Liputan6.com, Jakarta - Empat lembaga tinggi negara kembali menggelar Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) Senin (26/1/2015) di kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Lembaga-lembaga tersebut antara lain, Kemenkeu, Bank Indonesia (BI), Lembaga Penjaminan Sosial (LPS) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Dari pantauan Liputan6.com, rapat tiga bulanan ini sudah berlangsung sejak pukul 15.00 WIB. Dihadiri oleh Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Gubernur BI Agus Martowardojo, Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad dan Kepala Eksekutif LPS Kartiko Wirjoatmodjo.
Sayangnya keempat pejabat ini enggan berkomentar mengenai apa saja yang akan dibahas dalam rapat FKSSK.
Seperti diketahui, pemerintah optimistis Indonesia akan meraih pertumbuhan ekonomi 5,8 persen pada akhir 2015 dengan syarat menjaga konsumsi rumah tangga. Namun tren perlambatan masih akan menghantui negara-negara maju dan berkembang, kecuali Amerika Serikat (AS).
Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro berkaca pada data International Moneter Fund (IMF) yang telah mengoreksi pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun ini dari 3,8 persen menjadi 3,5 persen. "Sinyalnya jelas, perekonomian global nggak secerah seperti yang diperkirakan sebelumnya," ujar dia.
Perlambatan ekonomi tersebut, kata Bambang, tidak berlaku bagi ekonomi AS. Dari data IMF, sambungnya, ekonomi negara Adidaya itu bakal bertumbuh di tahun ini. "Hanya AS yang akan menikmati perkembangan ekonomi di dunia, sementara negara maju dan berkembang akan terdampak pelemahan pertumbuhan," terangnya.
Sementara kurs rupiah terhadap dolar AS, pemerintah dan BI kompak memperkirakan pelemahan kurs rupiah masih berlanjut pada tahun ini akibat pergolakan ekonomi global, khususnya perbaikan ekonomi AS
Gubernur BI, Agus Martowardojo memproyeksikan rata-rata kurs rupiah berada pada rentang Rp 12.200 sampai Rp 12.800 per dolar AS di akhir 2015. "Volatilitas rupiah di tahun ini diperkirakan terjadi depresiasi 5 persen, dan penguatan 5 persen karena ada twin shock akibat perbaikan ekonomi AS," terang dia.
Sementara pemerintah memprediksi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS relatif lebih lemah di tahun ini. "Diperkirakan kurs bakal lebih lemah daripada rata-rata kurs tahun lalu sekitar Rp 11.900. Jadi kurs tahun ini sudah pasti di atas Rp 12 ribu per dolar AS karena melihat perkembangan terakhir, range sempitnya Rp 12.500-Rp 12.600 per dolar AS," jelas Bambang Brodjonegoro. (Fik/Ahm)
Energi & Tambang