Konsumsi dan Ekspor Lesu, Ekonomi RI Tertekan

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan perlambatan realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,01 persen di kuartal III-2014.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 05 Nov 2014, 14:05 WIB
Diterbitkan 05 Nov 2014, 14:05 WIB
Ilustrasi pertumbuhan Ekonomi
Ilustrasi pertumbuhan Ekonomi

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan perlambatan realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,01 persen di kuartal III-2014 jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu (Y to Y). Sementara dibanding kuartal II lalu, ekonomi bertumbuh 2,96 persen (Q to Q). Hal ini dipicu oleh pelemahan konsumsi rumah tangga dan ekspor.

Kepala BPS, Suryamin mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi tersebut disumbang oleh beberapa indikator, yakni konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto (PMTB), ekspor serta impor barang dan jasa.

Dia merinci, konsumsi rumah tangga secara Q to Q bertumbuh 2,78 persen dan 5,44 persen secara Y to Y. "Pemilihan umum kan sudah berakhir, konsumsi menurun. Juga adanya penyusutan jumlah penjualan ritel sepeda motor dan mobil penumpang," ungkapnya saat Paparan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan III di kantornya, Jakarta, Rabu (5/11/2014).

Dari sisi konsumsi pemerintah secara Q to Q mengalami pertumbuhan signifikan 11,12 persen. Menurut Suryamin, karena pola penyerapan belanja pemerintah cukup bagus sehingga meningkat. Contohnya, sambung dia, terlihat dari belanja pegawai, belanja barang dan belanja penerimaan barang serta jasa.

"Secara Y to Y, konsumsi pemerintah 4,37 persen lantaran belanja barang dan bantuan sosial meningkat untuk menanggulani kemiskinan," paparnya.

Sumbangan dari PMTB, tambah dia, ada pertumbuhan sebesar 1,66 persen Q to Q dan 4,02 persen secara Y to Y atau tahunan.
Sementara dari ekspor barang dan jasa, dijelaskan Suryamin, secara Q to Q berkontribusi dengan pertumbuhan minim hanya 0,02 persen. Sedangkan secara Y to Y justru merosot minus 0,70 persen.

"Kita kan di neraca perdagangan barang masih defisit. Ekspor tertekan karena perlambatan ekonomi Tiongkok dan Jepang yang menjadi pasar ekspor dan impor Indonesia. Juga terkait penurunan harga komoditas sejak pertengahan 2013 sampai sekarang belum kembali ke harga normal," terang dia.

Indikator lain, Suryamin menyebut, impor barang dan jasa terjadi penurunan mencakup impor barang modal, bahan baku dan sebagainya. Secara Q to Q turun 2,87 persen dan 3,63 persen Y to Y.

Di samping itu, dia mengaku, beberapa sektor yang menyumbang pertumbuhan ekonomi tertinggi secara Q to Q sebesar 2,96 persen, antara lain :

1. Sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar 6,74 persen. Pertumbuhan di sektor pertanian karena ada pergeseran tanam dari komoditas beras ke palawija dan tanaman bahan pangan. Di sektor perikanan lantaran ada revitalisasi tambak sehingga produksi dan penjualan meningkat.

2. Sektor jasa-jasa menyumbang 3,71 persen. Didorong karena pengeluaran pemerintah untuk gaji ke-13 di kuartal III 2014. Selanjutnya ada tahun ajaran baru, liburan, puasa dan lebaran yang memacu peningkatan jumlah kunjungan wisatawan.

3. Sektor konstruksi dengan pertumbuhan 3,27 persen karena adanya pembangunan infrastruktur, perumahan, pertokoan.

Sedangkan secara Y to Y disumbang sektor yang mencatatkan pertumbuhan tertinggi, yakni :

1. Pengangkutan dan Komunikasi sebesar 9,01 persen karena ada puasa dan lebaran, arus mudik dan balik di dalam negeri maupun luar negeri. Sehingga kunjungan wisatawan asing dan lokal Wisman menanjak. Sementara di sektor komunikasi disebabkan banyaknya pengiriman data.

2. Sektor Jasa-jasa 6,52 persen. Sektor ini dibagi dua, yakni sektor jasa pemerintah dan swasta.

3. Sektor Konstruksi 6,28 persen. Indeks harga barang-harga konstruksi tidak terlalu tinggi atau bergerak datar. Hal ini, dinilai Suryamin, masih memberi kesempatan pemborong untuk melakukan pembangunan normal di sektor konstruksi.

"Jangan seperti tahun lalu yang mengakibatkan penyesuaian harga barang, tandas dia. (Fik/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya