Cerita di Balik Penipuan Rp 1,3 Triliun Exist Assentindo

Investasi dengan iming-iming untung besar kembali mengecoh masyarakat. Sebanyak 800 nasabah tertipu Rp 1,3 triliun oleh PT Exist Assentindo.

oleh Nurseffi Dwi Wahyuni diperbarui 26 Mar 2014, 19:50 WIB
Diterbitkan 26 Mar 2014, 19:50 WIB
Ilustrasi PT Exist Assetindo 1

Liputan6.com, Jakarta Investasi dengan iming-iming untung besar kembali mengecoh masyarakat. Kali ini, sebanyak 800 orang nasabah PT Exist Assentindo harus menelan pil pahit karena dana yang diinvestasikannya sebanyak Rp 1,3 triliun raib entah kemana.

Berikut cerita lengkap di balik penipuan yang dilakukan PT Exist Assentindo:

Sejak 2008, PT Exist Assentindo menawarkan secured promissory note (surat utang jangka pendek) dengan menawarkan bunga sekitar 8%-14% per tahun, tergantung besaran dana yang disetorkan. Adapun dana minimal yang wajib disetorkan nasabah yaitu Rp 100 juta hingga miliaran rupiah.

Menurut salah satu nasabah Antonius Cristian, para nasabah merasa percaya dengan investasi yang ditawarkan Exist Assentindo karena dana nasabah yang dikumpulkan digunakan untuk jual beli properti dengan konsep repo properti, yang asetnya disimpan oleh Law Firm Gani Djemat and Partners.

"Law Firm ini kan sudah puluhan tahun, jadi kami percaya. Lagipula kalau investasinya disimpan di properti itu kan susah dibawa kabur. Rumah dan rukonya itukan barang tidak bergerak," terang dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Rabu (26/3/2014).

Bisnis yang dijalankan Chaidi The berjalan lancar hingga 2013. Aset yang dimiliki terus berkembang dan dilaporkan secara berkala oleh Gani Djemat and Partners. Bahkan laporan keuangan yang Exist sempat terpampang di sebuah media massa ternama. Hal itu membuat investor makin banyak yang memasukkan dana ke Exist Assentindo.

Lalu pada Juni 2013, lanjut Anton, Chaidi The menawarkan produk baru berupa produk penyertaan saham. Hal itu terkait dengan rencana Go Public Exist Assetindo dalam 1-2 tahun ke depan.

Produk terbaru ini cukup menggiurkan, pasalnya Exist Assentindo menawarkan kenaikan harga saham dari harga pembukaan ke nasabah senilai Rp 135 per saham dengan kenaikan 12% nett per bulan. 

"Kami diimingi-imingi harga saham saat Go Public Rp 400 per saham, selain itu dapat untung 4% per tahun. Minat nasabah makin tinggi untuk menaruh uangnya," terang dia.

Selang sebulan, tepatnya pada 25 juli 2013, Exist Assentindo mengeluarkan surat pemberitahuan kepada nasabah tentang terjadinya gagal bayar. Manajemen mengumumkan perseroan mengalami rush oleh nabasah dikarenakan efek kaburnya perusahaan emas sehingga cash flow perusahaan terganggu.

"Lha investasinya kan di sektor properti, perusahaan emas kabur kok kena imbasnya, itu apa hubungannya," ungkapnya.

Pengumuman ini membuat para nasabah emosi terbakar. Untuk menenangkan nasabahnya, jajaran direksi Exist Assentindo mengadakan pertemuan dengan nasabah pada 19 Agustus 2013 mengenai cara penyelesaian pembayaran investasi nasabah. Namun hal itu tidak ditetapi karena alasan cashflow yang tidak memadai dan marketing tidak mau menjual produk yang ditawarkan perusahaan.

"Exist juga tidak bisa menunjukkan aset-aset properti yang dijaminkan dan juga izin usaha menghimpun dana masyarakat," terang Anton.

Restrukturisasi skema pembayaran telah dilakukan berkali-kali, dan hingga kini tidak ada janji yang ditepati. Jangankan bunga, uang pokok yang telah disetorkan nasabah juga belum dibayarkan.

"Uang pokok nasabah yang belum dibayarkan kembali Rp 1,3 triliun dan itu dari 800 nasabah," ungkapnya.

Atas dasar itulah, para nasabah kemudian membawa kasus ini ke ranah hukum. Tak hanya ke kepolisian, menurut Anton kasus ini juga telah dilaporkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya