Liputan6.com, Jakarta - Sore itu tim Potret Menembus Batas mendapati tando bermotif totol-totol, sepertinya sedang bersiap mencari makan. Pepohonan yang ditanam warga Menes Pandeglang, Banten, seperti pohon pete, durian dan randu adalah favorit si ahli terbang. Pohon kelapa yang menjadi tempat hinggapnya adalah tempat berlindung di kala mereka beristirahat.
Tando mulai aktif jelang sore hingga sepanjang malam untuk mencari makan. Mereka mampu terbang meluncur dari satu pohon ke pohon lain dengan jarak kurang lebih 100 meter dan dalam satu malam mampu menempuh jarak sejauh 3 KM hanya untuk menemukan dedaunan muda sebagai santapannya.
International Union for Conservation of Nature (IUCN) menyebutkan, sunda colugo termasuk dalam daftar red list mereka, dengan status least concern, karena populasinya masih terkendali namun berkurang tiap tahunnya. Bagi warga, tando bagai penghibur dan sudah biasa hidup berdampingan tiap harinya.
Advertisement
Sunda colugo masuk dalam daftar satwa liar dilindungi oleh Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1999. Meski dilindungi, tando kerap kali diburu. Warga yang memburu umumnya menjadikan tando santapan pelengkap nasi.
"Induk tando yang dibunuh biasanya anaknya tetap nempel dengan induknya dan nggak akan bisa bertahan hidup," ujar Mbah Joni.
Bayi tando yang malang itu kami temukan tanpa induknya. Tangisannya menggema di kebun warga, tangisan memanggil induknya. Kami pun bergegas membawanya ke dokter hewan khusus satwa liar untuk ditangani lebih lanjut.
Pagi itu kepak sayap ribuan kalong mulai melambat, siap-siap mendarat di rumahnya di pulau kecil di tengah Danau Situ Lengkong, Ciamis, Jawa Barat. Ribuan kalong ini rasanya ingin cepat istirahat setelah semalam berkelana mencari makan bersama kelompoknya.
"Kalau lagi musim beranak kelihatan yang pada bawa anak, itu pohon aren jadi tempat tidurnya," Endang.
Kalong dan tando atau sunda colugo sama-sama hewan malam. Kalong jenis ini rentang sayapnya bisa mencapai 1 meter dan beratnya bisa mencapai 1 kilogram. Sehingga daya jelajah kalong bisa mencapai 60 hingga 70 kilometer dalam semalam.
Namun kemana pun ia pergi, kalong kalong ini tetap akan pulang ke Nusa Gede, karena di kawasan ini ia benar-benar nyaman, ada orang yang melindungi dan ada aturan yang menjaganya.
Di Nusa Gede, tempat bersemayam Prabu Boros Ngora, salah seorang Raja Panjalu ini seperti surga bagi kalong-kalong ini. Aturan desa dan masyarakatnya begitu keras terhadap pemburu. Kawasan ini ditetapkan sebagai cagar alam dan cagar budaya sejak 1919.
Pulau ini akan terus semakin lebat, karena kalong-kalong ini juga akan terus membawa benih-benih dari manapun ia pergi.
Malam itu setelah berjalan sekitar setengah jam lamanya, akhirnya tim menemukan tando kembali. Namun seperti terusik, tando pun memanjat pohon randu lalu terbang.
Beruntung kami menemukan tando lain, tak jauh dari tempat sebelumnya dan kami pun langsung melakukan pengukuran untuk kepentingan penelitian.
Penelitian dilakukan karena sepanjang penelusuran kami tidak banyak referensi yang bisa didapat tentang tando, bahkan belum ada referensi penelitian lengkap yang dilakukan peneliti Indonesia.
Pengukuran kami lakukan dengan cepat untuk mengurangi tingkat stres satwa arboreal ini. Selesai pengukuran kami pun melepas tando kembali.
Saksikan tayangan selengkapnya dalam Potret Menembus Batas SCTV, Minggu (8/11/2015), di bawah Ini.