Ini Alasan Industri Tak Pakai Garam Produksi Petani

Total kebutuhan garam di dalam negeri sebesar 3,3 juta ton per tahun.

oleh Septian Deny diperbarui 03 Mar 2015, 20:03 WIB
Diterbitkan 03 Mar 2015, 20:03 WIB
Garam 2
(Foto: M Taufan SP Bustan/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Garam produksi petani di dalam negeri hingga saat ini masih belum bisa diserap oleh industri pengguna garam seperti industri makanan dan minuman.

Sekretaris Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI), Cucu Sutara menyatakan, ada alasan khusus mengapa selama industri tidak menyerap garam dari petani lokal, yaitu soal kualitas garam.

"Memang ada beberapa aspek (yang menentukan kualitas) yaitu luas lahan, cuaca, teknologi. Industri aneka pangan butuh garam dengan kadar NaCl 96 persen ke atas. Sedangkan di kita hanya 94 persen maksimal," ujarnya di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa (3/3/2015).

Dia menjelaskan, total kebutuhan garam di dalam negeri sebesar 3,3 juta ton per tahun, dimana industri memiliki porsi sekitar 2,1 juta ton, dan konsumsi masyarakat sebesar 1,2 juta ton.

"Impor garam kita sebesar 2,1 juta ton. Produksi dari dalam negeri sebesar 1,6 juta ton, tetapi untuk konsumsi," kata dia.

Dari jumlah, 2,1 juta ton garam yang diimpor, 90 persennya berasal dari Australia. Selain karena kualitasnya yang bagus, harga garam asal negeri kangguru tersebut lebih murah jika dibandingkan garam lokal.

"Lebih mahal lokal. Dia (garam Australia) hanya US$ 50 per ton, itu sudah sampai disini, kualitas lebih bagus. Impor total sebesar US$ 105 juta dan 90 persen dari Australia. Kita dilarang impor dari India karena spesifikasinya sama dengan Indonesia," jelasnya.

Sedangkan, harga garam di dalam negeri berkisar antara Rp 550 hingga Rp 750 ker kg, tergantung kualitas dari garam itu sendiri.

"Kementerian Perdagangan kan sudah mengeluarkan standar harga garam kelas 1 sampai kelas 3. Kita tidak pernah beli diluar harga standar. Standar harga kelas 1 itu Rp 750 per kg, kelas 2 Rp 550 per kg. Kalau kelas 3 disini tidak ada," tandasnya. (Dny/Gdn)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya