Kesepakatan merger antara PT Axis Telekom dan PT. XL Axiata telah diumumkan secara resmi beberapa hari lalu. Namun, dalam klausul perjanjian, merger keduanya baru akan terwujud bila pemerintah menyetujui dan tidak ada perubahan dari kepemilikan spektrum.
Kesepakatan terkait kepemilikan spektrum dimasukkan dalam syarat akuisisi karena sebelumnya berhembus kabar bahwa pemerintah akan kembali mengambil spektrum yang dimiliki Axis. Hal itu disebutkan sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 53 tahun 1999.
Aturan itu seakan tidak mengizinkan frekuensi dan block number dipindah-tangan. Dengan kata lain, meskipun sebuah perusahaan telah membeli perusahaan lainnya, mereka tetap tak bisa memiliki frekuensi dan block number milik perusahaan yang dibelinya.
Namun menurut pengamat telematika, Teguh Prasetya dihubungi Liputan6.com melalui saluran telepon, meskipun Axis telah dibeli XL secara kepemilikan spektrum masih sah.
"Spektrum masih ikut Axis, karena yang dibeli XL kan Axisnya bukan spektrumnya. Kecuali yang dipindahtangankan hanya frekuensinya saja baru melanggar aturan itu," kata Teguh, Senin (30/9/2013).
Meskipun pemerintah belum mengeluarkan izin lanjutan atas niatan bergabungnya kedua perusahaan tersebut, Teguh optimis bahwa merger XL dan Axis akan segera terwujud.
"Ini momen yang tepat bagi pemerintah untuk mengurangi jumlah operator. Mereka kan gak mau memaksa operator untuk merger, kalau sudah ada yang mau merger sendiri masa dilarang," ungkap Teguh.
XL sebelumnya sudah mengirim surat kepada Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Tiffatul Sembiring untuk mengakuisisi Axis. Dalam suratnya, XL mengaku akan mengembalikan satu buah kanal yang dimilikinya di frekuensi 2,1 Ghz.
Surat itu dijawab Menkominfo dengan izin prinsip sebagai bentuk persetujuan atas niatan akuisisi yang akan dilakukan XL pada akhir Juli lalu. Penggabungan kedua penyedia layanan seluler di Indonesia ini ditargetkan terwujud pada bulan Maret 2014. (den/dew)
Kesepakatan terkait kepemilikan spektrum dimasukkan dalam syarat akuisisi karena sebelumnya berhembus kabar bahwa pemerintah akan kembali mengambil spektrum yang dimiliki Axis. Hal itu disebutkan sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 53 tahun 1999.
Aturan itu seakan tidak mengizinkan frekuensi dan block number dipindah-tangan. Dengan kata lain, meskipun sebuah perusahaan telah membeli perusahaan lainnya, mereka tetap tak bisa memiliki frekuensi dan block number milik perusahaan yang dibelinya.
Namun menurut pengamat telematika, Teguh Prasetya dihubungi Liputan6.com melalui saluran telepon, meskipun Axis telah dibeli XL secara kepemilikan spektrum masih sah.
"Spektrum masih ikut Axis, karena yang dibeli XL kan Axisnya bukan spektrumnya. Kecuali yang dipindahtangankan hanya frekuensinya saja baru melanggar aturan itu," kata Teguh, Senin (30/9/2013).
Meskipun pemerintah belum mengeluarkan izin lanjutan atas niatan bergabungnya kedua perusahaan tersebut, Teguh optimis bahwa merger XL dan Axis akan segera terwujud.
"Ini momen yang tepat bagi pemerintah untuk mengurangi jumlah operator. Mereka kan gak mau memaksa operator untuk merger, kalau sudah ada yang mau merger sendiri masa dilarang," ungkap Teguh.
XL sebelumnya sudah mengirim surat kepada Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Tiffatul Sembiring untuk mengakuisisi Axis. Dalam suratnya, XL mengaku akan mengembalikan satu buah kanal yang dimilikinya di frekuensi 2,1 Ghz.
Surat itu dijawab Menkominfo dengan izin prinsip sebagai bentuk persetujuan atas niatan akuisisi yang akan dilakukan XL pada akhir Juli lalu. Penggabungan kedua penyedia layanan seluler di Indonesia ini ditargetkan terwujud pada bulan Maret 2014. (den/dew)