Pembatasan BBM Subsidi Disebut Aksi Tipu-Tipu Pemerintah

SBY tak perlu khawatir untuk mengambil keputusan menaikkan harga BBM bersubsidi bagi mobil pribadi, karena masa jabatannya segera berakhir.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 11 Agu 2014, 08:06 WIB
Diterbitkan 11 Agu 2014, 08:06 WIB
SPBU di Jakarta Pusat Stop Jual Solar Bersubsidi
Dalam surat bernomor 937 tahun 2014 ini disebutkan larangan penjualan solar untuk wilayah Jakarta Pusat mulai 1 Agustus 2014 lalu. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah merilis sejumlah kebijakan guna membatasi penjualan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi ke masyarakat. Menurut Pengamat Transportasi Djoko Stidjowarno, kebijakan yang diambil pemerintah merupakan aksi tipu-tipu.

Pasalnya meski adanya program tersebut, BBM bersubsidi akan tetap habis namun waktunya saja yang tertunda.

"Konsep membatasi penjualan BBM demi irit, sebenarnya hanya program tipu-tipu. Tetap saja BBM habis, cuma tidak segera," karta Djoko saat berbincang dengan Liputan6.com, seperti ditulis Senin (10/8/2014).

Djoko mengungkapkan, sebenarnya pemerintah tidak usah repot melakukan pengendalian, asalkan harga BBM bersubsidi untuk kendaraan pribadi jenis mobil dinaikkan. Sedangkan mobil dengan pelat kuning tetap diberi kesempatan menenggak BBM bersubsidi.

"Jika mau menghemat, cukup naikkan harga BBM untuk kendaraan pelat hitam non sepeda motor," ucapnya.

Dengan mengambil opsi menaikkan harga BBM bersubsidi pada mobil pribadi, lanjut dia, tidak akan berpengaruh pada angkutan penumpang ataupun barang, sehingga dampak pada kenaikan harga pun sangan minim.

"Tidak ada pengaruhnya pada angkutan penumpang dan barang. Tidak mungkin pemilik kendaraan pelat hitam akan demo," ungkapnya.

Djoko menambahkan, pemerintah di bawah kepimpinan Preisden Susilo Bambang Yudhoyono tidak perlu khawatir  untuk mengambil keputusan menaikkan harga BBM bersubsidi bagi mobil pribadi, karena masa jabatannya akan segera berakhir dalam waktu dekat.

"Pemerintah SBY tidak usah takut langgar Undang-undang (UU).  Toh 20 Oktober juga masa jabatannya berakhir. Jangan nantinya Pemerintah SBY mulus, tapi Pemeritah Jokowi jadi murus (sakit perut). Menderita akibat kebijakan pemerintah masa lalu yang kurang bertanggungjawab," pungkasnya.


Seperti diketahui, berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 12 Tahun 2014 tentang APBN-P 2014, pemerintah dan DPR sepakat untuk memangkas kuota BBM subsidi dari  48 juta kiloliter (kl) menjadi 46 juta kl.

Untuk menjaga agar konsumsi BBM bersubsidi tidak lebih dari kuota tersebut, telah diterbitkan Surat Edaran BPH Migas Nomor 937/07/Ka BPH/2014 tanggal 24 Juli 2014, tentang pengendalian konsumsi BBM bersubsidi.

Dalam surat tersebut ada empat cara yang ditempuh, sebagai langkah pengendalian. yaitu, peniadaan solar bersubsidi di Jakarta Pusat mulai 1 Agustus.

Pembatasan waktu penjualan solar bersubsidi di seluruh SPBU di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Bali mulai  4 Agustus 2014, akan dibatasi dari pukul 18.00 sampai dengan 08.00 WIB.Tidak hanya solar di sektor transportasi, mulai 4 Agustus 2014, alokasi Solar bersubsidi untuk Lembaga Penyalur Nelayan (SPBB/SPBN/SPDN/APMS) juga dipotong sebesar 20 persen dan penyalurannya mengutamakan kapal nelayan di bawah 30 GT.

Selanjutnya, terhitung mulai 6 Agustus 2014, penjualan premium di seluruh SPBU yang berlokasi di jalan tol ditiadakan. (Pew/Ndw)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya