Liputan6.com, Jakarta -
Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) memasang target penerimaan perpajakan dari pajak dan bea cukai sebesar Rp 1.480 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2015. Angka ini loncat Rp 380 triliun dari realisasi APBN-P 2014 sebesar Rp 1.100 triliun.
Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, Indonesia seharusnya bisa meningkatkan rasio pajak Rp 16 persen dari catatan saat ini yang masih berada di level 12 persen.
"Harusnya rasio pajak kita bisa 16 persen atau Rp 1.700 triliun dari Produk Domestik Bruto (PDB) dari pajak dan bea cukai. Tapi realisasinya di tahun lalu saja Rp 1.100 triliun, sehingga ada gap Rp 600 triliun," papar dia di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (22/1/2015).
Katanya, sangat sulit mengejar gap penerimaan pajak sebesar Rp 600 triliun dalam setahun ini mengingat Direktorat Jenderal Pajak masih terhambat berbagai persoalan, seperti masalah penegakan hukum, kekurangan sumber daya manusia dan lainnya. Sehingga target penerimaan pajak tahun anggaran 2015 diproyeksikan Rp 1.480 triliun.
"Naiknya Rp 380 triliun, ini yang akan menjadi tantangan. Kita buat asumsi ini bukan buat gagah-gagahan atau pencitraan," tegas Bambang.
Ditjen Pajak, tambahnya, akan menyisir potensi-potensi penerimaan pajak melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi. Ekstensifikasi ini lewat berbagai langkah, yakni mengejar pajak dari WP Pribadi non karyawan yang hanya menyumbang Rp 5 triliun di 2014.
"Ini nggak sesuai profil mereka, makanya kita butuh penambahan pegawai pajak dan bea cukai, dukungan teknologi informasi, serta meningkatkan remunerasi pegawai pajak serta bea cukai supaya semangat melakukan tugasnya," tutur dia.
Lanjutnya, Ditjen Pajak melalui data akan melacak kepatuhan dan kebenaran wajib pajak. Pasalnya, Bambang menerangkan, Ditjen Pajak berhasil menagih setoran pajak hingga Rp 14 miliar kepada satu wajib pajak yang selama ini hanya menyetor Rp 80 juta per tahun.
"Selain itu mencegah kebocoran pajak di restitusi atau pengembalian PPN karena ada wajib pajak yang membuat faktur fiktif. Cara lainnya dengan pencekalan wajib pajak dan ini efektif supaya mereka melunasi pajaknya," tukas Bambang. (Fik/Nrm)