming-nya mendorong perilaku seksual dan mengeksploitasi anak-anak namun memilih untuk mengabaikan hal tersebut demi keuntungan.

Tudingan ini diungkapkan dalam materi gugatan baru-baru ini yang dibuka oleh negara bagian Utah, Amerika Serikat.

Mengutip Reuters, Senin (6/1/2025), tuduhan tersebut dipublikasikan pada Jumat, 3 Agustus lalu, menjelang pelarangan TikTok di AS yang dijadwalkan berlaku 19 Januari 2025. Larangan TikTok di AS akan dibatalkan jika pemiliknya di Tiongkok, ByteDance, menjual aplikasi media sosial tersebut ke perusahaan AS.

Sebelumnya, Presiden Terpilih AS Donald Trump telah meminta ke Mahkamah Agung AS untuk menunda pelarangan TikTok.

Menanggapi tuduhan dari negara bagian Utah, TikTok mengklaim kalau mereka memprioritaskan keamanan dalam fitur TikTok live streaming.

Adapun gugatan awal Utah yang menuduh TikTok mengeksploitasi anak-anak diajukan pada Juni 2024 oleh Divisi Perlindungan Konsumen negara bagian itu.

Jaksa Agung Sean Reyes mengatakan, fitur TikTok Live menciptakan "klub malam virtual" yang mengbubungkan korban dengan predator dewasa secara langsung.

Temuan-Temuan tentang Bahaya TikTok Live

Logo TikTok. Liputan6.com/Iskandar

Sementara itu, menurut pengaduan yang sebagian besar tidak disunting, berdasarkan tinjauan internal, disebutkan kalau TikTok menyadari ada risiko di balik fitur Live.

Salah satu penyelidikan yang dikenal sebagai Project Meramec pada awal 2022 menemukan ada ratusan ribu anak berusia 13-15 tahun berhasil melewati batas usia minimum untuk menggunakan fitur Live.

Laporan ini juga mengungkap, ada banyak anak diduga telah dimanipulasi oleh orang dewasa untuk melakukan tindakan seksual. Misalnya melibatkan ketelanjangan dengan imbalan hadiah virtual.

Penelitian lainnya, Project Jupiter yang dimulai pada 2021, mengungkapkan, fitur Live dipakai oleh kriminal untuk pencucian uang, penjualan narkoba, dan pendanaan terorisme termasuk oleh kelompok ISIS.

Sementara, sebuah studi internal TikTok pada Desember 2023 mendokumentasikan adanya "kekejaman" yang diakui oleh perusahaan terkait risiko bagi anak-anak saat menggunakan fitur Live

TikTok Membantah

TikTok hadirkan feed STEM untuk konten yang berorientasi pada sains dan teknologi. (unsplash/Mariia Shalabaieva)

TikTok pun menentang temuan-temuan informasi tersebut dengan alasan kerahasiaan untuk mencegah orang-orang untuk menggunakan aplikasi secara tidak semestinya.

Hakim negara bagian Utah, Coral Sanchez, memerintahkan pembukaan materi yang sebelumnya sudah di-edit pada 19 Desember 2024.

"Materi gugatan ini mengabaikan banyak langkah proaktif yang secara sukarela diterapkan TikTok untuk mendukung keselamatan dan kesejahteraan komunitas," kata juru bicara TikTok.

Ia melanjutkan, "Pengadilan justru memilih kutipan yang menyesarkan dan dokumen lama di luar konteks, yang merusak komitmen kami terhadap keselamatan komunitas."

Di Amerika Serikat, kelompok beranggotakan 13 negara bagian AS dan Washington D.C mengajukan gugatan terpisah pada TikTok pada Oktober 2024 lalu. Mereka menuding TikTok mengeksploitasi anak dan membuat mereka kecanduan.

"Media sosial terlalu sering menjadi alat eksploitasi anak muda di Amerika," kata Jaksa Agung dalam pernyataan.

Infografis AS Desak Pemilik TikTok Lepas Saham dan Ancam Larangan Total. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis AS Desak Pemilik TikTok Lepas Saham dan Ancam Larangan Total. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya