Liputan6.com, Kyiv - Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengklaim bahwa sebanyak 155 warga negara China saat ini bertempur di pihak Rusia dalam konflik yang berlangsung di wilayah Ukraina. Klaim ini disampaikan setelah sebelumnya Zelenskyy mengumumkan bahwa militernya telah menangkap dua pria asal China yang berperang bersama pasukan Rusia di Ukraina timur.
Kabar ini kemudian diperkuat oleh pejabat tinggi militer Amerika Serikat, Laksamana Samuel Paparo, yang membenarkan penangkapan dua warga China oleh militer Ukraina, dikutip dari ABC, Kamis (10/4/2025).
Baca Juga
"Mereka (Ukraina) memang menangkap dua orang China, dan keberhasilan ofensif Rusia di Eropa bisa memberi semangat bagi ambisi ofensif China sendiri," ujar Paparo saat sidang dengar pendapat di Kongres AS.
Advertisement
Hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari pemerintah Rusia maupun konfirmasi independen terhadap klaim keterlibatan 155 warga China tersebut.
Namun, Kementerian Luar Negeri China menyatakan bahwa mereka sedang meninjau informasi mengenai kemungkinan warganya bergabung dalam konflik bersenjata, dan menegaskan bahwa China tidak mendorong warganya bepergian ke zona konflik.
Zelenskyy juga menyebut bahwa Rusia menggunakan media sosial untuk merekrut warga negara China, dan mengklaim bahwa pemerintah Beijing mengetahui hal ini.
Meski begitu, para analis memperingatkan bahwa kecil kemungkinan China secara resmi mengirim tentaranya untuk membantu Rusia, karena itu akan dianggap sebagai eskalasi besar dalam konflik.
Â
Pernyataan Zelenskyy Lebih Lanjut
Presiden Ukraina menegaskan bahwa kedua warga China yang ditangkap adalah bagian dari enam orang tentara China yang sempat terlibat baku tembak dengan pasukan Ukraina di wilayah Donetsk.
Tidak disebutkan apa yang terjadi pada empat lainnya. Zelenskyy menyatakan kesiapannya untuk menukar kedua tahanan perang asal China tersebut dengan tentara Ukraina yang ditawan Rusia.
China dan Rusia dikenal sebagai sekutu dekat, namun China secara konsisten membantah telah memberikan bantuan militer langsung kepada Rusia sejak invasi dimulai lebih dari tiga tahun lalu. Meski begitu, Beijing dituding mengirim peralatan dual-use—barang yang bisa digunakan untuk keperluan militer maupun sipil.
Sementara itu, upaya gencatan senjata yang difasilitasi Amerika Serikat masih menemui jalan buntu.
Wakil Presiden Komisi Eropa, Kaja Kallas, mengatakan bahwa serangan Rusia justru meningkat sejak proposal gencatan senjata diajukan bulan lalu. Ukraina sudah menyatakan persetujuannya terhadap rencana tersebut, namun Rusia hingga kini belum memberikan respons positif.
Di sisi lain, media pemerintah Rusia melaporkan bahwa pasukannya telah menyerang fasilitas produksi rudal di Ukraina, menandakan bahwa pertempuran masih berlangsung sengit di berbagai front.
Advertisement
