Misi China di Balik Ambisi Pembangunan 2 Menara Tertinggi Dunia

Tower Sky City lebih tinggi 10 meter dari Burj Khalifa di Dubai yang mencapai 828 meter. Dan jauh mengalahkan Tower Pertamina dan Astra.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 25 Mar 2014, 14:52 WIB
Diterbitkan 25 Mar 2014, 14:52 WIB
Gedung Tertinggi Dunia
(foto: Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta Ambisi pemerintah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) membangun dua menara tertinggi di dunia bukannya tanpa alasan. Ekonom PT Bank Negara Indonesia (BNI) Tbk, Ryan Kiryanto mengaku, proyek ambisius ini justru bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi negara tersebut.

Sejumlah analisa memperkirakan kedua proyek fenomenal ini akan mendorong realisasi target pertumbuhan ekonomi China pada tahun ini sebesar 7,5%.

"Tiongkok memproklamirkan jangan sampai pertumbuhan ekonominya berada di bawah 7,2%. Sedangkan realisasi pertumbuhan ekonomi RRT di 2013 sebesar 7%. Jadi untuk mengejar target itu, pemerintah RRT harus menggerakkan ekonomi domestiknya," ungkap dia saat Diskusi Bangkitnya Ekonomi Global dan Antisipasi Perekonomian Domestik di kantor Kementerian Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (25/3/2014).

Ryan menjelaskan, China selama ini telah memeras otaknya untuk mencari cara mendorong perekonomian domestik. Salah satu solusi tersebut adalah membangun dua menara tertinggi di dunia, yakni Sky City di Beijing setinggi 838 meter serta Shanghai Tower di China yang menjulang 632 meter.

"Tower Sky City lebih tinggi 10 meter dari Burj Khalifa di Dubai yang mencapai 828 meter. Dan jauh mengalahkan Tower Pertamina dan Astra yang cuma setinggi 200 meter," paparnya.

Pembangunan dua menara ini sengaja dilakukan China untuk menunjukkan kepada dunia bahwa ekonomi negara tersebut terjaga dengan baik. China juga berharap mendapat efek lain dari bertambahnya kunjungan wisawatan.

"Kalau biasanya pelancong pergi ke Kuala Lumpur untuk mengunjungi Menara Petronas, ke depan bisa pindah ke Shanghai Tower dan Sky City. Tentunya untuk meningkatkan cadangan devisa (cadev) RRT yang sudah menembus US$ 3,9 triliun atau terbesar di dunia," jelas dia.

Dampak terpenting dari megaproyek ini adalah terbukanya lapangan kerja sehingga bisa menjaga daya beli dan akhirnya meningkatkan ekonomi domestik.

"Bayangkan berapa jumlah insinyur sampai tukang semen yang bisa bekerja di tower tersebut. Ini jadi strategi simpel tapi kena karena dapat create jobs," tandasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya