Liputan6.com, Jakarta - Cabang para angkat berat di Asian Para Games termasuk salah satu cabang yang paling ekstrem, bahkan sangat berbahaya. Itu karena cara bertanding mereka yang tidak sama dengan angkat berat pada umumnya.
Mereka, para atlet penyandang disabilitas, mengangkat beban dalam posisi terlentang, bukan berdiri. Jika tak kuat, beban yang mereka angkat bukan tak mungkin menimpa tubuhnya.
Untung, olahraga ini dilengkapi dengan standar keamanan yang tinggi. Ada beberapa orang khusus berdiri di sekitar si atlet, untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk, sang atlet tak mampu mengangkat beban tersebut.
Advertisement
Mereka inilah yang disebut loader, yang ikut membantu para juri. Tak hanya bertugas mengganti beban barbel, mereka juga orang-orang berseragam yang jadi garda terdepan dalam keselamatan atlet.
Baca Juga
"Tugas kami menjaga keamanan atlet ketika bertanding. Jika kondisi ia miring atau berhenti sejenak kita harus bantu. Tapi tunggu aba-aba wasit tengah juga. Seperti kemarin kan ada sempat lepas juga karena tak mampu angkat beban, miring sebelah, tapi tak sempat menimpa karena loader sudah sigap," kata salah satu loaders para angkat berat Tarmiji (42).
Saat lifter sedang mengangkat beban barbel, mereka langsung dalam kondisi siap dengan menempatkan tangan mereka di bawah. Tujuannya berjaga-jaga jika sang lifter tak kuat untuk melakukan angkatan sempurna.
"Kami bekerja dengan feeling dan insting. Para Games berbeda dengan angkat berat biasa. Kita pun selalu mengajukan pertanyaan kepada atlet apakah butuh bantuan atau tidak dengan memberikan kode atau isyarat," jelas Sutandi yang berperan sebagai chief loader.
* Grab selaku official mobile platform partner juga mendukung Asian Para Games 2018
Â
Selama 30 Tahun
Sutandi sudah bertugas sebagai loader selama 30 tahun. Awalnya, tujuan pria berusia 53 tahun itu ingin jadi atlet. Tapi, karena keterbatasan biaya, ia pun gagal mewujudkan cita-citanya.
"Sempat latihan di angkat besi, tapi karena tak punya pelatih dan harus latihan sendiri, saya tidak mampu dari segi materi. Dulu masih susah karena butuh biaya yang besar juga," keluh Sutandi.
Selama 30 tahun itu, banyak event dan kejuaraan yang sudah dijalani Sutandi sebagai loader. Dalam satu momen, ia pun sempat menyaksikan temannya kecelakaan tertimpa barbel. Itu terjadi pada PON 2004 di Palembang.
Sutandi sendiri adalah loader yang bertugas sebagai chief loader. Posisinya ada di belakang kepala atlet saat berbaring untuk mengangkat beban. Ia pula yang bertugas membantu atlet memulai angkatan jika memang yang bersangkutan membutuhkan bantuan. Ia dibantu dua asisten yang bertugas mengganti angkatan barbel di sisi kanan dan kiri.
Pengakuan Sutandi, jadi loader di Asian Para Games 2018 lebih mudah ketimbang bertugas mengawal atlet-atlet normal. Pasalnya, jika di kejuaraan atlet normal, mereka pun harus bergerak secepat mungkin dalam pergantian beban angkatan.
"Susah-susah gampang jadi loader. Sekarang sudah dengan sistem digital yang membuat lebih mudah. Meski tak bisa bahasa Inggris, kita tinggal melihat kode warna saja di layar, kuning, merah, atau biru," ungkap pria yang mengaku mendapatkan bayaran Rp 5,7 juta sebagai loader di Asian Games 2018 itu.
Saksikan video menarik di bawah ini:Â
Advertisement