Liputan6.com, Jakarta - Kebijakan pemerintah tentang pengendalian peredaran Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi tidak akan menyelesaikan masalah subsidi pada BBM itu sendiri.
Anggota Komite Ekonomi Nasional (KEN), Aviliani, mengatakan kebijakan pengendalian BBM bersubsidi yang diberlakukan pemerintah mulai Agusutus merupakan bentuk inisiatif pemerintah agar kuota BBM bersubsidi tidak melampaui batas yang telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2014 sebesar 46 juta Kilo liter (Kl).
"Inisiatif saja, pengendalian agar bisa sampai akhir tahun," kata Aviliani, seperti yang ditulis di Jakarta, Selasa (12/8/2014).
Menurut dia, pengendalian tersebut tidak menyelesaikan masalah. Pasalnya, masyarakat yang mampu masih memiliki ruang untuk menikmati BBM bersubsidi. "Tapi tidak menyelesaikan masalah, karena masih boleh ya beli aja," ungkapnya.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Erani Yustika menyatakan, kebijakan pengendalian tersebut tidak berdampak besar. Pasalnya penerapan kebijakan tidak dilakukan secara menyeluruh, hanya di tempat-tempat tetentu.
"Tergantung seberapa jauh pembatasan dilakukan, sekarang tentu efeknya nggak besar karena di jalan tol dan Jakarta Pusat," ungkapnya.
Erani mengungkapkan, jika pemerintah ingin menerapkan kebijakan yang terkait dengan BBM bersubsidi harus disertai dengan tiga paket.
Tiga paket tersebut adalah peningkatan produksi minyak dalam negeri untuk menuhi kebutuhan. Pemerintah yang menaikan harga BBM bersubsidi harus mikirkan mekanisme menaikan produksi minyak nasional.
Erani menambahkan, paket kedua adalah meningkatkan peran perusahaan nasional dalam kegiatan eksplorasi. Paket yang terakhir harus dilakukan pemerintah jika menaikan harga BBM bersubsidi adalah memberantas mafia minyak dan penyelundup minyak yang merugikan negara.
"Tolong satukan dengan paket itu. Kita harus beri sinyal kepada rakyat kebijakan ini adil," pungkasnya.
Beberapa waktu lalu Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menerbitkan Surat Edaran BPH Migas Nomor 937/07/Ka BPH/2014 tanggal 24 Juli 2014, tentang pengendalian konsumsi BBM bersubsidi, ada empat cara yang ditempuh, sebagai langkah pengendalian.
Hal itu seperti peniadaan solar bersubsidi di Jakarta Pusat mulai 1 Agustus. Pembatasan waktu penjualan Solar bersubsidi di seluruh SPBU di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Bali mulai tanggal 4 Agustus 2014,akan dibatasi dari pukul 18.00 sampai dengan pukul 08.00 WIB.
Tidak hanya Solar di sektor transportasi, mulai tanggal 4 Agustus 2014, alokasi Solar bersubsidi untuk Lembaga Penyalur Nelayan (SPBB/SPBN/SPDN/APMS) juga akan dipotong sebesar 20 persen dan penyalurannya mengutamakan kapal nelayan di bawah 30GT.
Selanjutnya, terhitung mulai tanggal 6 Agustus 2014, penjualan premium di seluruh SPBU yang berlokasi di jalan tol ditiadakan.(Pew/Nrm)
Advertisement