Peredaran Barang Palsu Bikin Buruh Kehilangan Upah Rp 3 Triliun

Akibat pemalsuan tersebut dalam satu tahun produk domestik bruto (PDB) Indonesia berkurang sekitar 65 triliun.

oleh Septian Deny diperbarui 16 Jul 2014, 21:39 WIB
Diterbitkan 16 Jul 2014, 21:39 WIB
Tinta Printer Palsu (Liputan6.com/M.Iqbal)
Tinta Printer Palsu (Liputan6.com/M.Iqbal)

Liputan6.com, Jakarta - Maraknya peredaran barang palsu dinilai merugikan negara akibat kehilangan penerimaan pajak. Namun tanpa disadari, semakin banyaknya barang palsu yang beredar juga memberikan dampak pada para buruh.

"Dapat dipahami seberapa besar kerugian yang diakibatkan oleh peredaran barang palsu, bukan hanya berdasarkan nilai kerugian ekonomi, namun juga dampaknya bagi konsumen sebagai pengguna dan pencari kerja," ujar salah satu anggota Tim Survei dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Eugenia Mardanugraha di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu (16/7/2014).

Dia mengungkapkan, akibat pemalsuan tersebut dalam satu tahun produk domestik bruto (PDB) Indonesia berkurang sekitar 65 triliun. Selain itu, para buruh di dalam negeri juga kehilangan upah dan gaji sekitar Rp 3 triliun akibat maraknya peredaran barang palsu.

Lebih lanjut dia menjelaskan, potensi kehilangan upah buruh ini karena dengan maraknya peredaran barang palsu, masyarakat sebagai konsumen lebih banyak memilih barang palsu dibanding barang orisinal sehingga memberikan dampak pada menurunnya penjualan barang yang asli tersebut. Hal ini secara tidak langsung menurunkan pendapatan para buruh pabrik yang membuat barang asli.

"Misalnya pabrik pakaian. Kalau banyak konsumen yang membeli pakaian palsu dibanding pakaian orisinalnya, maka nilai transaksi pada pakaian orisinal yang seharusnya dijahit oleh buruh pabrik pakaian itu jadi hilang," lanjutnya.

Eugenia memaparkan, dari Rp 3 triliun tersebut, buruh yang berpotensi kehilangan upah paling besar terjadi pada industri pakaian dan barang dari kulit sebesar Rp 2,32 triliun, industri makanan dan minuman sebesar Rp 620,2 miliar, industri farmasi dan kosmetika sebesar Rp 268,4 miliar serta industri software dan tinta printer sebesar 186,3 miliar. (Dny/Ndw)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya