Liputan6.com, Jakarta - Menyehatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi memang selalu mengundang kontroversi. Penyesuaian harga tersebut kerap dihadapkan pada kondisi dilematis.
Direktur INDEF, Enny Sri Hartati menyampaikan, kontroversi terjadi karena kenaikan harga BBM bersubsidi hanya bersifat reaktif dan jangka pendek. Pasalnya kebijakan ini tidak didesain dengan perencanaan yang matang dan komprehensif dalam rangka menyelesaikan akar permasalahan.
"Kebijakan kenaikan harga BBM hanya dipandang secara parsial, hanya dikaitkan dengan persoalan besarnya subsidi yang menyandera APBN, tekanan defisit anggaran, keterbatasan ruang fiskal, volume BBM subsidi terus membengkak dan subsidi nggak tepat sasaran," ucap dia di Jakarta, Senin (17/11/2014).
Selain itu, lanjutnya penyebab kontroversi karena tidak ada konsistensi realisasi subsidi BBM. Obat yang ditawarkan dari kebijakan ini hanya memberi dana kompensasi BBM terhadap rumah tangga miskin. Bentuknya dapat berupa BLSN atau tiga kartu sakti.
"Kompensasi BBM pun nggak tepat sasaran karena kebijakan kenaikan harga selalu diwarnai kepentingan politik. Seringkali BBM lebih menjadi komoditas politik," tegas Enny.
Rencana kenaikan harga BBM bersubsidi tahun ini juga akan menghadapi kondisi dilematis, antara lain, terjadinya penurunan pertumbuhan ekonomi, penurunan daya beli masyarakat, ekonomi biaya tinggi, daya saing industri melemah dan ancaman stabilitas harga komoditas pokok.
Dengan melihat kompleksitas ini, sebelum kebijakan kenaikan BBM subsidi perlu dilakukan langkah penyehatan ekonomi lebih dulu. Enny menyebut, caranya mengurangi besarnya beban subsidi BBM, meningkatkan ruang fiskal, meningkat peran stimulus fiskal, realokasi subsidi tepat sasaran, program stabilitas harga kebutuhan pokok serta menekan ekonomi biaya tinggi. (Fik/Ahm)
Kenaikan Harga BBM Bersubsidi Selalu Tuai Kontroversi
Direktur INDEF, Enny Sri Hartati menuturkan, kebijakan kenaikan harga BBM hanya dipandang secara parsial.
diperbarui 17 Nov 2014, 20:36 WIBDiterbitkan 17 Nov 2014, 20:36 WIB
Akibat sepi, tidak banyak aktivitas yang dilakukan sejumlah pegawai yang bertugas untuk mengisi premium, Jakarta, (29/8/14). (Liputan6.com/Faizal Fanani)
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Top 3 News: Sultan B Najamudin Terpilih sebagai Ketua DPD RI Periode 2024-2029
140 Kata-Kata Motivasi Singkat dan Keren, Bikin Hidup Lebih Baik
Bungkam Bologna, The Reds Raih Kemenangan Kedua di Liga Champions 2024/2025
Profil Abcandra Muhammad Akbar Supratman, Anak Menkumham yang Terpilih Jadi Wakil Ketua MPR
Catatan dari Batik Nusantara Festival 2024, Dirayakan dengan Fashion Show hingga Performa Voice of Indonesia
Jadwal dan Link Live Streaming Liga Europa di SCTV dan Vidio, 3-4 Oktober 2024: Ada FC Porto vs Manchester United
Kementerian PANRB Mulai Program Magang Mahasiswa dan Lulusan Baru
Waspada! Ini Virus yang Menjauhkan dari Cinta kepada Nabi Kata Buya Yahya
Fitur Baru WhatsApp, Filter dan Background untuk Panggilan Video
6 Fakta Menarik Gunung Sekicau, Gunung Aktif di Lampung yang Punya 2 Kaldera
Resep Bikin Es Krim Lembut Ala Mixue Tanpa Mesin, Pas Disantap saat Cuaca Panas
Bursa Asia Dibuka Cerah, Nikkei Jepang Melonjak 2,5%